Seni & Budaya

Puncak Wesalo itu Lukisan Tanda Mata

Catatan Lima Tahun 2019-2023

Sebuah lukisan dengan obyek Puncak Wesalo di Kolaka Timur, ukuran 100 X 65 cm menjadi tanda mata yang aku berikan kepada sahabatku Lukman Toraja yang berkunjung di kediaman saya di Rumah Seni Watuliandu tadi pagi menjelang siang.Dia bersama rombongan dua mobil dari Toraja menuju pulang setelah bersiarah kuburan orang tuanya di Kendari.Sepulang dari Kendari menuju ke Kolaka dia menyampaikan bahwa ia bersama rombongannya akan mampir sejenak di Kolaka sebelum melanjutkan perjalanan darat menuju Kolaka Utara, Malili dan Toraja.

Sekitar pukul 11.30 siang, dia bersama rombongan tiba di kediaman saya yang tidak begitu sulit dicari.Apalagi saya mengirimkan peta lokasi (Sharelok) lewat google map.Dua buah mobil terparkir di depan rumahku, saya menjemputnya masuk ke halaman rumah dengan sederhana dan tanpa basa-basi kami bertukar cerita masa lalu saat terakhir kami berdua membantu pertunjukan seni rupa instalasi Payung Duka karya Dicky Tjandra di pinggiran Sungai Saddang, Rantepao, Tanah Toraja pada Tahun 1998 hingga akhirnya berpisah sekian puluh tahun lamanya.Hari ini, kami dipertemukan kembali di Kolaka, ada kegembiraan yang tak dapat saya bayangkan.

Sahabat saya, Lukman ini kalau di Toraja di kenal luas sebagai seniman yang kini lagi mengembangkan kerajinan Batik Toraja, dan tentu saja di kalangan seniman di Sulawesi Selatan dan Barat namanya tidak asing.Tak heran jika tamu dari luar Toraja yang ingin melihat Toraja dengan pernak-pernik seni dan budayanya,pasti mencari alamat rumah sahabat saya ini untuk diajak menjadi pemandu ke tempat-tempat tujuan dari tamu yang berniat melihat kerajinan Toraja.Ia tetap konsisten dengan pengembangan kearifan lokal Tanah Toraja yang sudah terkenal ke manca negara.

Sebuah kebanggaan bagi saya, karena ia bersama keluarganya masih bisa berkunjung di kediaman saya di Kelurahan Watuliandu tanpa syarat dan sekali lagi dengan sederhana.Tak sempat kujamu makan siang, hanya es cendol dawet yang kebetulan mampir di jalan depan rumah.Pas lagi udara sedikit gerah dan tentu kuliner cendol sedikit bisa menghilangkan kelelahan di perjalanan dari Kendari-Kolaka.Satu dua orang yang menyempatkan mandi dan bertukar baju ganti dengan sederhana, karena terbatasnya kamar mandi.Begitulah rumah saya yang belum selesai di rehab berat tentu belum lengkap sarananya.Meski demikian saya tetap memberikan pelayanan yang terbaik untuknya.

Sekitar satu setengah jam, kami bersua di Kolaka.Ia memberi isyarat ke semua anggota keluarganya untuk berkemas-kemas untuk melanjutkan perjalananya menuju ke Kolaka Utara,Malili dan Toraja.

Saya tak bisa memberikan sesuatu yang bisa jadi tanda mata selain dua buah lukisan, tentu lukisan ini sebagai tanda persahabatan kami yang tak ternilai harganya.Dan lukisan itu saya serahkan dengan penuh apresiasi.Padahal lukisan tersebut sudah ada menawar untuk dikoleksinya.

Lukisan Puncak Wesalo sudah berpindah ke Toraja, saya melepasnya dengan penuh suka cita dan berharap menjadi bagian dari perjalanan seni lukis untuk Kabupaten Kolaka.Saya percaya bahwa setiap karya seni lukis itu selalu punya cerita dan nasibnya sendiri.Ketika ia berada di tangan pecinta seni atau penikmat,kurator dan sesama pekerja seni tentu akan dinilai sebagai tali batin yang tak pernah habis jadi narasi.

Begitulah saya menghargai sebuah pertalian sahabat tanpa syarat dengan sederhana saya menyerahkan setengah jiwa saya di lukisan itu.Selamat jalan sampai di Tojaja.Jika ada waktu dan kesempatan saya pun akan berkunjung menemui lukisanku yang terpajang di dinding rumahmu.

30.12.2019

#rumah seni watuliandu.
#sahabat tanpa syarat

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button