Berita Nasional

Bijak dalam Efisiensi Anggaran

Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 telah menargetkan pemangkasan anggaran hingga Rp 306,7 triliun. Perinciannya efisiensi belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan pemangkasan transfer ke daerah Rp 50,59 triliun.

Efisiensi anggaran melalui pemotongan belanja sekitar Rp 306,69 triliun itu mencakup sekitar 8,4% belanja APBN 2025. Beberapa kementerian dan lembaga mulai menerapkan strategi penghematan, seperti mengurangi perjalanan dinas, memindahkan rapat ke gedung kementerian sendiri, hingga meniadakan pengeluaran untuk acara seremoni dan percetakan yang dianggap tidak mendesak.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) misalnya, melakukan efisiensi anggaran dari Rp 33,5 triliun menjadi Rp 26,27 triliun tanpa memengaruhi program prioritas, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Indonesia Pintar (PIP). Di sektor infrastruktur, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memangkas anggaran dari Rp 81 triliun menjadi Rp 60,46 triliun dengan menghapus beberapa proyek pembangunan, termasuk pengendalian banjir, pengamanan pantai, serta proyek mitigasi lahar dan sedimen.

Presiden Prabowo Subianto menekankan efisiensi anggaran ini bertujuan untuk mengalihkan dana ke program prioritas, seperti makan bergizi gratis (MBG) dan perbaikan fasilitas pendidikan.

“Saya tegaskan kembali, hal-hal yang bersifat seremoni, upacara, merayakan ulang tahun, perayaan sejarah itu dirayakan secara sederhana. Perjalanan dinas saya kurangi, saya potong setengah. Dengan setengah, kita bisa menghemat Rp 20 triliun lebih. Dengan uang itu, berapa puluh ribu sekolah dan gedungnya yang bisa diperbaiki,” ungkap Prabowo saat sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, 22 Januari 2025.

“Saya mau menghemat uang. Uang itu untuk rakyat. Untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat. Saya ingin memperbaiki semua sekolah Indonesia,” kata Prabowo saat berpidato pada Kongres XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2025).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan efisiensi anggaran ini bertujuan menciptakan budaya kerja yang lebih produktif tanpa mengorbankan pelayanan publik. Bahkan, langkah ini diharapkan menjadi acuan dalam penyusunan RAPBN 2026 agar lebih efektif dan transparan.

“Saya rasa spiritnya adalah benar-benar untuk membangun budaya baru dalam bekerja. Pelayanan publik tidak boleh dikorbankan dan berbagai target juga tidak kita kurangi. Nanti sesudah usulan dari semua kementerian dan lembaga, kami akan memilah lagi supaya kepatuhan terhadap konstitusi tetap kita jaga,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (13/2/2025).

DPR mengingatkan agar pemangkasan anggaran dilakukan secara bijak untuk mencegah dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi.

“Presiden dan menkeu melakukan penyisiran terhadap program-program yang dianggap tidak efisien. Presiden memang punya kewenangan untuk melakukan perubahan angka (anggaran, Red) pada kementerian dan lembaga,” kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Wihadi Wiyanto.

Kualitas Pendidikan dan Kesehatan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti menegaskan meskipun kementeriannya mengalami pemangkasan anggaran, program prioritas pemerintah dalam bidang pendidikan akan tetap terlaksana. Saat ini anggaran Kemendikdasmen akan dialokasikan untuk program prioritas, seperti peningkatan pendidikan vokasi untuk menghasilkan lulusan siap kerja, akreditasi sekolah guna menjamin mutu pendidikan, serta pembangunan dan revitalisasi sekolah.

Abdul Mu’ti juga memastikan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk siswa SD, SMP, SMA, dan SMK tetap diberikan. Sementara itu, tunjangan bagi guru non-ASN baik di sekolah negeri maupun swasta juga tetap dipenuhi. Kemendikdasmen juga tetap akan melaksanakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sesuai jadwal.

“Langkah ini tetap memperhatikan keberlanjutan program pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik. Kami berkomitmen untuk terus menjaga mutu pendidikan nasional dan memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan haknya untuk belajar dengan baik,” ujar Abdul Mu’ti dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Rabu (12/2/2025).

Sementara itu, menyikapi anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengalami pemangkasan sebesar Rp 19,6 triliun, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/A/548/2025 yang mengatur pengendalian belanja. Dalam surat edaran itu, efisiensi anggaran Kemenkes, meliputi pembatasan penggunaan listrik, air, telepon, internet, serta pemeliharaan gedung dan kendaraan dinas, pemotongan biaya perjalanan dinas hingga 50%, hingga pengurangan anggaran untuk kegiatan seremonial.

“Untuk program-program yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, seperti cek kesehatan gratis (CKG), pengadaan obat, dan vaksin justru anggarannya akan disesuaikan agar bisa mencukupi kelancaran program,” kata Menkes Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, 5 Februari 2025.

Dalam kesempatan terpisah, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai sektor kesehatan dan pendidikan seharusnya menjadi sektor yang tidak mengalami pemangkasan anggaran. Pasalnya, pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi utama pembangunan nasional.

“Kita melihat sektor yang paling utama adalah pendidikan dan kesehatan. Seharusnya tidak perlu dikurangi, bahkan jika memungkinkan, harus ditambah,” ujar Nailul pekan lalu,

Ia menjelaskan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia sangat bergantung pada pendidikan dan kesehatan. Dengan investasi yang tepat di dua sektor ini, Indonesia dapat menghasilkan tenaga kerja yang berdaya saing global.

“Ketika pendidikan dan kesehatan kita baik, SDM kita akan semakin berkualitas dan siap bersaing di tingkat global. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tambahnya.

Anggaran Kemenkomdigi
Kementerian lainnya yang juga terdampak efisiensi anggaran ialah Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi). Berdasarkan keputusan Komisi I DPR, anggaran Kemenkomdigi pada 2025 mengalami pemangkasan sebesar Rp 3,83 triliun atau 49,57% dari pagu awal Rp 7,72 triliun. Dengan demikian, pagu akhir yang dapat dimanfaatkan hanya sebesar Rp 3,89 triliun.

Efisiensi anggaran juga dirasakan tiga mitra kerja Kemenkomdigi, yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Dewan Pers. KPI mengalami efisiensi anggaran dari pagu awal Rp 56,83 miliar menjadi Rp 34,73 miliar, anggaran KIP dipotong dari Rp 42,29 miliar menjadi Rp 25,24 miliar, sedangkan Dewan Pers mengalami pemangkasan Rp 16,4 miliar, yakni dari Rp 40,7 miliar menjadi Rp 24,25 miliar.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkomdigi, Ismail, dalam rapat kerja antara Kemenkomdigi, KPI, KIP, serta Dewan Pers dengan Komisi I DPR, Kamis (13/2/2025), menyampaikan reprioritas program akan difokuskan pada penyediaan layanan publik yang lebih optimal.

Menurut Ismail, program yang tetap menjadi prioritas Kemenkomdigi, antara lain penyediaan infrastruktur telekomunikasi, termasuk pembangunan base transceiver station (BTS) 4G, akses internet, jaringan kabel optik Palapa Ring, serta operasional Satelit Republik Indonesia-1 (Satria-1). Selain itu, program prioritas lainnya, yakni pengelolaan spektrum frekuensi radio, orbit satelit, dan pengendalian konten negatif guna menjaga keamanan ruang digital.

Efisiensi anggaran berdampak pada program pelatihan dan sertifikasi jurnalis. Menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, jumlah wartawan yang dapat mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) pada 2025 akan turun drastis. Jika pada 2024 terdapat 1.200 peserta UKW, tahun ini hanya tersisa 210 peserta.

Sementara itu, meski mengalami pemotongan anggaran, KPI menegaskan pengawasan terhadap televisi dan radio tetap akan dilakukan. Ketua KPI Ubaidillah Sadewa menyatakan pihaknya akan mengoptimalkan pengawasan langsung serta layanan aduan masyarakat guna memastikan konten penyiaran tetap sesuai regulasi.

Ganggu Pertumbuhan Ekonomi
Efisiensi anggaran terhadap belanja pemerintah juga dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini mengancam target pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Pasalnya, selama 10 tahun terakhir, sejak 2015, kontribusi konsumsi pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) rata-rata mencapai sekitar 8%. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap pada 2024, porsi belanja pemerintah mencapai Rp 956,6 triliun atau 7,4% terhadap PDB.

Berdasarkan penelitian Celios, pemangkasan belanja negara berisiko menurunkan pertumbuhan ekonomi ke kisaran 4,7% hingga 4,9%. Hal itu diperparah oleh krisis padat karya, melemahnya daya beli masyarakat, serta tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia.

Peneliti Celios, Bakhrul Fikri menilai kebijakan efisiensi anggaran harus dikaji lebih mendalam agar tidak berdampak negatif terhadap layanan publik dan infrastruktur dasar.

“Jika pemangkasan ini justru menghambat pembangunan jalan, irigasi, jembatan, puskesmas, hingga sekolah, maka kebijakan ini bisa menjadi bencana bagi perekonomian, kualitas pendidikan, dan kesehatan masyarakat, baik di tingkat daerah maupun nasional,” ujarnya.

Sementara itu, peneliti dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Eliza Mardian, menilai langkah efisiensi belanja negara merupakan respons logis terhadap tekanan fiskal yang meningkat. Menurutnya, pemerintah berupaya menekan defisit anggaran tanpa harus menaikkan pajak yang dapat mengurangi daya beli masyarakat.

“Batalnya kenaikan PPN 12% menyebabkan berkurangnya pendapatan negara, sementara belanja negara justru meningkat. Apalagi, banyak program prioritas yang membutuhkan dana besar, seperti makan bergizi gratis,” kata Eliza.

Namun, ia mengingatkan efisiensi anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menghambat pencapaian target pembangunan nasional, termasuk yang sudah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

“Jika pemotongan anggaran dilakukan di sektor produktif, hal ini bisa mengganggu capaian output pembangunan yang telah ditargetkan,” tegasnya.

Sektor Pariwisata
Efisiensi anggaran berimbas besar pada sektor perhotelan dan restoran. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebut para pelaku hotel dan restoran berpotensi kehilangan sekitar 40% dari pangsa pasar mereka akibat pemangkasan perjalanan dinas dan kegiatan pemerintah.

Pemangkasan anggaran ini juga berimbas pada seluruh rantai pasokan, termasuk UMKM penyedia makanan dan minuman, serta pendapatan asli daerah (PAD).

“Hampir di seluruh wilayah Indonesia, sektor hotel dan restoran masuk dalam lima besar penyumbang pajak dan PAD. Bahkan, di beberapa daerah, sektor ini berada di tiga besar. Jadi, dampaknya sangat besar,” jelasnya.

Hariyadi menilai efisiensi anggaran ini bisa menjadi kontradiktif karena menghilangkan stimulus ekonomi yang seharusnya diberikan kepada sektor-sektor strategis, termasuk pariwisata. PHRI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini agar sektor pariwisata tidak semakin terpuruk.

“Jika program-program yang terbukti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi justru dipangkas, maka efek domino yang ditimbulkan bisa sangat besar. Jangan hanya melihat sektor ini sebagai biaya, tetapi pahami bahwa ini juga merupakan stimulus ekonomi bagi daerah,” tegasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Budijanto Ardiansyah menyoroti kondisi sektor pariwisata swasta yang saat ini sedang lesu.

“Tahun lalu, Indonesia sempat mengalami deflasi, yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Jika sektor swasta lemah dan pemerintah memangkas anggarannya, saya khawatir perekonomian akan stagnan,” ujarnya.

Ia menekankan belanja pemerintah berperan penting dalam mendongkrak perekonomian, termasuk di sektor pariwisata. Jika swasta tidak memiliki anggaran dan pemerintah juga tidak berbelanja, maka stagnasi ekonomi sulit dihindari.

“Pemangkasan anggaran ini pasti berdampak besar pada sektor jasa perjalanan wisata yang saat ini menjadi salah satu penopang ekonomi nasional. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan ini agar tidak menghambat pertumbuhan pariwisata dan perekonomian nasional,” pungkasnya. (bsnn)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button