Kasus Dugaan Pemerasan TKA di Kemenaker Terjadi sejak 2012

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan praktik dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) sudah terjadi sejak 2012 lalu.
Hal itu berarti, praktik pemerasan TKA sudah terjadi saat Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin menjabat menteri ketenagakerjaan.
“Praktik ini (pemerasan TKA) bukan dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan terungkap praktik ini sudah berlangsung sejak 2012,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
Budi mengatakan, KPK bakal menerapkan pasal berlapis dalam mengusut kasus pemerasan TKA di Kemenaker, yakni pasal gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pasalnya, kasus dugaan pemerasan ini dilakukan secara berjenjang dan sudah terjadi sejak 2012.
“Terkait pasal yang mungkin nanti diterapkan akan kita kembangkan ke tindak pidana pencucian uang karena praktik ini sudah berlangsung sejak 2012. Dengan ini kami akan lebih mudah apabila nanti kita melakukan asset recovery melalui TPPU terhadap para oknum yang melaksanakan praktik pemerasan di Kemenaker,” jelas Budi.
Diketahui, Cak Imin menjabat sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi pada periode 2009-2014 atau masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah Cak Imin, posisi menaker dijabat Hanif Dhakiri pada periode 2014-2019 atau masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Setelah Hanif Dhakiri, menaker periode 2019-2024 dijabat Ida Fauziyah. Sementara saat ini posisi menaker dijabat Yassierli sejak Oktober 2024.
KPK sebelumnya telah resmi mengumumkan delapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan penggunaan TKA senilai Rp 53 miliar di Kemenaker. Delapan tersangka ini diumumkan oleh pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
“Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara yaitu para tenaga kerja asing ini apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja mereka akan meminta izin berupa RPTKA. Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA,” kata Budi. (bsnn)