Dari Potensi Cuan hingga Jam Kerja Fleksibel: 5 Keuntungan Menjadi Nelayan

Nelayan asal pesisir Cilacap, Jawa Tengah, Amin, hanya pasrah melihat kapalnya yang dulu menjadi sumber mata pencaharian keluarga, terabaikan begitu saja.
Anak laki-lakinya, yang seharusnya melanjutkan usaha melaut keluarga, memilih menjadi pengemudi ojek online di kota.
Cerita yang saya dapatkan langsung dari lapangan ini merupakan gambaran fenomena yang semakin meluas di banyak pesisir Indonesia. Generasi muda semakin enggan mencari nafkah di laut sekalipun berasal dari keluarga nelayan.

Menurut survei, Generasi Z (Gen Z) kini memilih pekerjaan yang dianggap lebih modern dan bergengsi seperti di sektor teknologi, layanan digital, dan ekonomi kreatif.
Mereka tidak tertarik dengan pekerjaan yang dianggap berat, tidak pasti, dan kurang menjanjikan, termasuk menjadi nelayan. Persepsi sosial yang melekat pada profesi nelayan umumnya adalah pekerjaan kasar, berisiko, dan kurang bergengsi, ditambah lagi penghasilan yang tak seberapa dan tak stabil.
1. Ritme kerja yang fleksibel
Jika zaman sekarang kaum muda mendambakan pekerjaan yang memberikan fleksibilitas waktu kerja, menjadi nelayan bisa jadi salah satu pilihan.
Berbeda dengan pekerjaan formal di kota yang mayoritas terikat jam kerja, jika menjadi nelayan, kita bisa mengatur ritme kerja sendiri. Nelayan bisa menentukan kapan melaut, lokasi melaut, hingga bagaimana menjual hasil tangkapan.
Saat ini pun ada sejumlah platform digital untuk pemasaran atau bahkan bisa menjalankan cloud fishing—kerja sama melaut yang dikoordinasikan lewat aplikasi. Ini memudahkan nelayan untuk menjual langsung ke konsumen (direct-to-consumer).
2. Penghasilan yang kompetitif dan berkelanjutan
Jika ada asumsi umum bahwa penghasilan nelayan itu kecil, itu tidak selalu benar. Secara ekonomi, sektor perikanan masih memiliki potensi yang besar.
Seorang nelayan yang terampil bisa menghasilkan lebih dari Rp500 ribu per hari di musim puncak. Jika dihitung, penghasilan nelayan bisa melebihi gaji UMR pekerjaan urban.
Dengan strategi penangkapan yang efisien, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, serta akses langsung ke pasar, seorang nelayan dapat memperoleh penghasilan harian atau mingguan yang stabil dan layak.
Sebagai contoh, nelayan yang menangkap cumi atau lobster dengan teknik selektif dan menjual langsung ke eksporter bisa memperoleh penghasilan bersih harian antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Dalam sistem koperasi atau komunitas. Mereka juga bisa memperoleh tambahan dari pembagian hasil, akses modal, dan jaminan sosial.Dengan pengelolaan keuangan yang baik dan diversifikasi usaha (seperti pengolahan, wisata bahari, atau edukasi konservasi), profesi nelayan bisa menjadi jalan ekonomi yang menjanjikan bagi kaum muda.
3. Peluang inovasi teknologi
Teknologi telah mengubah wajah sektor perikanan. Dari GPS dan sonar pencari ikan, aplikasi cuaca maritim, hingga sistem lelang digital berbasis blockchain, kaum muda memiliki peluang besar untuk mengembangkan ekosistem teknologi maritim. Misalnya dengan mendirikan startup berbasis teknologi yang dapat menghubungkan nelayan tradisional dengan pasar global melalui platform digital.
Dengan sistem terintegrasi mulai dari pencatatan hasil tangkapan, pelacakan rantai pasok, hingga akses ke pembeli internasional, kehadiran start-up mampu membantu ribuan nelayan meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan.
4. Akses pasar global terbuka luas
Pasar ekspor untuk produk perikanan Indonesia terus tumbuh. Komoditas seperti tuna, udang, dan kepiting memiliki permintaan tinggi dari negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Namun, pasar ini menuntut kepatuhan terhadap standar mutu, keberlanjutan, dan sistem ketertelusuran.
Kaum muda yang melek digital dan regulasi global memiliki keunggulan untuk memenuhi tuntutan pasar ini. Tidak sedikit nelayan muda yang kini melakukan ekspor skala kecil secara mandiri melalui jalur legal dengan dukungan koperasi atau asosiasi. Mereka tidak hanya menjual ikan, tetapi juga menjual cerita, nilai keberlanjutan, dan kualitas produk yang terstandar.
5. Peran strategis dalam konservasi dan keberlanjutan
Laut Indonesia tengah menghadapi tekanan besar, mulai dari penangkapan berlebih (overfishing), perubahan iklim, dan praktik ilegal (IUU fishing). Menjadi nelayan hari ini bukan hanya soal menangkap ikan, tetapi juga menjaga ekosistem laut agar tetap lestari.
Kaum muda yang terjun sebagai nelayan—dengan pemahaman terhadap konservasi, regulasi, dan teknologi—bisa menjadi agen penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya hayati laut.
Mengajak yang muda menjadi nelayan
Memang, untuk bisa menarik minat kaum muda untuk mau menjadi nelayan, pemerintah perlu memperkuat kebijakan afirmatif. Program pelatihan berbasis kompetensi, inkubasi usaha perikanan berbasis teknologi, serta penguatan koperasi nelayan muda bisa menjadi solusi awal.
Pemerintah juga perlu meningkatkan akses teknologi. Misalnya dengan menyediakan akses yang lebih luas kepada nelayan di daerah pesisir terhadap internet dan alat digital. Ini membuka peluang untuk mengakses pasar global dan meningkatkan efisiensi operasional mereka.