Kerugian dari Kejahatan Siber Naik Jadi USS10,2 Miliar pada 2022
OJK Harus Makin Cermat

Keamanan data masih menjadi tantangan transaksi keuangan digital yang saat ini tumbuh pesat di Indonesia. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus makin cermat cermat dalam melakukan pengaturan maupun pengawasan, serta melaksanakan sosialisasi dan literasi secara masif.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari, mengungkapkan ancaman kejahatan siber seperti peretasan, pencurian identitas, atau penipuan online menjadi risiko yang dihadapi oleh pengguna dan penyedia layanan keuangan digital.
“Kami memiliki portal untuk menerima aduan dari masyarakat. Dari laporan tersebut, banyak sekali aduan terkait keamanan data dan privasi data dari konsumen yang disalahgunakan,” kata Friderica dalam webinar Nasional Seri-2 bertajuk Perlindungan Konsumen terhadap Kejahatan Keuangan Digital, di Jakarta, Senin (12/6).
Berdasarkan laporan kejahatan siber secara global, kerugian dari kejahatan siber meningkat signifikan menjadi 10,2 miliar dollar AS pada 2022 dari 6,9 miliar dollar AS pada 2021. Tim Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat turut menyampaikan kejahatan siber kini sudah menjadi fokus perhatian dari regulator global.
Dari domestik, Friderica menyebutkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 700 juta serangan siber terjadi di Indonesia pada 2022. Serangan siber yang mendominasi yaitu ransomware atau malware dengan modus meminta tebusan, dan lain-lain.
Selain keamanan data, dia mengatakan tantangan lain transaksi keuangan digital di Indonesia, yaitu literasi keuangan dan literasi digital masyarakat yang belum merata. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022 melaporkan tingkat literasi keuangan masyarakat hanya 49,6 persen, lebih rendah dari tingkat inklusi keuangan yang mencapai 85 persen. Begitu pula dengan rendahnya literasi digital yang baru mencapai 41,48 persen.
Sosialisasi Masif
Pada kesempatan sama, Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta. Yan Partawidjaja mengatakan perkembangan teknologi keuangan yang sangat pesat saat ini membuat regulator makin cermat dalam melakukan pengaturan maupun pengawasan, serta melaksanakan sosialisasi dan literasi secara masif. Hal itu untuk menjaga kepercayaan dan melindungi masyarakat dari kemungkinan penyalahgunaan atau tipuan dan tindak kejahatan lainnya yang dilakukan oleh berbagai pihak tak bertanggung jawab.