Berita Nasional

Elektabilitas Ganjar di Puncak Tapi Mengapa Tak Banyak Partai Parlemen Merapat ke PDIP?

Jakarta- Baru-baru ini lembaga survei Populi mempublikasikan hasil survei elektabilitas dari calon Presiden RI atau Capres yang akan berlomba di Pilpres 2024. Dengan nama capres dari koalisi partai PDIP Ganjar Pranowo yang berhasil menduduki posisi puncak dan ini bukan kali pertamanya Gubernur Jawa Tengah itu berada di peringkat pertama survei. Mengingat berbagai lembaga survei beberapa waktu terakhir merilis hasil yang serupa. Namun walau selalu berada di puncak, mengapa masih belum banyak partai yang merapat ke PDIP untuk memenangkan Ganjar?

Pertanyaan ini sebenarnya sudah menyeruak di momentum puncak acara Bulan Bung Karno di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta pada akhir pekan kemarin. Pasalnya, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri sempat memberikan pidatonya yang disinyalir menargetkan partai-partai koalisi Pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. Di mana ketiga partai yang “dicolek” oleh putri dari Bung Karno itu adalah Golkar, Pan, dan PKB yang tampaknya belum menentukan sikap untuk merapat ke PDIP.

“Kalau di sini ada tiga itu yang saya bilang ya, katakan lagi ‘mikir-mikir dulu dah’, tuh bapak-bapak kan diketawain. Loh bener, tapi ya saya bilang ndak apa-apa, mau ikut boleh, ndak ikut ya ndak apa-apa. Betul nggak? ujar Megawati dalam pidatonya di GBK, Jakarta Pusat (24/6/2023) lalu.

Melihat fenomena ini, Direktur PoliEco Digital Insight Institute Anthony Leong angkat bicara. Menurutnya, sebenarnya terdapat dua alasan mengapa masih belum banyak partai yang ikut mendukung pemenengan Ganjar Pranowo. Dengan alasan pertamanya bisa ditarik benang merah ke dalam upaya perebutan tiket sebagai calon wakil presiden alias cawapres.

“Masih saling menunggu dan saling intip. Dan juga tiket cawapres karena baik Golkar, PKB maupun PAN punya calon masing-masing yakni Airlangga Hartarto yang disodorkan Golkar, Muhaimin Iskandar disodorkan PKB dan Erick Thohir yang disodorkan PAN. ,” ujar Anthony di Jakarta Senin Pekan lalu.

Pakar Komunikasi ini melanjutkan, terkait cawapres ini banyak partai koalisi pemerintah yang melihat mereka memiliki potensi yang kecil untuk calonnya benar-benar bisa disandingkan dengan Ganjar Pranowo. Mengingat dari sisi track record, PDIP sebenarnya kerap menyandingkan capres yang diusungnya dengan sosok yang dipandang sebagai karakter Islam moderat sehingga bisa menjadi penyeimbang dari ideologi nasionalis yang digaungkan partai berlambang banteng tersebut. Dari sinilah mengapa tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) berpotensi besar ditunjuk sebagai cawapres Ganjar Pranowo.

“Faktor penting yang jadi variabel utama lain adalah PDIP sendiri cenderung ingin yang jadi Cawapres Ganjar adalah Tokoh NU Sepuh atau Senior, sehingga tidak seperti “memelihara” anak macan bagi Pilpres berikutnya di 2029,” sambungnya.

Anthony menambahkan, alasan kedua mengapa tiga partai koalisi pemerintah masih belum merapat ke PDIP berhubungan dengan sosok Presiden Jokowi itu sendiri. Dengan Jokowi sebagai kader partai PDIP menunjukkan bahwa ia mendukung Ganjar Pranowo. Tapi di sisi lain, Jokowi sebagai presiden malah memperlihatkan indikasi kedekatan serta mendukung Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto untuk melenggang di Pilpres 2024 sehingga tak heran bila ada sejumlah elemen pendukung Jokowi di Pilpres 2014-2019 malah akhirnya memberikan dukungannya ke Prabowo juga.

Kondisi “galau” dari Jokowi inilah yang menurut Anthony juga memegang kunci terhadap arah peta koalisi saat ini.

“Jokowi selama ini terkesan masih mendua terkait arah dukungan Capres. Ini juga yang akan menentukan kemana konfigurasi suara Golkar, PKB dan PAN yang merupakan Parpol koalisi pendukung pemerintah,” pungkasnya. (bsnn)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button