Ramai Film Dirty Vote, Yusril: Bisa Jadi Film itu Menjadi Propaganda yang Kotor

Film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang menyorot isu kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi perbincangan hangat di berbagai media dan di ruang publik.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, memberikan komentarnya bahwa film ini menarik karena disiarkan beberapa menjelang Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan besok hari 14 Februari 2024.
“Saya sebenarnya tidak hanya menyimak film ini, tapi menyimak juga berbagai tanggapan dan komentar yang diberikan oleh para pengamat, ya bahkan ada yang mengatakan ini Dirty Vote tapi bisa juga versus Dirty Propaganda, jadi satu judul film yang mengatakan ada pemilu yang kotor, tapi bisa juga propaganda yang kotor terhadap pihak-pihak tertentu yang berasa di posisi seberang dari pihak yang membuat film ini,” ujar Yusril.
Yusril mengakui sering terlibat dalam berbagai pembuatan film, baik film dokumenter, film action, film serial ataupun film layar lebar. Film ini anggap Yusril tidak bisa dibilang sebagai film dokumenter karena menayangkan berbagai pemberitaan media dan kemudian tiga pakar memberikan pendapatnya.
“Ketiga pakar tersebut mengomentari berbagai hal yang terjadi dari berbagai pemberitaan dan kemudian mereka memberikan pendapat, ya pendapat itu bisa ditafsirkan oleh banyak orang adanya kemungkinan kecurangan Pemilu 2024,” ujar Yusril.
Yusril juga menjelaskan bahwa film ini awalnya munculnya Presiden dan Ibu Negara tentang anak-anaknya yang apakah akan terjun ke politik atau tidak, “Saya melihat itu sebenarnya normal saja, bisa juga kita katakan politik itu dinamis, mungkin satu ketika anak presiden belum tertarik pada dunia politik, tapi sekarang bisa saja berubah dan tertarik masuk ke dalam dunia politik,” kata Yusril.
Ada beberapa isu yang diangkat dalam film ini, seperti ketidaknetralan penyelenggara pemilu dan pejabat negara dalam pelaksanaan pemilu walaupun itu tidak hanya spesifik ditujukan kepada salah satu pasangan capres Prabowo-Gibran, walaupun porsinya di film tersebut porsinya lebih besar kepada beliau berdua dibanding proporsi pasangan Ganjar-Mahfud.
“Bahkan lebih sedikit sekali tayangan pasangan Anies-Muhaimin, sehingga wajar saja, orang bertanya-tanya, ini film sponsornya siapa, membawa pesan paslon tertentu atau tidak,” tegas Yusril.
“Tayangan film ini kita hormati, sebagai kebebasan berekspresi, orang berbeda pendapat itu normal saja, kalau tiga orang akademisi yang muncul dalam tayangan itu mengkritisi pemilu, toh orang juga bisa mengkritisi terhadap pandangan yang mereka sampaikan,” jelas Yusril.
Selain itu, Yusril meyakini perbedaan-perbedaan pendapat itulah membuat kita lebih bijaksana untuk melihat perkembangan Pemilu 2024 yang akan datang ini.
“Semoga masyarakat luas berpikir jernih dan objektif dan menilai bahwa pemilu tidak akan 100% ideal seperti yang kita harapkan, kemungkinan kekurangan di sana sini itu akan terjadi, itu tidak dapat kita hindari. Tapi paling penting adalah pemilu yang benar-benar jujur dan adil seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dan UU Pemilu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,” tutup Yusril. (bsnn)