Franchise Alfamidi, Success Ratio Mencapai 97%

Tampil dengan konsep supermarket mini yang compact, Alfamidi terus bergerak mendekati konsumen dan berkembang hingga 1400-an gerai. Akselerasi bisnis pun ditawarkan kepada mitra dengan sistem franchise sebagai alternatif usaha yang profitable. Ditaksir, success ratio franchise Alfamidi mencapai 97%.
Toko Alfamidi diciptakan sebagai supermarket mini (compact) untuk menyesuaikan perubahan belanja konsumen dari belanja bulanan menjadi belanja mingguan yang hadir lebih dekat dengan konsumen dan menempati luas area penjualan antara 200 hingga 400 meter persegi. Keunikan gerainya dibandingkan gerai minimarket lain adalah menyediakan produk fresh food (buah, sayur, daging olahan dan makanan beku) yang dibutuhkan masyarakat. Karakteristik outletnya lebih besar dari minimarket namun lebih kecil dari ukuran supermarket.
Di bawah bendera PT Midi Utama Indonesia Tbk (MUI), brand Alfamidi besutan Keluarga Djoko Susanto yang lama berkecimpung di bisnis ritel ini merupakan salah satu brand jaringan ritel yang mudah dijangkau masyarakat luas karena lokasinya yang mendekati pemukiman. Sampai akhir 2018 jumlah gerai perseroan mencapai 1.440 gerai, yang terdiri dari 1392 gerai, Minimarket Alfamidi (regular), 14 gerai Alfamidi Super (supermarket) dan 34 gerai franchise yang tersebar di beberapa pulau di Indonesia.
Sejak 2010 Alfamidi melakukan akselerasi bisnis dengan menawarkan konsep franchise (waralaba). Menurut Tubagus Achmad Malucky, GM Franchise PT Midi Utama Indonesia Tbk (MUI), pertumbuhan bisnis waralaba Indonesia 2017-2018 secara nasional mungkin tak lebih di angka 10%. Pertimbangannya, masih ada beberapa potensi investasi yang masih feasible untuk dikembangkan.
Yang jelas, lanjutnya, konsep kerjasama waralaba makanan dan minuman (food and beverage) termasuk kriteria FMCG -fast moving consumer goods— hingga saat ini yang paling laris dan boleh jadi tak ada matinya. Masih besar peluang bagi kategori produk makanan dan minuman untuk dikembangkan dengan sistem waralaba. Demikian halnya dengan ritel yang menjual kebutuhan sehari-hari. “Pertumbuhan Alfamidi untuk kerjasama sistem franchise berkisar 10 – 15 persen dalam satu tahun terakhir ini,” kata Lucky kepada pelakubisnis.com awal Maret lalu. Dari persentase pertumbuhannya boleh jadi lebih besar dari pertumbuhan bisnis franchise itu
sendiri yang tak sampai 10%.
“Investasi untuk ritel minimarket, khususnya Alfamidi (regular-Red) memang relatif jauh lebih tinggi. Termasuk luas lokasi yang diperlukan dan potensi lokasinya. Minimal luas tanah yang diperlukan satu Minimarket Alfamidi 400 m2 atau setara dengan rata-rata luas tiga sampai empat unit ruko,”paparnya.
Dan, di tahun 2019 toko Minimarket Alfamidi bertambah dua gerai lagi menjadi 36 gerai yang sudah diwaralabakan. “Di kuartal pertama tahun ini kami sedang menyiapkan pembukaan gerai franchise yang baru,”terang Lucky.
Alumni Universitas Trisakti Jakarta ini menambahkan, Alfamidi dalam perspektif waralaba, sangat konsen terhadap calon mitra waralaba yang akan bergabung. Misalnya dalam menilai potensi lokasi yang akan dijadikan toko untuk mengukur segmen pasar dari lingkungan di toko tersebut. Faktor ini sangat mempengaruhi total investasi yang harus ditanamkan. “Investasi itu harus diukur dengan studi kelayakan bisnisnya. Untuk mencapai itu semua, kita
harus kerjasama dengan mitra waralaba yang mempunyai kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan tersebut,” katanya.
Boleh jadi konsep waralaba Alfamidi berbeda dengan minimarket pada umumnya. Investasi Alfamidi lebih besar karena luas toko lebih besar dan selalu diukur potensi lokasi sesuai target yang ingin dicapai. Karakteristik target lokasi yang pas bagi Alfamidi adalah lokasi-lokasi yang berdekatan dengan kontong-kantong pemukiman penduduk. Didukung dengan traffic (lalu lintas) yang cukup ramai. “Kami juga mengamati keberadaan kompetitor di lokasi sampai dengan market share-nya, ketika menentukan lokasi yang akan disurvei. Kita lihat, bagaimana
jumlah rasio antara minimarket sejenis dengan jumlah penduduk yang ada di sekitar lokasi tersebut, apakah sudah tercukupi?,” Lucky serius.
Yang jelas saat ini bisnis waralaba ritel minimarket terus tumbuh di wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi) dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Baik dari segi jumlah penduduk, pendapatan perkapita, buying power dan sebagainya. “Prospek ke depannya masih menjadi penilaian bagi kami untuk melihat potensi di kemudian hari,” jelas Lucky yang sempat menempati posisi Location Manager dan SME PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (SAT) ini.
Memang untuk mencari lokasi yang ideal untuk sekarang ini, diakui Lucky tidaklah mudah. Tapi berdasarkan pertimbangan prospek bisnis, pemilihan lokasi ini menjadi penilaian apakah suatu lokasi potensial atau tidak.
Pihaknya yakin bisnis ritel di kategori compact supermarket masih besar peluangnya untuk berkembang. Untuk itu MUI menawarkan kerjasama kemitraan dengan sistem waralaba. Mengajak lebih banyak orang menjalani bisnis ini.
Adapun syarat untuk menjadi mitra waralaba Alfamidi, investasi yang dibutuhkan, di luar property, renovasi, dan perijinan sekitar Rp750 -950 juta. Di mana di dalamnya sudah termasuk franchise fee sebesar Rp75 juta, perlengkapan peralatan standar toko dan sarana-sarana mendukung kegiatan pada saat grand opening.
Lebih lanjut ditambahkan, sebaiknya calon mitra waralaba adalah yang sudah memiliki tempat atau akan membeli lahan yang akan digunakan sebagai tempat usaha. Dalam hal inj, sebelum membeli tempat untuk lokasi gerai Alfamidi, pihak MUI akan membantu merekomendasikan kegiatan surveinya. “Kenapa lokasi itu harus dimiliki atau menjadi milik sendiri? Karena perjanjian kerjasama franchise Alfamidi berlaku untuk 10 tahun ke depan. “Pihak kami tidak ingin ada resiko. Bila menyewa tempat, biasanya terkendala dengan masalah perpanjangan sewa toko di kemudian hari dan akhirnya nanti muncul ketidakpastian,”jelas Lucky yang telah bergabung dengan jaringan bisnis ritel SAT sejak 2001.
Dalam hitungan MUI, kerjasama dengan masa kontrak selama 10 tahun itu adalah waktu yang cukup untuk memperoleh break even point (BEP). Dimana, lanjutnya, berdasarkan pengalaman, BEP dapat tercapai dalam jangka waktu maksimum lima tahun.”Kami akan merekomendasikan apakah usaha dilokasi tersebut layak atau tidak. Berdasarkan pengalaman, BEP dapat tercapai kurang dari lima tahun,” urainya. Ini merupakan perhitungan awal. Disarankan mitra waralaba yang sudah mempunyai asset property, sehingga untuk memaksimalkan potensi asset yang dimiliki dan bagaimana menjalankan usahanya. Dan sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini, salah satu pilihannya adalah franchise minimarket.
Lucky mengatakan, yang membedakan franchise Alfamidi dibandingkan yang lain, diantaranya dilihat dari financial atau profitability. Alfamidi diharapkan banyak memberikan kontribusi keuntungan dari item produk yang laku terjual. Salah satu item produk yang menjadi pembeda dengan minimarket lainnya, yaitu dari item fresh product. Kemudian tempat-tempat yang idle yang berada di dalam atau di luar toko Alfamidi bisa dikomersialkan, sehingga akan mendapat pendapatan tambahan mitra waralaba. Selain itu, akan meningkatkan traffic yang diharapkan datang ke toko tersebut dengan dukungan mix tenant yang ada di Alfamidi itu.
Namun demikian, di tahun politik saat ini, diakui Malucky, memang ada impact, tapi tidak signifikan. Sebab, bila dilihat dari progress masih tetap berjalan. Calon investor yang tertarik investasi di Alfamidi masih intens bertanya. Misalnya pengajuan usulan lokasi dan sebagainya. Ini menunjukkan masih tingginya minat investor untuk menjadi mitra waralaba Alfamidi.
Target tahun ini dipatok 20 mitra waralaba.”Saya optimis mencapai target itu di tahun 2019,” lanjutnya. Sementara tahun lalu berhasil menggaet 10 investor menjadi mitra waralaba Alfamidi, dari target yang ditetapkan manajemen 12 investor.
Kalau dihitung nilai investasi yang dikucurkan investor bisa mencapai Rp4 – 5 milyar. Dari tempat, misalnya, untuk tiga ruko saja nilainya bisa mencapai Rp4,5 milyar di daerah Jabotabek, dengan asumsi satu ruko harganya Rp1,5 milyar. Belum ditambah dengan Rp 750 – 950 juta, maka nilai investasinya Rp 5 milyar lebih.
Tapi bagaimana dengan prospeknya? “Kami tetap melihat celah pasar konsumen loyal yang datang ke Alfamidi dan di lokasi-lokasi yang segmen-nya pas dengan Alfamidi. Alfamidi selama ini mengejar bukan di segmen yang low, tapi lebih ke segmen-segmen menengah (B dan B plusred).
Kalau dilihat dari market, justru di segmen menengah ini lagi tumbuh,” tambah Lucky serius. Opportunity itu yang dilihat, sehingga tetap optimis berkembang.
Dan yang lebih penting lagi, jelas Lucky, bahwa bisnis franchise ini saling percaya dan saling menguntungkan. Dimana investor menginvestasikan sejumlah dananya ke industri ini, tentu memilih dengan pertimbangan terhadap pengelolaannya, manajemennya, supply barang dan merek yang dipercaya. Kalau ada kepemilikan property yang sudah ada oleh investor, maka manajemen Alfamidi akan bantu mengarahkan usahanya.
Walaupun lokasinya di daerah, tetap akan dibantu untuk bertumbuh. Karena MUI membuka banyak cabang Alfamidi yang memungkinkan franchisee akan mendapatkan pendampingan dari MUI selaku franchisor.
Sementara, menyoal masalah sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola toko, menurut Lucky bisa diusulkan pihak mitra waralaba atau bisa juga dari pihak Alfamidi yang menyediakan. “Yang penting semua itu harus memenuhi persyaratan dan ketentuan-ketentuan dalam hal tes, interview dan training. Mereka sama hak dan kewajibannya seperti toko-toko Alfamidi yang lainnya,”papar Lucky.
Selain itu, manajemen Alfamidi memiliki manajemen back up. Artinya toko ini tidak berjalan sendiri. Tetap fungsi control, fungsi-fungsi coaching, bahkan perencanaan sampai ke action plan akan dibantu mendampingi dengan metode manajemen back up. Dimana ada beberapa instruktur khusus yang akan mengendalikan operasional toko. Tim yang ada toko bertanggungjawab pada struktur di atasnya untuk menjalankan untuk menjalankan fungsi dan target yang diharapkan dari perjalanan operasional toko.
Selama ini menurut Lucky, target yang dicapai sesuai dengan harapan mitra waralaba, dari mulai toko buka sampai operasional, dimana tingkat kegagalannya sangat rendah sekali atau sekitar 3%. “Ya, ada yang gagal, tapi masih di bawah 3%. Artinya 97% mitra waralaba Alfamidi berhasil. Bahkan, boleh dikatakan sebagai alternatif usaha yang profitable,” terangnya mengakhiri percakapan. (bsnn)