Berita Nasional

Kejagung Ungkap Modus Kasus Korupsi Impor Gula 2015

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus kasus korupsi impor gula yang diduga melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (TTL). Pada tahun 2015, rapat koordinasi antar kementerian menyatakan bahwa Indonesia surplus gula, sehingga impor tidak diperlukan.

Namun, TTL tetap memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. Gula mentah ini diolah menjadi gula kristal putih (GKP) tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

“Bahwa tahun 2015 berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian tepatnya telah dilaksanakan pada tanggal 12 mei 2015. Telah disimpulkan bahwa indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak membutuhkan impor gula,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar dalam jumpa pers resmi di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (29/10) lalu.

Qohar menyatakan sesuai aturan, impor GKP seharusnya dilakukan oleh BUMN, bukan swasta. Selain itu, izin impor gula mentah ini tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait.

Kemudian November hingga Desember 2015, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, CS, mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta. Padahal, impor gula putih seharusnya dilakukan langsung oleh BUMN.

“Tersangka CS selaku direktur pengembangan bisnis PT PPI Perusahaan Perdagangan Indonesia memerintahkan staff senior manajer bahan pokok PT PPI atas nama T. Yakni, untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula,” ujarnya.

” Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya di impor gula kristal putih secara langsung. Dan yang dapat melakukan impor hanya BUMN,.”

Selain itu, lanjutnya, delapan perusahaan tersebut sebenarnya hanya diizinkan memproduksi gula rafinasi untuk industri makanan, minuman, dan farmasi. Namun, gula mentah yang mereka impor dijual ke masyarakat dengan harga Rp16 ribu per kilogram, melebihi HET Rp13 ribu.

“Selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut padahal nyatanya gula tersebut dijual perusahaan swasta. Yaitu 8 perusahaan tersebut ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dan tidak dilakukan operasi pasar,” ucapnya.

Ia menegaskan, PT PPI mendapat fee sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut. Akibat tindakan ini, negara merugi hingga Rp400 miliar.

“Bahwa dari pengadaan dan penjualan GKM yang telah diolah menjadi gula kristal putih tersebut. PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mgnimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 rupiah per kilogram,” ucapmya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button