
Sekarang kemudahan cukup tersedia untuk menyampaikan pesan kepada siapa saja, baik langsung maupun tidak langsung, kemajuan teknologi semakin memudahkan seperti mengucapkan selamat dan sukses dalam bentuk display/banner/player seperti ucapan hut kota Kendari.Zaman media cetak untuk berpartisipasi dalam bentuk ucapan iklan itu harus merogoh isi kantong, dan kebanyakan klien untuk pemasang iklan hanya mereka yang berkantong tebal atau sekelas perusahaan, instansi pemerintah.

Saat ini, tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk beriklan atau promosi usaha. Hanya modal handphone genggam dan sedikit skill disain memilih tipografi dan komposisi warna semua bisa jadi menarik dilihat dan tentu siap untuk disiarkan lewat beranda media sosial seperti facebook, tiktok, instagram dan snack video.Ditambah lagi banyak aplikasi untuk mendesain di internet mau yang pro atau amatiran alias gratis digunkan.
Dengan kemajuan dan kemudahan ini, tentunya menjadi ancaman bagi perusahaan media online berbasis website, dan berbayar hostingnya. Pemasukan dari iklan kian hari kian tergerus bahkan tak sedikit media online berbasis website harus gulung tikar karena tak kuat lagi bertahan menutup biaya operasional karyawannya. Itulah faktanya.
Sebagai pekerja media dan advertising di era kemajuan teknologi digital, semua harus tunduk dengan hukum alam semesta bahwa kemajuan berpikir manusia dengan kecerdasan buatan itu harus sejalan dengan kebutuhan manusia. Tidak ada pilihan selain ikut arus kemajuan itu atau memilih mati digilas teknologi. Jika istilah ketinggalan kereta itu masih lebih baik dari pada tergilas dan mampus.
Semoga catatan ini bisa menyadarkan kita untuk terus belajar dan memahami apa yang dibutuhkan manusia di era digital. Maka benarlah kata Alvin Toffler futurolog Amerika yang menulis mengenai revolusi digital, revolusi komunikasi, dan singularitas teknologi.Hari ini semua proyeksinya sudah di depan mata. (**)