Ekonomi &Bisnis

Saham Ini Diincar Investor, Padahal Mahal Banget! Ada apa?

Ada satu saham tambang nikel yang mencuri perhatian investor ritel akhir-akhir ini. Melesat hampir 90% selama awal 2023, kinerja saham tersebut mengalahkan emiten besar lainnya sehingga saat ini valuasinya tergolong mahal. Nama yang dimaksud adalah PT PAM Mineral Tbk (NICL).

Memiliki kapitalisasi pasar (market cap) cuman 3,90% (Rp2,84 triliun) dibandingkan dengan salah satu pemain utama tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang berkapitalisasi pasar sebesar Rp72,78 triliun, performa saham NICL memang luar biasa tahun ini. Saham INCO sendiri hanya menguat 3,17% secara year to date (YtD)

Sentimen pembukaan ekonomi (reopening) China, sang eksportir komoditas manufaktur terbesar, menjadi salah satu katalis kenaikan saham-saham nikel akhir-akhir ini. Walaupun memang, dampak lanjutan terhadap masing-masing emiten bisa bervariasi.

Pertanyaannya, bagaimana dengan valuasi NICL? Apakah harga sahamnya sudah jauh di atas nilai wajar perseroan?

Menggunakan dua metrik valuasi populer, price-to earnings ratio (PER) dan price-to book value (PBV), valuasi saham NICL sudah tergolong mahal (overvalued).

Secara historis, rasio PER NICL saat ini yang sebesar 25,11 kali sudah di atas rerata PER (14,51 kali) sejak emiten tersebut ‘manggung’ di bursa pada Juli 2021.

Selain itu, PER NICL juga berada di atas rata-rata industri 20,53 kali dan sejumlah pemain nikel utama lainnya (seperti INCO yang sebesar 21,28 kali).

Rasio PBV NICL (6,58 kali) juga sudah lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis (2,93 kali). Bahkan, angka tersebut lebih besar daripada rata-rata PBV industri yang hanya 1,89 kali. Apabila menggunakan rasio multiples tersebut, harga wajar saham NICL berada di rentang Rp108- Rp130/saham.

Sementara, berbicara soal rasio profitabilitas, NICL memiliki angka yang lebih besar, karena ukuran perusahaan yang lebih kecil dibandingkan peers.

Ambil contoh, rasio return on equity (ROE), yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba untuk pemegang saham, NICL sebesar 26,23%. Angka ini di atas INCO (9,67%), MDKA (9,08%), ANTM (15,52%) hingga TINS (21,44%).Rasio lainnya, return on assets (ROA) NICL (22,88%) juga melampaui pemain besar macam INCO (8,45%) sampai ANTM (10,36%).

Hanya saja, berbeda dengan nama-nama besar yang sudah lama di bursa dengan rekam jejak yang bisa dicek dengan lebih mudah, angka-angka keuangan NICL sulit untuk dibedah lantaran belum begitu lama menjadi perusahaan publik

Punya Dua Tambang

Mari berbicara sedikit soal bisnis PAM Mineral.

Didirikan sejak 2008, PAM bergerak di bidang pertambangan dan pengolahan biji nikel, baik secara langsung maupun lewat anak usahanya (PT Indrabakti Mustika/IBM), khususnya di segmen nikel ore.

Adapun dua pemegang saham utama NICL, PT PAM Metallindo (dengan kepemilikan 60%) dan PT Artha Perdana Investama 40,00%.

Perseroan saat ini punya 2 wilayah operasional, yakni di Desa Lameruru Kecamatan Langgikima Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dan Desa Laroenai Kecamatan Bungku Pesisir, Morowali, Sulawesi Tengah.

Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikelola PAM Mineral berada di Morowali dengan luas 198 hektare (Ha), dengan tanggal penetapan pada 17 Februari 2012 sampai 13 tahun (2025).

Sedangkan, anak usaha PAM Mineral, IBM, memiliki izin IUP di Konawe Utara dengan luas 576 Ha sejak Maret 2014 sampai 20 tahun (2034).

Area potensi nikel dari IUP PAM Mineral seluas 198 Ha sebagian besar sudah dilakukan eksplorasi. Dari area yang sudah dieksplorasi, seluas 47 Ha sudah tertambang. Area yang belum ditambang dari IUP Perseroan adalah seluas 120 Ha, yang sudah mulai produksi pada kuartal II tahun 2021.

Sementara, area potensi nikel dari IUP IBM seluas 576 Ha adalah ±450 Ha dimana area yang sudah tertambang dan terganggu seluas 59,49 Ha. Area yang belum ditambang dari IUP IBM adalah seluas 390,51 Ha.

PAM Mineral dan anak usaha memiliki jumlah resources sebesar 16,09 juta WMT dan reserve sebesar 8 juta WMT.

Pada 2023 sesuai Feasibility Study (studi kelayakan) PAM Mineral mempunyai target produksi 855.000 ton/tahun. Sedangkan, rencana Penjualan selama 2023 sebesar 810.000 Ton Ore Nikel dengan kadar 1.5 – 1,75% Ni.

Adapun, bijih nikel NICL dijual kepada pasar domestik, dimana konsumen-konsumen domestik Perseroan, meliputi PT Virtue Dragon, PT Indoferro, PT. Sulawesi Mining Investment (Tsing Shan Group), PT OSS and PT Gunbuster Nickel Indonesia.

Prospek Nikel dan Para Pemain Besar

Secara umum, prospek bisnis PAM Mineral bisa dibilang cerah lantaran menariknya masa depan nikel.

Semakin intensifnya perkembangan hulu-hilir industri nikel, bahkan adanya euforia industri baterai mobil listrik (EV), membuat komoditas nikel masih punya umur panjang.

Kabar raksasa mobil listrik asal Amerika Serikat (AS) Tesla yang akan membangun pabrik EV di RI juga menambah kabar baik untuk sektor ini.

Dalam jangka panjang, tingginya kebutuhan nikel terutama di industri manufaktur dan konstruksi juga menjadi katalis lainnya. Nikel digunakan sebagai salah satu bahan baku campuran dalam pembuatan baja anti karat (stainless steel) karena punya kemampuan menekan karat (korosi).

Menurut S&P Global, sekitar 70% produksi nikel dunia digunakan untuk pembuatan stainless steel. Sedangkan, sekitar 5% untuk komponen baterai.
Sementara, dalam jangka pendek, reopening China, sebagaimana disinggung di muka, bisa menjadi katalis positif untuk pasar nikel sebagai bahan campuran untuk memproduksi baja anti karat.

Indonesia sendiri, sebagai ‘gudangnya’ logam seperti nikel, tembaga hingga bauksit, memiliki keunggulan besar. Indonesia menjadi salah satu eksportir stainless steel terbesar, dengan nilai USD5,8 miliar per periode 11 bulan pertama 2022.

Sejumlah perusahaan China yang mulai membangun smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Indonesia semakin mengindikasikan keunggulan RI di bidang nikel saat ini.

Indonesia sendiri memiliki cadangan nikel terbesar di dunia (21 juta ton) atau setara dengan 22% dari total cadangan global. Jumlah yang setara dengan Australia (21 juta ton), tetapi lebih besar dibandingkan Rusia (7 juta ton), Filipina (5 juta ton) dan China (3 juta ton).

Adapun, berdasarkan model makro global Trading Economics, harga nikel berpotensi mencapai USD36.201/MT selama 12 bulan ke depan. Harga nikel sendiri saat ini mencapai USD27.053/MT.

Kabar baik di atas tentu menjadi angin segar untuk emiten-emiten nikel RI. Hanya saja, perlu dicatat, efek cerahnya prospek nikel bakal bergantung ke masing-masing perseroan.

Saham NICL, yang dihargai lebih tinggi dibandingkan nama-nama besar, tentu perlu diperhatikan. Apabila tidak ada story yang luar biasa ke depan, kenaikan harga saham NICL akhir-akhir ini barangkali hanya sebentuk spekulasi tanpa ditopang fundamental yang kokoh.

Valuasi premium untuk nama-nama seperti INCO yang memproduksi nikel jenis matte dan punya pangsa sekitar 20-an persen atau MDKA yang punya tambang tembaga dan emas serta berencana membawa anak usaha di bidang nikel (Merdeka Battery Materials) melantai di bursa mungkin bisa diterima.

Lantaran, misalnya, investor percaya perusahaan tersebut punya keunggulan (moat) yang lebih luas dan lebih dalam. Namun, untuk kasus NICL, investor perlu bertanya, apakah NICL punya keunggulan tertentu yang menjustifikasi valuasi yang premium atau tidak.

Apabila tidak, walaupun punya ROE tinggi, bisa jadi NICL memiliki jebakan value atau mungkin hanya cocok untuk trading. Karenanya, dengan valuasi yang mahal di atas, melepas saham NICL saat ini adalah pilihan yang bijak. (riset market)

 

 

 

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button