Opini

Menakar Greenflation; meramaikan ke”Sotta”kan di debat cawapres

Penulis : Sapril Ahmady

Tetiba istilah, istilah greenflation membuat teman nonton debatku satsetly membuka google dan mencari apa sih istilah itu. Setelah sebelumnya tidak puas saat kujawab pertanyaanya dengan google sekarang sudah jauh ketinggalan dengan chatGPT. Senyumku.

Setelah ia membuka google ia kemudian menimpaliku Bahwa greenflation itu berasal dari dua kata yaitu Green dan Inflation. Istilah “greenflation” berasal dari gabungan dua kata: “green,” yang merujuk pada inisiatif lingkungan atau keberlanjutan, dan “inflation,” yang merupakan istilah ekonomi untuk kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Kata ini muncul sebagai cara untuk menggambarkan fenomena di mana upaya untuk menjadi lebih ramah lingkungan, khususnya dalam transisi ke energi bersih dan teknologi berkelanjutan, dapat menyebabkan kenaikan harga. Kan itu sudah dijelaskan sama Anak muda peserta debat itu, kataku.

Di tengah gelombang perubahan iklim dan tekanan global untuk menurunkan emisi karbon, Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, menghadapi tantangan yang unik. Greenflation, fenomena di mana upaya lingkungan meningkatkan biaya barang dan jasa, menjadi topik yang semakin relevan di negeri ini.
Indonesia, yang katanya punya komitmen kuatnya terhadap energi terbarukan dan pengurangan emisi karbon, telah memulai transisi energinya. Pembangunan infrastruktur energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin, menjadi prioritas. Contohnya adalah proyek pembangkit listrik tenaga surya terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, yang merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Atau, pembangunan PLTB di dua kabupaten di Sulawesi Selatan. Atau, isu nikel itu, peningkatan permintaan global untuk bahan baku seperti nikel, yang kritikal untuk produksi baterai kendaraan listrik, juga dapat mempengaruhi harga lokal. Meskipun hilirisasi, kalau produk akhirnya itu bukan kita maka sebenarnya itu bukanlah dihilir. Seperti petanilah kasusnya, yang kebagian enam persen saja atau pedagang lokal yang kebagian limabelas persen saja. Hilirisasi itu harus betul betul hilir bukan cuma produsen intermediari atau produsen antara. Tentunya, Investasi awal untuk proyek semacam ini besar, dan biaya ini bisa tercermin dalam konteks tarif listrik yang lebih tinggi untuk konsumen pada tahap awal.

Ada satu hal yang terlupa dalam debat semalam, semoga bukan yang diingat gaya songong salah satu panelisnya, bahwa solusi yang mungkin untuk mengatasi greenflation ini adalah melalui desentralisasi energi. Pendekatan ini memungkinkan komunitas kecil, terutama di desa-desa, untuk mengembangkan dan mengelola sumber energi terbarukan mereka sendiri. Hal ini tidak hanya mengurangi biaya transmisi dan distribusi energi, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya mereka. Selain itu, desentralisasi energi mendukung inovasi lokal dan penyebaran risiko, serta meningkatkan keberlanjutan dan resiliensi komunitas terhadap perubahan iklim dan gangguan sistem energi.

Pemerintah Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mendukung inisiatif ini melalui penyediaan insentif, pendanaan, dan kerangka kerja hukum yang mendukung. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja juga penting untuk memastikan bahwa transisi energi ini inklusif dan menguntungkan semua lapisan masyarakat.

Secara keseluruhan, desentralisasi energi dapat menjadi strategi yang efektif dalam mengurangi dampak negatif dari greenflation dan secara simultan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam ekonomi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Ini cocok dengan konteks Indonesia, di mana pemberdayaan komunitas lokal dan penggunaan sumber energi terbarukan dapat membawa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan, sekaligus mempertahankan keberlanjutan jangka panjang.

Greenflation, tantangan yang muncul dari transisi ke energi bersih, dapat didekati secara strategis melalui desentralisasi energi di Indonesia. Sejalan dengan pembangunan infrastruktur energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin, langkah ini menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi kenaikan biaya awal yang terkait dengan
Desentralisasi energi memberikan berbagai manfaat. Ini mengurangi biaya transmisi dan distribusi, memungkinkan komunitas untuk memanfaatkan sumber daya lokal, dan mendukung inovasi pada tingkat komunitas. Komunitas yang diberdayakan dapat mengelola sumber energi mereka sendiri, menciptakan lapangan kerja, dan mengembangkan keterampilan dalam teknologi terbarukan. Selain itu, ini juga meningkatkan resiliensi dan keberlanjutan komunitas lokal, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan mendiversifikasi sumber energi.

Pemerintah Indonesia, mudahan-mudahan bukan si opa dan keponakan si paman itu yang terpilih, tentunya dapat memainkan peran penting dalam mendukung transisi ini. Dengan menyediakan insentif, pendanaan, dan kerangka kerja hukum yang mendukung, pemerintah dapat mendorong komunitas untuk mengadopsi dan mengembangkan proyek energi terbarukan mereka sendiri. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan juga penting untuk memastikan bahwa komunitas memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan teknologi ini. Desentralisasi energi bukan hanya solusi untuk mengurangi dampak greenflation, tetapi juga langkah penting menuju masa depan energi yang lebih berkelanjutan di Indonesia. Dengan pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi setiap komunitas, negara ini dapat membangun sistem energi yang lebih resilien, inklusif, dan ramah lingkungan.

Jangan upaya upaya desentralisasi justru dibuatkan kebijakan yang tak berpihak dan membatasi kreatifitas perlawanan hegemoni dan dominasi energi oleh Perusahaan negara atau korporasi plat merah yang selalu rugi. “Sottako!!!” kata temanku itu. Asal tidak “songong” balasku. Begitu kira kira.

Penulis adalah, Alumni Jurusan Cultural anthropology and Asian Studies di University of Hawaii at Manoa

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button