Berita Nasional

Haedar Nashir: Pancasila Jangan hanya Jadi Slogan Seremonial

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan, peringatan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni seharusnya tidak sekadar menjadi agenda seremonial. Menurutnya, momentum ini harus dimaknai sebagai komitmen moral dan nilai kebangsaan.

“Jadikan kelahiran Pancasila sebagai refleksi jati diri bangsa yang berlandaskan nilai dan moral kebangsaan,” ujar Haedar pada Minggu (1/6/2025).

Dalam situasi zaman yang semakin kompleks, Haedar menilai Pancasila harus menjadi kompas ideologis dan etika publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ia menyoroti berbagai praktik menyimpang seperti korupsi, ketimpangan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, hingga rendahnya moral para elite sebagai bentuk pengingkaran terhadap nilai-nilai Pancasila.

“Kita harus jujur mengakui bahwa berbagai penyimpangan ini mencederai semangat Pancasila dan harus dikoreksi bersama,” tegasnya.

Haedar juga mengkritik dominasi oligarki politik dan ekonomi, serta praktik liberalisme pascareformasi yang melahirkan politik uang, transaksional, dan premanisme legal.

Ia menekankan bahwa tantangan terbesar saat ini bukan mempertentangkan Pancasila dengan ideologi lain, tetapi mengaktualisasikan nilai-nilainya secara nyata dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan hukum.

“Pancasila harus hadir dalam praktik nyata, bukan sekadar simbol atau jargon kosong,” imbuhnya.

Menurut Haedar, Pancasila sebagai philosophische grondslag adalah hasil konsensus luhur para pendiri bangsa yang merangkum nilai-nilai dari berbagai latar belakang agama, suku, dan golongan. Ia menolak bentuk simbolisasi berlebihan terhadap Pancasila tanpa implementasi konkret.

“Pancasila jangan hanya dislogankan, diteriakkan, atau disakralkan secara fanatik. Ia harus membumi dalam tindakan nyata,” ucapnya.

Haedar menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila sejalan dengan ajaran Islam, dan sejak awal kemerdekaan, Muhammadiyah telah konsisten mengamalkannya melalui berbagai program dakwah dan sosial. Sikap ini bahkan dikunci dalam dokumen resmi Muhammadiyah, Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah.

Dalam konteks politik, Haedar menyayangkan praktik demokrasi yang semakin liberal dan manipulatif, termasuk akal-akalan terhadap konstitusi demi kepentingan segelintir kelompok.

Kondisi ini, menurutnya, menjauhkan semangat Sila Keempat dan Kelima Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Ia juga menyoroti kesenjangan sosial dan kemiskinan, serta persekutuan antara oligarki politik dan ekonomi yang merusak kehidupan kebangsaan.

“Kalau sumber daya alam hanya dikuasai segelintir elit dan tidak dinikmati rakyat banyak, itu jelas bertentangan dengan Pancasila,” katanya.

Di tengah konflik global dan ketidakpastian geopolitik, Haedar menilai Pancasila harus menjadi kekuatan pemersatu nasional, termasuk dalam solidaritas terhadap Palestina dan penolakan terhadap segala bentuk penjajahan.

Haedar mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya generasi muda, untuk menjadikan Pancasila sebagai inspirasi etika dan aksi kolektif, bukan sekadar salam tanpa makna.

“Pancasila akan kehilangan makna jika hanya dijadikan slogan. Mari kita jadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa yang nyata,” pungkasnya. (bsnn)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button