Iduladha Terimbas Resesi Global, Jumlah Pekurban Diperkirakan Menurun

Dampak resesi ekonomi global terhadap tradisi kurban di Indonesia semakin terasa. Daya beli masyarakat yang menurun mengakibatkan jumlah pekurban pada Iduladha tahun ini diperkirakan mengalami penurunan menjadi 2,08 juta orang dibandingkan 2,17 juta orang pada tahun sebelumnya. Meskipun potensi ekonomi kurban naik tipis dari Rp 24,3 triliun menjadi Rp 24,5 triliun. Penurunan tersebut juga disebabkan oleh kenaikan harga hewan kurban.
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, menjelaskan bahwa potensi ekonomi kurban tersebut hanya mencakup nilai hewan kurban beserta marjin pengangkutan dan perdagangannya saja. Belum termasuk nilai pengaruh pengganda (multiplier effect).
Yusuf mengatakan bahwa daya beli masyarakat melemah akibat kenaikan harga pangan dan energi global, sehingga estimasi konservatif menunjukkan hanya sekitar 2,08 juta keluarga Muslim dengan daya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban.
Kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing dan domba sekitar 1,23 juta ekor, diikuti sapi dan kerbau sekitar 505 ribu ekor. Potensi ekonomi kurban tahun 2023 dari sekitar 1,74 juta hewan ternak ini setara dengan 103,0 ribu ton daging. Pulau Jawa, terutama wilayah aglomerasi, merupakan sumber potensi kurban terbesar, diikuti oleh daerah seperti Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, Yogyakarta Raya, Malang Raya, dan Semarang Raya.
Namun, pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, optimistis bahwa nilai hewan kurban dan nilai ekonominya secara keseluruhan akan meningkat tahun ini. Ia memperkirakan perputaran nilai hewan kurban saja dapat mencapai Rp 14-16 triliun.
Khudori menyebut bahwa kurban memiliki potensi ekonomi yang besar dengan pertumbuhan sekitar 10% dari tahun sebelumnya dan 30% dibandingkan dengan periode normal. Efek pengganda juga terjadi dari aktivitas ritual ibadah kurban, seperti transportasi, perdagangan, aktivitas pelabuhan, dan penciptaan lapangan kerja.
Salah satu inovasi terpenting dalam pengelolaan kurban di Indonesia adalah program tebar hewan kurban, yang bertujuan untuk mendistribusikan daging kurban ke daerah-daerah dengan tingkat konsumsi daging rendah. Program ini menjadi solusi bagi kesenjangan konsumsi daging yang tinggi antara kelas terkaya dan kelas termiskin di Indonesia.
“Pada 2022, rata-rata penduduk di persentil tertinggi (1% kelas terkaya) mengkonsumsi 5,31 kilogram daging kambing dan sapi per kapita per tahun, 294 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah (1% kelas termiskin) yang hanya mengonsumsi 0,02 kilogram daging per kapita per tahun,” papar Yusuf. (bsnn)