Berita Nasional

Kinerja Perekonomian I Ekonomi Indonesia Kuartal II-2023 Tumbuh 5,17 Persen

Jangan Terlena, Tantangan ke Depan Jauh Lebih Berat

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 tumbuh 5,17 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy). Sedangkan secara kuartal ke kuartal (qtq) tumbuh 3,86 persen dibanding kuartal I-2023.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama dengan kontribusi 2,77 persen dari 5,17 persen, disusul Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi 1,39 persen dan konsumsi pemerintah 0,73 persen.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, yang diminta tanggapannya mengatakan jangan terlena dengan pencapaian di kuartal II-2023, sebab tantangan ke depan jauh lebih berat.

“Kuartal kedua ada Lebaran, ada Tunjangan Hari Raya. Tetapi sekarang, Indonesia berhadapan dengan El Nino yang bisa membuat inflasi pangan naik, pendapatan sektor pertanian menurun. Sementara kinerja ekspor melemah dipengaruhi kondisi permintaan mitra dagang Indonesia khususnya Tiongkok, Eropa, dan Amerika Serikat (AS),” papar Bhima.

Menurut dia, ada swing pada harga komoditas yang harus dipersiapkan karena mempengaruhi pendapatan sektor pertambangan dan perkebunan. Kondisi industri manufaktur juga tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi hanya 4,88 persen dengan porsi 18,2 persen terhadap PDB. “Ada fenomena deindustrialisasi yang terus berlanjut dan mengancam lapangan kerja,” tambah Bhima.

Ia mengatakan kuartal III dan IV pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada kisaran 4,7-4,95 persen secara yoy, sehingga akhir tahun ekonomi akan tumbuh 5 persen atau di bawah target pemerintah 5,3 persen.

Ekonom Senior dan Associate Lembaga Pengembangan Perbankan (LPPI), Ryan Kiryanto, mengatakan pertumbuhan PDB tahunan sejak kuartal IV- 2021 hingga kuartal II-2023 secara rerata sedikit di atas 5 persen. “Ini menunjukkan kapasitas optimal pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar sedikit di atas 5 persen yoy,” kata Ryan.

Khusus pada kuartal II-2023, PDB yang 5,17 persen, ditopang oleh pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,23 persen atau setara dengan 53,31 persen dari total PDB nasional. Dukungan pembentukan modal tetap bruto atau investasi juga tumbuh bagus 4,63 persen atau setara dengan 27,90 persen terhadap total PDB nasional.

Porsi PMTB, katanya, menggembirakan karena multiplier effects-nya yang luas dan besar bagi perekonomian nasional. Pengeluaran konsumsi pemerintah juga bagus, melejit sebesar 10,62 persen yang mengindikasikan serapan belanja yang membaik. Tak kalah pentingnya, pertumbuhan konsumsi LNPRT sebesar 8,62 persen seiring dengan makin maraknya kegiatan di berbagai ormas dan orpol serta sejenisnya.

“Semua pertumbuhan tersebut merupakan resultan dari game changer berupa dicabutnya kebijakan PPKM yang mendorong mobilitas orang, barang, dan jasa. Lonjakan konsumsi rumah tangga yang masif terjadi di April-Mei lalu seiring dengan perayaan hari keagamaan (Idul Fitri),” kata Ryan.

Nilai Tambah

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga karena ditopang konsumsi rumah tangga.

“Agar pertumbuhan tetap baik maka daya beli masyarakat harus dijaga, dengan memastikan ketersediaan stok, terutama kebutuhan pokok. Tapi, kita tidak boleh berhenti di situ, produktivitas hilirisasi harus ditingkatkan agar ekonomi kita bisa menikmati nilai tambah. Indonesia harus beralih dari negara yang consumption driven ke negara yang pertumbuhannya bersifat export net,” kata Wibisono.

Namun demikian, hal itu perlu usaha yang luar biasa, terutama alih teknologi. Hilirisasi komoditas primer tambang perlu ditingkatkan dan diperluas, dengan alih teknologi. “Kalau ini bisa dicapai, daya saing global kita akan semakin diperhitungkan. Pemerintah juga harus mengembangkan manufakturisasi industri substitusi impor pangan, karena ini akan signifikan menggerakkan perekonomian dengan banyak tenaga kerja,” tuturnya.

Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, mengatakan untuk komponen net ekspor pada kuartal II-2023 justru mengalami kontraksi atau negatif 0,04 persen. (bsnn-k12)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button