Penggunaan Teknologi di Sektor Pangan Masih Minim

Sektor pangan mampu menjadi produk unggulan Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi digital di masa mendatang. Sektor pangan yang terdiri dari pertanian, peternakan dan perikanan memiliki potensi yang besar untuk pertumbuhan ekonomi digital. Untuk mewujudkannya harus didorong dengan pengenalan teknologi agar produksi pangan dapat berkelanjutan.
“Di sektor pangan ini tentu jadi kekuatan bangsa kita, tapi di saat yang sama, sektor ini belum maskimal untuk penggunaan teknologi. Pelakunya besar, potensinya besar, dan hampir sebagian besar kota punya potensi yang besar di sektor ini,” ujar staf ahli hubungan antar-lembaga Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Riza Damanik, dalam diskusi daring dengan tema Transformasi UMKM Menggenggam Peluang Digital, di Jakarta, Kamis (25/1).
Riza mengatakan saat ini anak-anak muda yang aktif di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan hanya sebesar 19,2 persen. Angka tersebut dinilai timpang jika dibandingkan dengan sektor jasa dan perdagangan yang mencapai 56,46 persen.
Menurut Riza, yang membuat minat anak muda terhadap sektor pangan yang rendah adalah minimnya penggunaan teknologi sehingga hasil produksi dan pendapatannya cenderung sama dengan yang diperoleh pada generasi sebelumnya.
Kemenkop UKM pun mendorong anak-anak muda untuk mengembangkan platform digital seperti smart farming yang mampu menghubungkan petani kecil untuk mendapatkan pupuk hingga terhubung ke pasar modern. “Akhirnya ini nanti bisa memberikan bisnis pangan yang lebih baik prospeknya bagi anak-anak muda untuk berkarier di sana,” kata Riza.
Selain mendorong penggunaan teknologi, Riza juga menyampaikan perlu adanya koperasi modern yang mewadahi para petani dan peternak. Petani dan peternak dapat fokus untuk menghasilkan produksi dan koperasi dapat menjadi jembatan untuk mencari akses pasar yang lebih luas.
“Itulah pentingnya koperasi, kita harapkan di koperasinya melek digital. Dengan harapan, anggota-anggotanya fokus produksi dan di saat yang sama koperasinya bisa mengakses pasar yang luas bahkan luar negeri dengan digitalisasi,” ucap Riza.
Sementara itu, pengamat pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Zainal Abidin, mengatakan, mengingat pada masa sebelumnya Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan kerap mencapai swasembada pangan maka bila dikelola secara sungguh-sungguh sektor pangan akan bisa menjadi produk unggulan.
“Penguatan sektor pangan melalui pertanian menjadi harapan agar kita tidak semakin tertinggal dari negara-negara maju yang sudah semakin maju teknologinya dalam berbagai industri. Kita pernah swasembada, jadi pasti bisa. Maka ada sekarang harus melakukan impor, artinya ada yang perlu dibenahi,” kata Zainal.
Zainal mengatakan teknologi pertanian modern memang diperlukan untuk meningkatkan produksi apalagi dengan alih fungsi lahan seperti sekarang. Namun yang lebih penting dan harus dilakukan terlebih dahulu adalah membuat kebijakan-kebijakan yang pro petani, karena sebagai pelaku utama sektor pangan, mereka tentu harus mendapat keuntungan yang layak agar tetap mau menanam.
Dengan begitu, tambah dia, negara memiliki harapan bisa swasembada pangan. Salah satu kunci yaitu harus ada putaran uang di desa. Keluhan petani harus diperhatikan, kalau memang mereka rugi karena kalah dari harga impor maka tata kelola harus dibenahi.
“Harus seimbang antara melindungi konsumen dan produsen, keduanya harus sama-sama dijaga. Swasembada atau kemandirian pangan harus dicapai dahulu sebelum ekspor. Ini hanya bisa dicapai dengan mensuport petani, seperti negara-negara lain,” tuturnya.
Tahun lalu, dalam sidang Agriculture and Food Security Information System (AFSIS) dengan Indonesia sebagai tuan rumahnya, ketua delegasi Indonesia, Anna Astrid mengatakan teknologi informasi dan komunikasi perlu diterapkan dalam pembangunan pertanian di Indonesia, baik pada kegiatan on-farm maupun off-farm.
Dalam monitoring kondisi pertanaman, lanjut Anna, Kementan mengembangkan sistem aplikasi menggunakan teknologi remote sensing. Untuk menyokong pilar aksesibilitas pangan, Kementan bekerjasama dengan e-commerce dan transportasi online dalam memperlancar pemasaran dan distribusi komoditas pertanian.
Digitalisasi pertanian juga dilaksanakan guna memperkuat peran penyuluh dalam melakukan pembinaan kepada petani, sekaligus mengenalkan teknologi TIK pada kegiatan budidaya dan pemasaran hasil kepada petani. “Kementan membangun aplikasi yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas produk pangan demi mendukung pilar utilisasi pada program ketahanan pangan,” terangnya. (bsnn)