Strategi Politik Elektoral Partai Politik dan Politik Digital

Pertarungan politik elektoral mengalami pergeseran tatkala pertarungan tersebut berada dalam jagat digital. Pertarungan politik yang dilakukan secara tradisional dengan yang tidak tradisional dengan memanfaatkan teknologi telah membawa hasil elektoral yang berbeda pula.
Efisiensi waktu, tenaga, dan uang menjadi hal penting dalam politik yang menempatkan teknologi sebagai instrumen atau yang acapkali disebut sebagai politik digital. Tahapan kampanye merupakan tahapan yang dampaknya paling terasa dalam politik digital.
Dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi internet maka partai politik dan para pendukung satu pasangan calon presiden mampu meyakinkan sebanyak mungkin pemilih yang tersebar pada satu daerah pemilihan yang luas yaitu satu negara.
Dalam konteks demokrasi, praktek politik digital ini dipandang sebagai langkah inovatif yang memunculkan perdebatan. Di satu pihak ada yang mendukung bahwa politik digital memberi kemudahan dalam berinteraksi seluas mungkin ke masyarakat, namun pihak lain ini dianggap sebagai sesuatu yang memberi kebebasan sekaligus penguasaan.
Pembahasan pemilihan umum di Indonesia selalu mendapat perhatian dan menjadi diskursus-diskursus penting politik. Di Indonesia banyak jenis pemilu diselenggarakan seperti Pemilu Legislatif (Pileg) bertujuan memilih anggota DPR dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemilihan Kepala Daerah atau pemilukada menentukan siapa yang berhak memegang kekuasaan Gubernur, Bupati dan Walikota. Bahkan dalam perebutan kekuasaan puncak yaitu Presiden dilakukan pula Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
Jika mencermati aspek partisipasi pemilih, jumlah pemilih yang hadir dalam menggunakan hak konstitusionalnya di TPS lebih tinggi pada perhelatan Pilpres dibandingkan Pileg. Kondisi Ini mengonfirmasi bahwa pemilihan presiden menjadi puncak pertarungan perebutan kekuasaan yang menyita banyak perhatian.
Di dunia internasional, pemilu Indonesia dianggap sebagai pemilu yang secara teknis sangat rumit dilakukan bahkan dari sisi pembiayaan, pemilu yang paling mahal di dunia. Lowy Institute yang berbasis di Australia misalnya mengatakan pemilu yang rumit tersebut hanya dilaksanakan dalam satu hari saja.
Secara global kehidupan dan aktivitas politik dunia saat ini sangat tergantung pada penggunaan teknologi dalam mendapatkan informasi dan menjalin komunikasi yang dimediasi oleh perangkat internet. Kehadiran internet mengubah banyak hal dalam kehidupan politik dimana saja. Dengan internet dunia terkesan tanpa batas dan tanpa waktu (borderless and timeless).
Melalui internet dunia politik dimediasi ulang dalam ruang-ruang virtual dan realitas empirik dimediasi ulang oleh teknologi hingga melahirkan sebuah realitas baru.9 Dalam konteks kampanye pilpres, partai politik diperhadapkan dengan dunia yang sedang berubah itu.
Kehidupan politik menjadi semakin terdigitalisasi (e-politic) oleh keberadaan perangkat teknologi yang semakin mutakhir dan terjangkau oleh khalayak.
Berbagai pertemuan-pertemuan politik tidak selalu mengandalkan pertemuan langsung yang cenderung tidak efektif dalam waktu dan efisien dalam pembiayaan. e-politik dimaknai sebagai politik digital yang menawarkan sejumlah kemudahan sekaligus ancaman dalam mengekspresikan kebebasan hak-hak politik. Kemudahan-kemudahan yang ditemukan dalam politik digital digunakan dalam upaya maksimalisasi perolehan suara dalam kampanye pilpres oleh partai politik dewasa ini.
Pada akhirnya memang pertarungan politik elektoral mengalami pergeseran tatkala pertarungan tersebut berada dalam jagat digital. Kompetisi politik yang dilakukan secara tradisional dengan yang tidak tradisional melalui penggunaan teknologi telah membawa hasil elektoral yang berbeda pula. Efisiensi waktu, tenaga, dan uang menjadi hal penting dalam politik yang menempatkan teknologi sebagai instrumen atau yang acapkali disebut sebagai politik digital.
Tahapan kampanye merupakan tahapan yang dampaknya paling terasa dalam politik digital. Dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi internet maka partai politik dan para pendukung satu pasangan calon presiden mampu meyakinkan sebanyak mungkin pemilih yang tersebar pada satu daerah pemilihan yang luas yaitu satu negara.
Dalam konteks demokrasi, praktek politik digital ini dipandang sebagai langkah inovatif yang memunculkan perdebatan. Di satu pihak ada yang mendukung bahwa politik digital memberi kemudahan dalam berinteraksi seluas mungkin ke masyarakat, namun pihak lain ini dianggap sebagai sesuatu yang memberi kebebasan sekaligus penguasaan.
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merilis data tentang keberadan kelompok pemilih yang didominasi oleh kelompok muda. Dalam rilisnya CSIS menyampaikan bahwa pemilu 2024 akan dipenuhi oleh generasi Z dan milenial berusia antara 17-39 tahun.25 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 sampai 30 tahun.
Itu berarti generasi milenial dan generasi Z bagian dari pemuda dan mereka punya hak pilih pada Pilpres tahun 2024 yang akan datang. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2022, perkiraan jumlah pemuda sebesar 65,82 juta jiwa.26 Angka ini sangat signifikan untuk dimanfaatkan dalam kepentingan perolehan suara pada Pilpres 2024. Dengan menguasai pemuda kesempatan untuk menang Pilpres terbuka lebar. Pemuda menjadi aktor sentral memainkan peran dalam politik elektoral termasuk pemilihan presiden.
Pemuda dari generasi millenial dan generasi Z adalah aktor-aktor yang mumpuni dalam kehidupan teknologi internet. Kehidupan mereka sepenuhnya bersentuhan dengan dunia internet yang memungkinkan mereka menjangkau semua akses informasi dan menjalin komunikasi dengan siapa saja.
Pemuda dari generasi milenial dan generasi Z juga memiliki ketertarikan dengan dunia politik. Hal ini dibuktikan semakin banyaknya generasi ini terlibat dalam urusan-urusan politik misalnya terlibat dalam tim pemenangan salah satu calon presiden.
Bahkan mereka turut serta dan aktif menjadi anggota partai politik. Diantara mereka diberi posisi strategis dalam jajaran kepengurusan partai. Pemuda telah menjadi elit partai politik yang diperhitungkan.
Saat ini dunia sangat terhubung dengan jaringan internet yang tanpa batas. Segala bentuk aktivitas kehidupan terjadi dalam dunia yang tidak mengenal batas-batas waktu dan ruang. Dunia yang penuh dengan teks-teks dan gambar serta pesan dan komunikasi yang berinteraksi dan berpartisipasi dalam masyarakat jejaring di dunia maya. Dalam melakukan, membina dan menjalin komunikasi, orang tidak selalu mengandalkan cara-cara yang dianggap tradisional melainkan dengan menggunakan cara-cara yang dianggap lebih mampu menjangkau audiens secara lebih luas dan biasanya pola atau cara-cara seperti ini melibatkan kehadiran teknologi sebagai basis penunjang.
Aktivitas politik elektoral dalam dunia yang penuh teks-teks, gambar serta pesan dan komunikasi yang terkoneksi di dunia digital ada tampaknya menjadi keniscayaan. Dalam konteks aktivitas politik elektoral yang didominasi kelompok pemuda yang merupakan generasi milenial dan generasi Z, kreativitas politik berbasis teknologi menjadi penentu kemenangan elektoral. Dalam Pileg 2019, salah seorang caleg memanfaatkan media sosial sebagai strategi kemenangan elektoralnya dan mendapatkan perolehan suara cukup signifikan sehingga ia terpilih menjadi anggota DPR RI termuda.30
Inovasi terbesar dalam politik digital salah satunya adalah kampanye politik dengan menggunakan perangkat teknologi yang terkoneksi dengan jaringan internet. Partai politik dalam usahanya mencari anggota partai mengandalkan berbagai media sosial yang terkoneksi dengan internet. Dengan dominasi kelompok pemuda yang paham dan mumpuni atas teknologi internet dan memiliki keterkaitan dengan isu-isu politik termasuk Pilpres maka partai politik harus lebih membidik keberadaan mereka dan tidak menempatkan mereka sebagai kekuatan alternatif melainkan kekuatan utama sebagai penentu kemenangan dalam ajang pilpres.
Teknologi sebagai senjata politik menjadi sebuah ungkapan dan bentuk kreativitas berpikir generasi milenial dan generasi Z dalam kompetisi elektoral pemilihan presiden. Mereka menempatkan cara bertindak tradisional dengan menuntut adanya pertemuan-pertemuan langsung untuk kegiatan-kegiatan kampanye politik merupakan cara bertindak yang telah ketinggalan jaman dan kurang dapat diandalkan bahkan cenderung ditinggalkan.
Teknologi mengambil alih semua aktivitas politik. Inilah alasan mengapa partai politik di Indonesia hampir semua menggunakan teknologi internet dalam aktivitasnya. Partai politik semakin merambah jauh dalam pemanfaatan peranti-peranti digital baru, memanfaatkan konsultan politik yang canggih dalam mengutak-atik mahadata.31 Tidak saja sampai disini, partai politik berubah menjadi partai digital yang memanfaatkan piranti-piranti digital dalam pengorganisasian khalayak.
Hubungan pemanfaatan teknologi internet dengan kemenangan elektoral dalam Pilpres tidak saja terjadi di Indonesia seperti yang dialami oleh PDIP dan beberapa partai politik lainnya yang mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden, tetapi juga terjadi di luar negeri sebagaimana ditunjukkan oleh Barack Obama oleh Partai Demokrat pada pemilihan presiden tahun 2012 dan Donald Trump dalam pemilihan presiden di Amerika tahun 2016 oleh Partai Republik. Jokowi, Barack Obama dan Donald Trump adalah contoh yang baik untuk melihat bagaimana teknologi internet dapat membawa kemenangan politik kepada mereka, terlepas apakah pemanfaatan dan penggunaan teknologi internet tersebut mengindahkan etika atau tidak. (**)