ICW Minta Presiden Joko Widodo Tegur Luhut Binsar Panjaitan
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana,
![](https://www.beritasulawesi.co.id/wp-content/uploads/2022/12/f40c1e1798aa694560ea09fec7721758.jpg)
OPERASI Tangkap Tangan (OTT) merupakan salah satu cara Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) dalam melakukan penindakan tindak pidana korupsi di luar mekanisme case building.
Selama ini OTT KPK terbukti ampuh membersihkan seluruh cabang kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Selain itu, pengungkapan melalui mekanisme OTT pun telah berhasil menyeret ratusan orang, penjabat, aparat penegak hukum, maupun pihak swasta ke proses persidangan. Pernyataan tersebut disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat dihubungi, Selasa (20/12). Menurut Kurnia. pernyataan tersebut tidak memberikan optimistis terhadap publik untuk bisa terus memerangi korupsi. Sebagai menteri dan pembantu presiden Kurnia meminta Presiden Joko Widodo untuk menegur Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan atas pernyataannya tersebut.
“Jadi kami merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo agar menegur saudara Luhut dan memintanya untuk tidak lagi mencampuri urusan penegakan hukum. Dengan penjelasan tersebut, maka semakin jelas bahwa OTT berdampak besar membantu negara menangkap pejabat korup,” jelas Kurnia. “Pertanyaan lebih lanjut, apakah saudara Luhut Binsar tidak senang jika KPK, yang mana merupakan representasi negara, melakukan pemberantasan korupsi,” tegasnya. Pernyataan Luhut yang mengatakan OTT membuat citra Indonesia jelek sulit untuk dipahami. Sebab upaya pemberantasan korupsi dan upaya pencegahan yang terus dilakukan masih belum bisa menutup celah perilaku tindak pidana korupsi.
“ Sejujurnya kami sulit memahami logika berpikir saudara Luhut. Dalam pandangan ICW, ketika penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi maksimal dilakukan, maka dengan sendirinya citra Indonesia akan membaik dan diikuti dengan apresiasi dari dunia,” cetusnya. Dia meminta agar Luhut membaca pemberitaan 2013 lalu. Pada periode tersebut KPK sempat membanggakan Indonesia karena mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award karena terbukti berhasil memberantas korupsi secara masif. “Jadi, kami menduga dua hal. Pertama kurang referensi bacaan terkait dengan pemberantasan korupsi. Kedua Luhut tidak paham apa yang Ia utarakan” Dijelaskannya OTT merupakan cara KPK melakukan penindakan. Atas dasar itu, maka OTT tidak boleh dicampuri oleh cabang kekuasaan manapun, termasuk eksekutif.
Sebelumnya saat menjadi pembicara di acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi yang digelar Strategi Nasional Pencegahan Korupsi kemarin, Luhut berpandangan OTT kurang baik sehingga ia meminta KPK untuk tidak selalu melakukan OTT. Menurutnya, untuk mencegah korupsi upaya digitalisasi perlu dilakukan dengan cara lain seperti menggalakkan digitalisasi di berbagai sektor. (k-OL-09)