Putri Aras : Tidak Ada Unsur Pelecehan, Yang Ada Unsur Sakit Hati !
Membaca Fakta Dugaan Pelecehan Seksual Rektor UNM
Merebaknya pemberitaan soal Rektor UNM Prof Karta Jayadi dilaporkan ke Polda Sulawesi Selatan oleh dosen perempuan berinisial QDB (51) atas dugaan pelecehan seksual verbal dan digital. Laporan itu disampaikan pada Jumat (22/8/2025), dua hari setelah laporan serupa diajukan ke Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.
Apakah dugaan terhadap Rektor UNM ini benar bisa terbukti atau semua ini karena ada unsur sakit hati karena yang bersangkutan dicopot dari jabatannya sebagai Kepala pusat Pengabdian Kepada Masyarakat dan Teknologi Tepat Guna LP2M UNM.
Salah seorang pegiat media sosial menilai laporan dosen QDB itu sarat dengan unsur sakit hati karena dia dipecat dari jabatannya.
“Karena dari bukti-bukti yang kami himpun menunjukkan bahwa laporan pelecehan seksual nonfisik yang diajukan pelapor pada Agustus 2025 itu. Tidak konsisten dengan perilaku pelapor selama tiga tahun, itu yang pertama, kedua tidak memenuhi unsur-unsur delik dalam UU TPKS, ketiga Memiliki indikasi kuat sebagai laporan bermotif pribadi, muncul setelah pencopotan jabatan pelapor, keempat tidak didukung bukti dampak psikologis, yang merupakan unsur pokok tindak pidana kekerasan seksual nonfisik,dan kelima sangat bertentangan dengan dokumentasi publik berupa foto, rekaman acara, dan aktivitas media sosial pelapor” urainya kepada beritasulawesi.co.id saat ditemui Kamis (18/12) dikediamannya.
Putri Aras mengaku memiliki dokumen tertulis sebagai bukti kontekstual yang menunjukkan bahwa laporan pelecehan seksual nonfisik yang diajukan pelapor pada Agustus 2025 itu sarat dengan unsur kebencian.
Selain itu, jika dibuka secara detail kronologis kejadiannya Saat Terlapor Masih Wakil Rektor II Pada tahun 2022, pelapor menjalin komunikasi melalui WhatsApp dengan terlapor, yang pada saat itu masih menjabat Wakil Rektor II dan tidak memiliki hubungan hierarkis langsung dengan pelapor.
Bahwa komunikasi terjadi secara individual, tidak panjang, dan tidak berlanjut menjadi percakapan terus-menerus.Pelapor tidak menyampaikan keberatan, keluhan, atau laporan terkait isi komunikasi tersebut kepada:pimpinan fakultas,rektor saat itu,komisi etik,kementerian,maupun aparat hukum.
” Seharusnya jika dia merasa dilecehkan memblokir kontak Pak Karta, yang terjadi tidak bahkan tidak menghindari pertemuan fisik dengan terlapor setelah komunikasi tahun 2022,sehingga secara legal, hal ini menandakan bahwa pelapor tidak merasa menjadi korban pada saat tahun tersebut” jelasnya seraya memperlihatkan bukti-bukti kepada jurnalis beritasulawesi.co.id
Kemudian, pada Tahun 2023 : Tidak Ada Keakraban; Hubungan Sepenuhnya Profesional
- Sepanjang 2023, komunikasi antara pelapor dan terlapor berlangsung secara profesional, terbatas pada konteks pekerjaan.
- Tidak ada kedekatan personal, tidak ada intensitas komunikasi, dan tidak ada interaksi khusus di luar kegiatan kampus.
- Pelapor tidak menunjukkan tanda-tanda perilaku korban pelecehan, seperti:
- menjauh,
- menghindari rapat,
- menghindari lokasi di mana terlapor hadir,
- melaporkan ketidaknyamanan kepada atasan.
- Pelapor tetap menghadiri berbagai kegiatan akademik yang dipimpin Wakil Rektor, tanpa ekspresi ketegangan, ketakutan, atau kegelisahan.
Tahun 2024, Pelapor Menunjukkan Sikap Dekat, Sukarela, dan Sangat Nyaman, bahkan hadiran di Pelantikan Pejabat Kemdikbudristek di Jakarta
- Pada Mei 2024, terlapor dilantik di Jakarta sebagai pejabat. Pelapor hadir secara sukarela sebagai bagian dari rombongan civitas akademika UNM.
- Dalam acara tersebut:
- pelapor berdiri sangat dekat dengan terlapor,
- berfoto bersama dalam suasana hangat,
- menunjukkan ekspresi senang,
- tidak menunjukkan gejala trauma.
- Foto-foto itu diunggah sendiri oleh pelapor di media sosialnya, sebuah tindakan yang sangat bertentangan dengan perilaku korban pelecehan.
- Aktivitas Profesional Sepanjang 2024
- Pada sejumlah acara kampus yang dibuka terlapor, pelapor tampil sebagai salah satu peserta terdepan dan terlihat nyaman berdiskusi dengan terlapor.
- Pelapor juga beberapa kali mengambil dokumentasi, mengabadikan momen-momen kegiatan di mana terlapor hadir sebagai pembicara atau pembina.
“Secara hukum, ini merupakan bukti kuat tidak adanya tekanan psikologis atau dampak dari komunikasi 2022.
Kita bisa lihat faktanya, hanya berselang 2 hari setelah pencopotan jabatan, dilaporkan ke Polda Sulsel, Kemdiktisaintek sebagai pelecehan seksual, pelapor mengajukan laporan dugaan pelecehan seksual nonfisik yang diklaim terjadi pada tahun 2022. Laporan QDB diajukan tiga tahun setelah kejadian, dan dua tahun setelah hubungan mereka berjalan normal dan profesional.
“Laporan tersebut baru muncul setelah hilangnya jabatan dan akses kekuasaan, sebuah pola yang sering disebut dalam hukum sebagai: retaliatory complaint,abuse of reporting mechanism, post-power conflict motivation. Jadi sangat jelas bahwa apa yang dia laporkan itu sarat dengan unsur sakit hati” pungkas Putri Aras. (tim-rdm)



