Opini

Jurnalisme Sampah

TERBUKTI, Ini Hubungan Khusus Kuat dengan Putri’, demikian judul sebuah berita media online. Itu salah satu contoh berita umpan klik (clickbait) terkait dengan persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam kasus tersebut, terdakwa mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup, terdakwa Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara, dan terdakwa Bharada E dituntut 12 tahun penjara. Setelah dibaca sampai tuntas berita dari judul di atas, ternyata tidak menjelaskan hubungan khusus apa antara mantan sopir Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, dan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.

Berita kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J diolah sedemikian rupa untuk memancing pembaca mengekliknya. Seperti dugaan hubungan khusus Sambo dengan seorang polwan cantik atau soal dana Rp100 triliun Sambo. Berita-berita sampah seperti itu tentu saja tidak akan ditemukan di media arus utama (mainstream), media yang bekerja sesuai standar jurnalistik. Namun, judul-judul hiperbola alias bombastis kita temukan juga di Youtube.

Lagi-lagi pengunjung akan gigit jari karena kontennya tidak mencerminkan judul. Dalam sebuah pertemuan Media Indonesia dengan Dewan Pers beberapa waktu lalu, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers periode 2022-2025 Arif Zulkifli merisaukan merebaknya jurnalisme umpan klik. Arif juga merisaukan jurnalisme yang dibuat oleh para kreator konten yang bertujuan sekadar mendulang adsense. Berita yang berbasiskan algoritma, disukai, laku dan cepat diindeks oleh mesin pencari. Mereka tidak melakukan kerja-kerja jurnalistik (lazy journalism).

Padahal, Pasal 1 Undang-Undang No 90 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data dan grafik, maupun dalam bentuk lain dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Berita umpan klik dan jurnalisme malas pada dasarnya sama, hanya merangkum atau mencomot dari media sosial, sekadar mengejar klik dan viewers.

Berita yang mengejar viral tidak memedulikan kualitas jurnalisme. Bahkan kode etik jurnalistik pun mereka buang ke tong sampah. The Oxford English Dictionary mendifinisikan clickbait adalah material put on the internet in order to attract attention and encourage visitors to click on a link to a particular web page (konten yang ada di internet/media online yang mempunyai tujuan menarik antusiasme pembaca dan mendorong pengunjung untuk mengeklik sebuah link halaman situs tertentu).

Ada sejumlah ciri berita umpan klik, antara lain judulnya lebai (exaggeration), sensasional, menggunakan kalimat tanya, misalnya ‘Apa kata Putri Candrawathi soal hubungannya dengan Brigadir J? Ini jawabannya’. Selain itu, berita umpan klik sering kali menggunakan kata seru (interjeksi) seperti wow!, keren!, duh!, astaga!. Momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2023 menjadi waktu yang tepat untuk mengevaluasi kualitas jurnalisme di Tanah Air. Sejumlah media besar ternama juga banyak yang memainkan jurus umpan klik, jebakan klik, atau pancingan klik.

Seharusnya, Dewan Pers mengambil tindakan atau setidaknya memanggil pers yang melakukan malapraktik jurnalisme. Bisa pula Dewan Pers membuat daftar media-media terverifikasi yang masih menggunakan praktik lancung jurnalisme tersebut. Saatnya pers nasional kembali ke khitah, bekerja sesuai Pasal 6 UU Pers No 40/1999, yakni memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, juga melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuakan keadilan dan kebenaran.

HPN pada 9 Februari 2023 di Medan, Sumatra Utara, yang mengambil tema Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat, memiliki relevansi dengan kondisi pers saat ini, di saat sebagian media tampak menjauh sebagai pilar keempat demokrasi. George Orwell, seorang novelis, penulis esai, jurnalis, dan kritikus Inggris, mengatakan semakin jauh suatu masyarakat hanyut dari kebenaran, semakin ia membenci orang yang mengucapkannya. Selamat HPN ke-28. Maju terus pers nasional. Tabik!

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button