ISU pembangunan, industrialisasi, dan lingkungan masih menjadi isu penting sehingga di World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, 16-20 Januari 2023 tidak terlepas dari pembahasan seputar hal itu. WEF kali ini bertema Cooperation in a fragmented world. Iklim menjadi bagian penting dari pembangunan dan industrialisasi, sementara dampak dari perubahan iklim global tidak lepas dari industrialisasi yang semakin marak karena mengejar efisiensi dan produktivitas.
Oleh karena itu, iklim sebagai dampaknya tetap harus dikaji karena jangan sampai pembangunan berkelanjutan dan industrialisasi justru berdampak sistemis terhadap aspek negatifnya. Terkait dengan hal itu, pelaksanaan WEF menarik dicermati karena hasilnya diharapkan berkontribusi terhadap industrialisasi yang ramah iklim global. Identifikasi terhadap perubahan iklim global pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi pesatnya industrialisasi, tetapi juga imbas dari migrasi ke perkotaan.
Betapa tidak? Realitas di perdesaan dengan sumber daya yang ada sejatinya memberikan keleluasaan untuk proses pembangunan, termasuk juga manajemen kelola yang baik. Selain itu, era otonomi daerah pastinya diharapkan berkontribusi terhadap percepatan pembangunan di perdesaan sehingga ada perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan. Artinya, jika pembangunan di perdesaan itu berhasil, secara tidak langsung mampu mereduksi migrasi ke perkotaan, sementara di sisi lain daya tampung perkotaan cenderung tidak bertambah, tapi justru berkurang. Rentan Migrasi dari perdesaan ke perkotaan semakin memicu kepenatan dan iklim yang kurang sehat dan pastinya juga mereduksi produktivitas di perkotaan. Bahkan, iklim yang terjadi juga semakin rentan memicu konflik terhadap kesehatan.
Artinya, berbagai penyakit bisa muncul, baik yang regeneratif maupun tidak. Pastinya hal itu berdampak negatif terhadap kinerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, migrasi berdampak negatif terhadap aspek kesehatan dan imbasnya perubahan iklim juga terdampak karena berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas. Realitas itu menjadi catatan menarik untuk mendukung proses pembangunan berkelanjutan yang lebih manusiawi dan manusiawi.
Hal tersebut karena sejatinya proses pembangunan itu mengarahkan kepada terjadi perubahan yang lebih baik menuju kesejahteraan. Jadi, jika kemudian justru terjadi kemunculan berbagai penyakit dan tidak bisa tertangani, pastinya itu justru merugikan. Fakta lain dari migrasi juga menyangkut tentang perubahan fungsi peruntukan lahan di perdesaan.
Oleh karena itu, beralasan jika kemudian banyak terjadi peralihan peruntukan lahan menjadi perumahan dan permukiman. Jika kemudian hal itu dibiarkan dan menjadi kian padat, pastinya iklim juga tidak kondusif dan memicu kecemasan sosial. Fakta itu juga berdampak negatif terhadap potensi konflik, baik secara vertikal maupun horizontal. Jadi, manajemen terhadap iklim sejatinya tidak hanya melihat iklim dalam dimensi satu atau tunggal, tapi juga harus secara global karena bersinergi dengan aspek lain yang kompleks sehingga identifikasinya menjadi pelik. Identifikasi perubahan iklim akibat dari pesatnya industrialisasi juga tidak bisa terlepas dari komitmen padat karya dan padat modal. Artinya, jika realisasi investasi padat karya, secara tidak langsung membutuhkan jumlah pekerja yang banyak.
Pastinya hal itu akan berpengaruh terhadap iklim, baik itu iklim dalam arti cuaca maupun iklim sosial yang ada di sekitar industri tersebut. Imbasnya tentu akan sangat rentan terhadap semua situasi yang muncul dan berkembang. Oleh karena itu, situasinya akan semakin rumit di tengah pesatnya tuntutan industrialisasi tersebut. Selain itu, kawasan industrialisasi akan menjadi daya tarik terhadap para pendatang yang ingin mendapatkan pekerjaan.
Sebaliknya, jika orientasinya ialah investasi padat modal, ancaman kerawanan di sekitar industrinya ialah dampak dari proses produksi, baik berupa limbah maupun luaran yang lain. Padahal, limbah itu menjadi salah satu produk pencemar lingkungan di perkotaan yang jumlahnya cenderung terus meningkat setiap tahun. Oleh karena itu, logis jika di sejumlah perkotaan pada umumnya dan di kawasan industri khususnya semakin jamak terjadi berbagai kasus pencemaran akibat dari pesatnya industrialisasi.
Padahal, itu akan terpengaruh terhadap perubahan iklim. Jika terjadinya secara drastis, pasti hal itu akan mereduksi daya tahan tubuh. Sementara itu, jika terjadinya secara periodik, pasti akan berpengaruh terhadap siklus hidup dan kehidupan. Komitmen Mencermati perubahan iklim yang ada, bisa dipetakan menjadi dua aspek; pertama, perubahan iklim terjadi karena pesatnya industrialisasi untuk mengejar produktivitas dan efisiensi. Akibatnya ialah terjadi berbagai perusakan sejumlah faktor, baik itu faktor lingkungan maupun faktor alam. Padahal, itu akan berpengaruh terhadap manajemen lingkungan dan siklus keseimbangannya.
Oleh karena itu, perlu cermat menyikapi perubahan iklim yang terjadi agar tidak memicu dampak negatif lebih lanjut. Kedua, perubahan iklim pastinya terjadi karena sebab-akibat, sementara kambing hitam dari semua bencana yang terjadi sering kali menjadi subjek kesalahan manusia. Padahal, merujuk sebab–akibat tersebut bahwa bencana ialah konsekuensi dari semua perilaku yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan jika semua bencana itu justru kemudian dimanfaatkan untuk mencari salah dari orang per orang karena pastinya itu tidak terlepas dari keperilakuan secara jamak.
Jadi, penebangan hutan pastinya justru memicu banjir dan tanah longsor yang kemudian banyak mengorbankan nyawa. Realitas itu menjadi pelajaran bahwa perubahan iklim tidak bisa diremehkan dan hasil dari WEF diharapkan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi iklim secara global.
Penulis adalah Dosen pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta