Opini

Milenial Intelek, Anies, dan Indonesia Masa Depan

Oleh Yarifai Mappeaty

Melalui program “Bawa Idemu”, Anies Baswedan akhirnya berhasil menemukan 100 anak muda berbakat dan intelek dari berbagai pelosok negeri, dari Sabang hingga Merauke. Dari segi usia, dapat dipastikan bahwa mereka adalah anak-anak milenial yang rata-rata 20-an tahun. Bahkan ada yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA.

Disebut intelek karena mereka diseleksi berdasarkan pada kemampuan intelektual. Yaitu, mereka diminta menuliskan gagasannya tentang Indonesia masa depan dalam 500 – 700 kata. Meski seleksinya tampak sederhana, tapi terbukti tak semua mampu melakukannya. Dari 5.000 yang mengirimkan tulisan, hanya ada 100 yang dinilai layak dan memenuhi ekspektasi.

Seratus tulisan berarti seratus pula ide atau gagasan dari kaum milenial terkait persoalan yang akan dihadapi Indonesia di masa depan. Keseluruhan gagasan yang masih terserak itu lalu disatukan dalam sebuah buku. Dan, para penulisnya diundang ke Jakarta untuk memperdebatkan gagasannya. Seperti apa gagasan mereka? Sayang, saya sendiri belum mendapatakan bukunya.

Seratus milenial itu, tentu bukan anak muda sembarangan. Tetapi sosok-sosok berbakat dari generasinya, terutama karena memiliki kemampuan berpikir di atas rata-rata, bukan milenial kaleng-kaleng. Bahkan untuk menguji kualitas berpikir mereka, pembicara kelas dunia sekaliber Anies pun merasa tertantang untuk mengajaknya berdebat. Sebuah optimisme pun muncul dalam kaitan survivalitas negeri ini ketika memiliki generasi penerus sekualitas mereka.

Saya lalu terbayang pada sekelompok anak muda pencetus Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II 1928 di Batavia (kini, Jakarta). Sebut, misalnya, Soegondo Djojopuspito, Ketua Kongres; Muhammad Yamin, Sekretaris Kongres; Amir Syarifuddin Harahap, Bendahara Kongres. Kala itu, pun, usia mereka kurang lebih sama dengan usia anak-anak muda temuan Anies, 20-an tahun.

Bahkan Sunario Sastrowardoyo, perumus  Sumpah Pemuda yang monumental itu, baru 26 tahun. Tetapi meski usia mereka relatif masih belia, tetapi mereka sudah memiliki visi besar tentang sebuah negara merdeka, yang di masanya mungkin dianggap hanya utopia. Dan, siapa sangka, tak cukup dua dekade kemudian, visi mereka benar-benar terwujud. Dan, kita pun pada akhirnya mewarisi satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan bernama Indonesia.

Tampaknya, generasi 1928 itu kemudian menginspirasi Anies untuk memulai mempersiapkan sebuah generasi baru untuk menghadapi tantangan 2050. Pada 25 tahun mendatang, usia mereka pada umumnya sudah mencapai antara 40-an hingga 50-an tahun. Di Pundak merekalah tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa ini dipikulkan, sebagai konsekuensi logis dari keniscayaan proses regenerasi.

Pertanyaan krusialnya, ada apa dengan 2050 sehingga menjadi semacam momok di masa depan? Banyak yang meramalkan bahwa dunia pada saat itu sedang menghadapi ancaman global yang mengerikan. Misalnya, coba bayangkan pada saat bumi ini dihuni sampai 10 milyar orang, kira-kira apa yang terjadi?

Untuk memenuhi kebutuhan pangan, air bersih, dan energi bagi populasi sebesar itu, mau tak mau, akan terjadi over eksploitasi sumber daya alam. Bayangkan pula jika tidak ada lagi penemuan semacam revolusi hijau dalam dua dekade mendatang, maka, tidak hanya krisis pangan seperti diramalkan Malthus akan terjadi, tetapi juga krisis air bersih, dan energi.

Pesimisme semacam itu banyak dijumpai dalam pelbagai publikasi lembaga internasional, seperti  World Bank, World 0 Meters, World Wildlife Fun (WWF), dan MIT. Dan, tentu saja ramalan Toby Walsh dalam bukunya, It’s Alive!: Artificial Intelligence from the Logic Piano to Killer Robots, tidak boleh diremehkan.

Begitu pula dengan Anies. Dalam berbagai forum, ia kerap melontarkan isu climate change, menunjukkan bahwa Anies pun menaruh perhatian besar terhadap masalah itu. Sehingga, meski disibukkan oleh berbagai kegiatan terkait dirinya sebagai bakal calon presiden, Anies tak lupa merancang sebuah agenda besar yang tak kalah penting bagi bangsa ini, yaitu mempersiapkan sebuah generasi baru untuk menghadapi tantangan 2050.

Dan, tidak hanya itu, agenda besar Anies tersebut sebenarnya juga terkait dengan pandangan optimistis Indonesia 2045. Melalui program “Bawa Idemu”, Anies tengah memulai mempersiapkan generasi emas untuk Indonesia Emas pada seratus tahun Indonesia. Namun, agenda besar itu hanya mungkin berjalan dengan baik jika Anies sendiri terpilih menjadi presiden.

Kalaupun tidak, setidaknya Anies telah menunaikan tugas sejarahnya.

Makassar, 26 Pebruari 2023

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button