Berita Nasional

RUU Masyarakat Adat Harus Segera Disahkan untuk Lindungi Perempuan Adat

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Lestari Moerdijat mengungkap permasalahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sampai saat ini masih belum selesai. Padahal menurutnya UU Masyarakat Adat sangat penting, salah satunya untuk melindungi perempuan adat di Nusantara. “Terlebih secara khusus bagaimana perempuan diletakkan dalam bingkai perempuan adat dalam konteks kebangsaan dalam hal ini kalau kita kaitkan dengan proses perjalanan dari bagaimana kita sama-sama berjuang untuk menyegerakan RUU Masyarakat Adat sepertinya masih sangat jauh,” paparnya pada Rabu, (8/3).

Berbagai macam permasalahan dialami oleh perempuan adat, padahal perempuan adat berperan penting menjaga nilai budaya, menjaga kearifan lokal.

“Dan yang paling penting sesungguhnya kita diingatkan kembali bahwa pembentukan NKRI berawal dari bersatunya komunitas-komunitas adat yang ada di wilayah Nusantara,” tegasnya. Di dalam UUD 1945, dikatakan Lestari, baik sebelum maupun setelah amandemen perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat sebetulnya ada.

“Namun harus diakui juga apa yang tertera masih belum cukup dan harus diakui secara jujur berbagai macam masalah internal di masyarakat pun masih jauh dari kesempurnaan, penggunaan hukum formal bahkan semakin menyingkirkan dalam penyelesaian di bidang komunitas masyarakat adat,” jelasnya. Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya, mengatakan secara historis di dalam sidang BPUPKI hal ini sudah dibahas oleh para pendiri republik, yakni di dalam 18 UUD 1945 sebelum diamandemen. “Konstitusi kita membuat istilah terhadap masyarakat adat adalah kesatuan masyarakat adat atau masyarakat tradisional, ini yang kemudian menjadi standing point yang sangat penting merealisasikan UU Masyarakat Adat adalah merawat republik, bagaimana menjaga Pancasila,” kata Willy. Willy mengatakan, menurut laporan UNESCO Indonesia kehilangan setidaknya 2 bahasa daerah per tahun. Itu karena Indonesia tidak bisa memelihara ruang hidup dan ruang lingkup untuk masyarakat adat.

“Bagaimana masyarakat adat bisa mengekspresikan dirinya ketika ruang hidup mereka direnggut dari semua proses yang sering kali berbicara masyarakat adat tidak habis-habis dengan developmentalisme,” kata Willy. Willy menjelaskan Panja Baleg DPR telah memutuskan di rapat Pleno legislasi pada 4 September 2020 agar RUU Masyarakat Adat dimajukan ke Paripurna sebagai hak inisiatif, ada 8 fraksi yang bersepakat dan 1 fraksi yang menolak yakni Partai Golkar. (**)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button