Opini

Korupsi Di Belantara Dunia Pendidikan Kita

PENDIDIKAN merupakan satu dari trisula pemberantasan korupsi, selain pencegahan dan penindakan. Berada di barisan terdepan, pendidikan semestinya menjadi benteng yang kokoh untuk menjaga integritas generasi penerus bangsa demi mematri budaya antikorupsi.

Namun, realitas yang terjadi justru sebaliknya. Kabar pilu kembali datang dari dunia pendidikan. Setelah Rektor Universitas Lampung Karomani terseret suap penerimaan mahasiswa baru, kini kasus yang mirip terungkap di Universitas Udayana. Kejaksaan Tinggi Bali telah menetapkan Rektor Universitas Udayana I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2020.

Kasus terbaru ini semakin menegaskan tercorengnya integritas institusi pendidikan yang ternyata juga terkapar akibat virus korupsi. Kasus yang membuat mata publik kembali terbelalak bahwa dunia pendidikan tidak bisa terhindar dari kubangan perilaku korupsi. Perguruan tinggi dan lembaga pendidikan selayaknya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, bukan malah justru ikutan sebagai pelaku korupsi. Sejatinya, mereka para penanggung jawab lembaga pendidikan steril dari perilaku lancung rasuah. Korupsi yang terjadi di dunia pendidikan menjadi persoalan sangat serius.

Sesungguhnya merekalah yang harus mengajarkan moral dan kejujuran bagi generasi muda dan calon pemimpin masa depan bangsa ini. Namun sayang, harapan itu seakan semakin jauh dari kenyataan. Praktik korupsi di dunia pendidikan terjadi masif dan terstruktur, dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pelakunya pun dari guru hingga rektor.

Dari urusan penyelewengan dana bantuan operasional nasional hingga perkara suap masuk perguruan tinggi. Catatan Indonesia Corruption Watch mengungkapkan negara merugi Rp1,6 triliun akibat korupsi di sektor pendidikan sepanjang 2016 sampai September 2021. Korupsi terbanyak ialah korupsi pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa non-infrastruktur, seperti pengadaan buku, arsip sekolah, mebel, dan perangkat TIK untuk e-learning, serta pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas pendidikan dan lainnya.

Jika melihat kenyataan ini, miris rasanya mengetahui dunia pendidikan harus berkutat dengan oknum yang menjadikannya ladang untuk mengeruk keuntungan bagi individu, kelompok, atau golongan tertentu. Fenomena yang membuat pendidik bisa kehilangan wibawa untuk menanamkan moral kejujuran sebagai fondasi sikap antikorupsi. Teladan yang kehilangan legitimasi, seperti pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Bagaimana seorang pendidik akan mengajarkan integritas kepada peserta didik, seperti hal terkecil tidak menyontek, sedangkan mereka justru terbukti melakukan praktik korupsi.

Karena itulah, persoalan korupsi di sektor pendidikan harus menjadi prioritas. Kalau di sektor pendidikan saja sulit diberantas, jangan harap upaya pemberantasan korupsi di sektor lain akan lebih baik, karena pendidikan merupakan tulang punggung sebuah bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa dengan pendidikan yang kuat. Pendidikan merupakan fondasi sekaligus tiang kemajuan bangsa. Jangan bermimpi bangsa ini akan terbebas dari kubangan korupsi jika sektor pendidikannya saja tidak bisa terbebas dari praktik korupsi, suap, dan penyelewengan anggaran. (**)

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button