Bagi-Bagi Amplop Berlogo PDIP Saat Tarawih Berdalih Zakat
Kalau bagi zakat jangan pakai lambang partai lah.
Beredar video menunjukkan seseorang sedang membagikan amplop berisi uang senilai Rp 300 ribu kepada jamaah di sela shalat Tarawih. Peristiwa itu terjadi di Masjid Wakaf Said Abdullah, Jalan Kartini, Kelurahan Kepanjin, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Jumat (24/3) malam WIB.
Amplop-amplop yang dibagikan itu berwarna merah berlambang PDIP serta gambar wajah Bupati Sumenep Achmad Fauzi dan Ketua Banggar DPR Said Abdullah. Keduanya merupakan politisi PDIP.
Said Abdullah dalam keterangan tertulisnya mengakui bahwa amplop tersebut dari dirinya. Ia mengeklaim, uang itu merupakan zakat darinya dan para kader PDIP se-Madura. Said membantah kalau kegiatan tersebut dianggap sebagai bentuk politik uang.
Said menyebut, pengurus cabang PDIP se-Madura memang rutin membagikan sembako dan uang kepada warga fakir miskin. Adapun uang yang diberikannya Said niatkan sebagai zakat mal. “Hal itu rutin saya lakukan setiap tahun, sejak 2006 lalu. Bahkan jika ada rezeki berlebih, malah ingin rasanya kami berzakat lebih banyak menjangkau kaum fakir miskin,” ujar Said lewat keterangan tertulisnya, Senin (27/3).
Said beranggapan, hal yang dilakukannya itu bukan merupakan politik uang seperti yang digemborkan di media sosial. Setiap masa reses, anggota DPR menerima uang reses yang sepenuhnya dibagikan ke masyarakat di daerah pemilihannya. Alasan hadirnya logo PDIP karena paket sembako juga merupakan gotong royong dari kader partai berlambang banteng tersebut.
Di sisi lain, ia juga berzakat yang uangnya diberikan pada warga yang membutuhkan. “Kegiatan ini kami lakukan di luar masa kampanye yang diatur oleh KPU. Jadi, jangan digiring ke arah sana (politik uang). Saya sangat paham apa yang harus kami patuhi sebagai caleg pada masa kampanye. Jangankan masa kampanye, caleg saja saat ini belum ditetapkan oleh KPU,” ujar dia.
Ia sendiri akan mempertimbangkan langkah hukum terhadap akun media sosial yang menyebarkan fitnah tersebut. Mengingat akun tersebut menggiring opini terjadinya politik uang dan pelanggaran Pemilu 2024. “Bersembunyi di balik anonimitas, tetapi melempar kotoran kepada orang lain. Ini bulan puasa, harusnya saling memberi berkah kepada sesama, bukan menebar fitnah,” ujar Said.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengingatkan agar kader partai politik jangan memberikan zakat menggunakan amplop berlogo partai. Bagja menjelaskan, semua aktor politik jelas dilarang melakukan praktik politik uang.
Di sisi lain, tentu tidak ada larangan bagi kader partai untuk berzakat, yang merupakan perintah agama. Meski demikian, jangan pula keduanya dicampuradukkan. “Mungkin diperbaiki ke depan, kalau bagi zakat jangan pakai lambang partai lah,” kata Bagja.
Terkait dugaan pelanggaran pada kasus bagi-bagi amplop berlogo PDIP itu, Bagja menyebut, Bawaslu Sumenep kini sedang melakukan penyelidikan. Kasus ini diusut dari sisi dugaan pelanggaran administrasi saat masa sosialisasi.
Bawaslu, dia melanjutkan, tidak mengusut kasus ini dari sisi politik uang. Sebab, UU Pemilu, tepatnya Pasal 280, hanya mengatur larangan politik uang saat masa kampanye. Adapun kasus bagi-bagi amplop di sebuah masjid ini terjadi saat tahapan sosialisasi peserta pemilu. “Kita bukan (usut) politik uangnya ya. (Sebab) politik uang itu pada masa kampanye,” kata Bagja.
Bagja mengakui, pihaknya tidak mengusut dugaan politik uangnya karena keterbatasan jangkauan regulasi. Regulasi hanya memungkinkan pihaknya mengusut kasus ini dari sisi dugaan pelanggaran administrasi saat masa sosialisasi. “(Kalau terbukti, kasus ini masuk kategori) pelanggaran administrasi karena terjadi saat masa sosialisasi,” ujarnya.
Bagja menambahkan, pihaknya juga berkomitmen melarang kegiatan politik praktis di masjid atau rumah ibadah lainnya. Namun, dia tidak menjelaskan apakah kasus bagi-bagi amplop PDIP ini bisa ditindak karena melanggar ketentuan tersebut.
Bagja menyebut, saat ini Bawaslu Sumenep sedang menyelidiki kasus ini. Bawaslu RI akan mengarahkan Bawaslu Sumenep untuk melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. Setelah itu, barulah pihaknya menentukan apakah kasus tersebut merupakan pelanggaran atau tidak serta bentuk sanksinya. (k12)