Makna Kesalehan Sosial di Balik Puasa Ramadhan

UMAT Islam telah melalui ujian sebulan penuh atas rasa lapar dan haus. Ujian lahiriah itu kerap kali terasa berat karena cuaca yang begitu panas. Bukan itu saja, ujian yang tidak kalah beratnya ialah perang melawan hawa nafsu. Ketika rasa lapar dan haus memuncak, begitu mudahnya emosi terpancing.
Pun, ketika saatnya berbuka puasa seusai menahan lapar dan haus seharian, rasa rakus bisa dengan leluasa menguasai. Puasa Ramadan melatih insan untuk berlaku sabar dan menepis segala godaan yang terdorong oleh hawa nafsu. Ramadan juga mengajarkan untuk peduli pada sesama.
Baik kepada mereka yang tengah diterpa musibah maupun kaum miskin dari kerabat dekat, tetangga, anak bangsa, hingga sesama umat manusia. Itu semua merupakan nilai-nilai Ramadan yang lebih dari sekadar kesalehan ritual menahan lapar-haus, tadarusan, dan shalat tarawih. Seyogiyanya, pasca-Ramadan, nilai-nilai tersebut terus terjaga yang terefleksi dalam kesalehan sosial.
Kesabaran melawan hawa nafsu ketika berpuasa di antaranya menanamkan sikap antikorupsi dengan mengalahkan ketamakan. Jiwa yang terlatih oleh kesabaran akan terhindar dari sifat yang selalu merasa tidak cukup yang memicu rasa rakus atau tamak.
Orang yang mampu menuntaskan ibadah puasa sebulan karena menaati perintah Yang Maha Kuasa semestinya paham betul pentingnya taat pada hukum. Begitu pula mematuhi norma ketertiban sosial dan tidak enggan menebar kebaikan. Berpuasa juga berarti menyerahkan sepenuhnya penilaian kualitas iman dan takwa kepada Yang Maha Esa.
Tidak ada yang tahu apakah seorang muslim berpuasa atau tidak, kecuali dirinya dan Allah SWT. Di situ ada nilai-nilai toleransi dengan tidak menganggap keyakinannya yang paling benar dan yang lain pasti salah. Maka, siapa pun tidak berhak menghalang-halangi orang lain yang memiliki keyakinan berbeda. Jangankan berbeda agama, dalam satu agama saja juga terdapat keyakinan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, umat Islam Tanah Air sudah melalui ujian toleransi dengan baik.
Terbukti dengan lancarnya pelaksanaan shalat Idul Fitri di dua hari berbeda, pada Jumat dan hari ini. Nilai-nilai Ramadan menguatkan toleransi dengan menggugah kesadaran warga untuk menghormati mereka yang berpuasa. Tanpa perlu aturan yang mewajibkan, rumah-rumah makan memasang tabir di jendela-jendela dan pintu. Kita patut pula berbangga, pada Ramadan tahun ini, aksi sweeping atas nama umat Islam tidak terdengar. Artinya, ada penguatan sikap toleransi antarumat di tengah pelaksanaan ibadah puasa yang berjalan lancar.
Nilai-nilai Ramadan yang terwujud dalam kesalehan sosial akan selalu relevan untuk senantiasa diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Dengan spirit tersebut, sifat religius yang kental pada bangsa ini akan berkelindan dengan semangat kebangsaan untuk menjaga NKRI agar tetap utuh.