Mimpi Buruk Nelayan Hakatutobu, Wilayah Tangkapan Berlumur Tailing Tambang Nikel.
Penulis : Misce Aurelie.

Medio bulan Maret kemarin, dalam trip jurnalistik investigasi lingkungan hidup di Pomalaa, daerah kaya akan sumber daya alam nikel, ilustrasi kami dari ibukota Jakarta membayangkan sebuah Kota Industri Pertambangan yang memberikan warna hiruk-pikuk kehidupan masyarakat yang hanya bergerak di sektor pertambangan saja.
Perjalanan tour journalist secara independen untuk memenuhi permintaan client perusahaan dari Uni Eropa yang berminat Invest di sektor industri ekstraksi sumber daya alam mineral Nikel untuk kebutuhan mobil EV nantinya.
Jalan berliku kami lakukan dan menarik sebuah argumentasi tertantang untuk cepat sampai di Pomalaa, Kolaka yang waktu itu rute nya dari Ibukota Jakarta ke Kendari dan via darat ke Pomalaa, Kolaka.
Hijau hutan sepanjang jalan setelah memasuki daerah Kolaka, dan setelah sejam kemudian dari perjalanan Kendari – Pomalaa yang ditempuh hampir 4 (empat) jam, sampai lah kami di Pomalaa, Kota Merah dalam map view google earth oleh citra satelit.
Di Pomalaa, setelah esok hari sebelum mentari pagi muncul, telah siap untuk trip jurnalistik untuk bahan “journal campaign” tentang dunia industri ekstraksi pertambangan nikel dan upaya de karbonisasi di masa datang atau biasa di dengan istilah “Green Energy and Green Industry”.
Ditemani masyarakat lokal Pomalaa, Instalasi Industri Pertambangan, Pelabuhan Laut dan Bukit Tambang kami ambil foto dengan drone mini hanya untuk kebutuhan foto udara terbatas untuk kebutuhan jurnalistik.
Semua telah terdokumentasi, dan catatan narasi dunia ekstraksi pertambangan nikel di Kota Merah secara langsung bisa tergambar dengan perspektif narasi jurnalistik untuk kebutuhan riset, call paper tentang green energy and green industry ke depan nya.
– Trip Journal Report Sosial dan Lingkungan
Harapan yang tergambar dengan majunya Kota Merah di Pomalaa, Kolaka dimana diketahui sejak tahun 1968, tambang nikel sudah ada oleh BUMN Tambang, realita yang ada dengan indeks pembangunan ekonomi daerah, ada yang sedikit janggal, area nol kilometer instalasi pabrik pengolahan terdapat kawasan kuliner campuran yang di Pomalaa dikenal dengan area Taman Pateda, berhadapan dengan UKM Center BUMN Antam, dimana terlihat berjejer usaha kuliner rakyat yang boleh dikata perlu di tata atas ke kumuhannya yang tepat berada posisi nol kilometer kalau bisa digambarkan, berjalan kedepan masuk area Komplek Perumahan Karyawan Antam.
Di Jalan Sudirman, Pomalaa, berjejer bangunan mangkrak proyek tahun 2021 oleh Antam Pomalaa, yang dibiarkan begitu saja, ketika informan lokal menceritakan namun tidak detail, sebagai jurnalis muda, saya coba cek ricek dengan ilmu investigasi sederhana, memang benar proyek mangkrak perumahan antam itu ada, dan inilah biang kerok nya banyak proyek di BUMN Antam Pomalaa, tapi kemanfaatan bagi masyarakat lokal yang berusaha itu tidak terlihat, anekdot yang ada di dapatkan di cerita Warung Kopi di Pomalaa, ‘Untuk Cari Kerja di Project sistem Eproc Antam, Bukan Untung Tapi Buntung’, belum lagi pembayaran terminnya ada yang sampai berbulan bulan setelah finishing kerjaan.
Ini gambaran singkat, setelah nya riset jurnalistik di Desa Tambea, Hakatutobu dan Kelurahan Tonggoni, sebagai area yang menjadi objek dari trip jurnalistik ini, di pesisir Desa Tambea, Pomalaa, yang dulunya dikenal daerah penghasil masyarakat nya dari nelayan yang menyuplai ikan untuk masyarakat Pomalaa.
Hamparan laut pesisir Pomalaa, di Tambea dan Hakatutobu menjadi “Mimpi Buruk Nelayan”, area tangkapan telah beralih fungsi menjadi tempat pelabuhan produk penggalian mineral tambang, biasanya kata Nelayan yang di temui di Hakatutobu, Inisial Y (56 Tahun), memberikan informasi ” Sejak muncul nya tambang medio tahun 2007 waktu itu pelan pelan ikan dan udang sudah mulai menjauh, Nelayan tak bisa berharap banyak dengan hasil tangkapan di area pesisir lagi, dan biasanya pada saat bulan purnama karena peralatan perahu kecil yang di gunakan di selingi dengan mencari kerang-kerang dan kepiting di area pesisir, namun sekarang sudah tidak bisa lagi, sedikit mengenang masa belum adanya lumpur tambang yang ada di area tangkapan nelayan.
Potret sekilas yang tergambar dalam sketsa narasi Jurnalistik “Green Energy dan Green Industry”, di Kota Merah Pomalaa menjadi ilustrasi dan argumen pertanyaan yang mendorong kami untuk mempublikasi sebagian dari riset jurnalistik kami, sebagai kekuatan moral bahwa seperti inilah Kota Merah, walaupun masih dalam narasi perspektif yang belum tentu akan di terima oleh pengambil kebijakan di daerah terhadap realita sosial dan lingkungan, yang jauh dari ekspektasi awal kami sebelum ke Kota Merah.
Wassalam.
Depok, 14 Mei 2023.
Misce Aurelie.