
BAHKAN sampai kemarin ia pulang kampung sekalipun, sebagian orang masih saja tidak mempercayainya bahwa ia akan benar-benar “Pulang Kampung”
PADAHAL, jauh sebelum lain lainnya memulai kerja konsolidasi untuk Buteng 2024, Azhari sudah melakukannya, tidak secara diam-diam, bahkan dengan terang-terangan dan sangat terbuka.
09 September 2020, Rombongan delegasi tokoh adat, diikuti masyarakat datang berbondong jauh jauh dari Buton Tengah ke Kolaka untuk memintanya “Pulang Kampung”.
Subuh-subuh semua rombongan sudah berkumpul di dermaga Mawasangka menunggu kapal dari Talaga yang akan membawa ke Kasipute Bombana.
Jadwal berangkat pukul 07.00, tetapi molor empat jam lamanya, karena matahari semakin terik, dan telah dari subuh-subuh menunggu di sana, beberapa mulai mengomel, semua kami gelisah juga, tetapi akhirnya semua lega begitu melihat kapal dari Talaga mulai mendekati Mawasangka
kapal kayu dari Talaga baru sandar pukul 10.00, orang-orang berburuan menaiki kapal, setelah semua dipastikan naik, kapal akhirnya berangkat menuju Kasipute pukul 11.00.
Azhari mengirimi pesan: “Cermati, perhatikan, dan amati baik baik wajah-wajah setiap yang ikut di kapal itu, kalau tampak ada yang murung murung atau sebal, maka itu bukan “orang kita”.
Saya lalu berkeliling kapal mengamati diam diam dan menyapa beberapa rombongan, melihat lekat lekat respon semua rupa mereka, dari semua wajah kuamati, saya melihat satu kesan saja: keriangan belaka.
Segera saya melaporkan: “Semua riang saja, menikmati perjalanan dengan girang bergembira. Kapal kayu itu melaju membelah teduh laut selat Speelman yang menyela pulau Kabaena dan Mawasangka.
Pukul 16.15, setelah lebih lima jam pelayaran, kapal sandar di pelabuhan Kasipute Bombana, enam bus eksekutif berbadan raksasa sudah menunggu, mengantar ke kediaman Azhari di Kolaka.
Iringan bus eksekutif itu kemudian berjalan pelan sebelum melaju dengan tertib melalui Bambaea dan tiba di Kolaka malam hari pukul 22.00.
Bus memasuki jalan Pemuda dan lalu berbelok ke jalan Landak di Lalombaa Kolaka, berhenti tepat di samping GOR KONI Kolaka, karena jalan tak cukup luas, semua rombongan terpaksa turun di sana, lalu berjalan kaki sekira 300 meter jauhnya dengan memanggul tas masing-masing menuju kediaman Azhari.
Semua masih semangat, sekalipun tampak lelah terutama para tua tua, tetapi senyum terus mengembang, senyum itulah yang menenangkan, bahwa semua masih baik baik saja.
Azhari rupanya telah berdiri di muka gerbang kediamannya menunggu untuk menyambut para rombongan. Ia salami satu satu setiap yang datang, dengan tersenyum ramah.
Saya ingat betul, sebuah forum adat diadakan malam itu di muka halaman kediaman beliau, delegasi adat Wasilomata didaulat memimpin majlis di dampingi Sahano Ombonowulu, Lolibu, Katukobari, Mone.
Kata-kata La Esa, kepala adat Wasilomata, diucapkannya sepenuh takzim di hadapan majlis para tetua itu: “Daseonumoomu, koe bae mekema kemanoa, koe bae mesua suananoa, damekalaa nae Azhari!”
Kira kira berarti: “Bersatulah semua kita sekarang, jangan ada yang ke kiri, jangan ada yang ke kanan, tegak lurus ke Azhari!”
Kata-kata La Esa itu disambut sorakan bersetuju dari semua delegasi adat, Sahano Ombonowulu yang diwakili Pak Safei kemudian berdiri berbicara, disusul juga lain lainnya berbicara. Sejak itu, secara adat, dipakulah mati kesepakatan itu.
Setelah majlis adat mencapai mufakat, Azhari diundang memasuki majlis, di sana, di hadapan para tetua, ia menyampaikan sambutan penerimaannya.
Sebagai “Anak Adat” yang memahami adab, Azhari tahu betul, kalau adat sudah memanggil begitu rupa adalah pantangan menolaknya, kalau lain lainnya yang memanggil “Pulang Kampung” barangkali masih saja menemukan alasan menolaknya, tetapi kalau adat sudah turun menjulurkan tangannya, tiada alasan menolaknya sekalipun harus merelakan kehilangan status PNS dengan jalan karir cemerlang dan waktu pensiun yang masih panjang.
Dimulailah sejak itu kerja kerja terstruktur dan terukur, simpul relawan dibentuk, diangkat 7 koordinator kecamatan, dan 77 koordinator desa. Semua bekerja tanpa pamrih, sepenuh semangat membawa Azhari pulang kampung.
Baliho “Azhari Pulang Kampung” naiklah sejak itu, disebar ke tujuh kecamatan. Betapa sibuknya, bersama kawan kawan relawan harus berkeliling mengecek pemasangannya “telah benar” disetiap titik.
Tetapi Azhari dalam soal menjaga sikap dan pilihannya memang adalah “keras kepala”, bertipe bukan pemburu jabatan. Ia masih saja setengah hati mau “Pulang Kampung” kecuali satu hal berat diminta relawan melakukan untuknya.
Satu hal itu memang menjadi ujian terberat. Relawan dimintanya mengumpulkan KTP sebagai bukti benar-benar beliau diingini masyarakat Buteng untuk “Pulang Kampung”.
Beliau meminta semacam syarat cukup berat, paling tidak melebihi setengah dari jumlah partisipan pemilu harus bisa KTP dikumpulkan, artinya KTP terkumpul harus melebihi 25 ribu jumlahnya.
Mulailah relawan bekerja maraton dengan sungguh-sungguh, saya melihat betul-betul di sana militansi kawan-kawan relawan yang tiada lelahnya bekerja siang malam.
Posko induk dibuka di Lakudo, setiap dua minggu kami menjadwalkan rapat untuk mengevaluasi capaian setiap kecamatan, mengidentifikasi masalah yang menghambat dan menentukan langkah-langkah prioritas lanjutan.
Dinamikanya pasang dan surut, keluhan paling banyak yang datang adalah progres capaian melambat bukan karena melemahnya militansi kawan-kawan relawan tetapi karena kerasnya tekanan dari penguasa waktu itu.
Tetapi kawan-kawan relawan itu serupa bola dibenturkan, semakin kuat ditekan, semakin kuat memantul, di tengah tekanan penguasa yang semakin keras, melalui perintah ke kepala kampung agar warganya dilarang menyetor KTP, KTP justru berdatangan, sukarela diberikan oleh orangnya yang bersangkutan sendiri
Sampai batas waktu yang ditentukan, akhirnya dapat relawan mengumpulkan 27 ribu KTP dan lalu terus menaik sampai melebihi jumlah 30 ribu dari 7 Kecamatan se-Buton Tengah, ini telah melampaui setengah jumlah partisipan pemilih pada pemilu 2019 yang lalu yang tercatat berdasarkan data di KPUD Buteng hanya melebihi sedikit 50 ribu pemilih yang memilih.
Ini telah cukup membawa Azhari untuk “Pulang Kampung”. Dan bagi yang masih meragukannya, sebaiknya sudah harus kini memulai percaya, sebabĀ Azhari tak hanya akan “Pulang Kampung”, beliau bahkan akan menetap tinggal di kampung.