Dunia Pendidikan Indnesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja !
Indonesia terjerumus dalam darurat literasi

Kualitas pendidikan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Jika dibiarkan tanpa ada upaya peningkatan mutu, anak-anak Indonesia terjerumus dalam darurat literasi.
Staf Khusus Wakil Presiden Gatot Prio Utomo mengusulkan pembentukan tim khusus, untuk mengawal percepatan peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah.
Gatot menegaskan harus ada upaya semua pihak untuk mencegah Indonesia dalam situasi darurat literasi. Upaya ini perlu diupayakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Jika tidak diatasi, upaya mencapai SDM unggul dan generasi emas 2045 akan menemui tantangan yang sangat berat.
“Karena itu, perlu upaya semua pihak untuk melakukan percepatan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah,” katanya saat menyimpulkan hasil diskusi terpumpun tentang Human Capital Index di sektor pendidikan di Sekretariat Wakil Presiden kemarin.
Dalam forum itu, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menyatakan, hasil asesmen (AN) 2021 menunjukkan Indonesia berada dalam darurat literasi dan numerasi.
Satu dari dua peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Hasil AN 2021 juga konsisten dengan hasil PISA 20 tahun terakhir. Yaitu menunjukkan bahwa skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum berubah secara signifikan dibandingkan peserta didik di negara OECD.
Kemendikbudristek telah melakukan berbagai dukungan kebijakan untuk mengatasi situasi darurat literasi ini. Setidaknya tertuang dalam berbagai kebijakan. Seperti lahirnya Kurikulum Merdeka, Program Merdeka Belajar, Pendidikan Guru Penggerak, Sekolah Penggerak dan Rapor Pendidikan.
Lebih lanjut Gatot menjelaskan dari paparan Kemdikbudristek, memperlihatkan kondisi pendidikan nasional Indonesia sedang berada dalam darurat literasi dan numerasi.
Kondisi itu berpotensi menurunkan capaian Human Capital Index Indonesia yang hanya 54 persen. Terlebih lagi munculnya learning loss akibat pandemi Covid-19. “Jauh dibandingkan Singapura yang mencapai 88 persen,” tegas Gatot.
“Program Organisasi Penggerak merupakan program awal yang perlu terus didorong secara lebih luas dengan sasaran yang lebih fokus,” jelasnya.
Yaitu pada upaya pengentasan peserta didik dari kondisi darurat literasi dan numerasi. Arah kebijakannya tidak bisa lagi sporadis dan dikerjakan sendirian. Kolaborasi pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah kunci keberhasilan mencapai generasi emas Indonesia 2045.
Ke depan Gatot mengusulkan upaya percepatan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah. Caranya dapat meniru penanggulangan stunting yang memiliki Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TP2S).
“Harus ada semacam Tim Percepatan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah yang dibentuk secara regulatif di bawah Presiden atau Wakil Presiden,” jelasnya.
Pemerintah sangat serius membangun generasi emas Indonesia 2045. Kemendimbud Ristek sekali lagi tak bisa sendirian dan single fighter dalam merumuskan dan merencanakan pendidikan nasional. Semua pihak harus terlibat secara aktif. Sejarah menunjukkan peran penting swasta dalam membangun pendidikan nasional.