Berita NasionalHukum

Presiden Joko Widodo Minta agar KPK dan Mabes TNI dapat berkoordinasi

Mabes TNI Kecewa Lakukan Penetapan Tersangka Kabasarnas

Presiden Joko Widodo meminta agar KPK dan Mabes TNI dapat berkoordinasi dalam penanganan kasus dugaan korupsi penerimaan suap yang melibatkan Kepala Badan Nasional pencarian dan pertolongan (Basarnas) Marsda TNI Hendri Alfiandi.

“Ya itu menurut saya masalah koordinasi masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan” kata Presiden Jokowi di Jakarta Senin, (31/7).

“Bila Hal tersebut dilakukan maka persoalan antara KPK dan Mabes Tni dapat diselesaikan kalau itu dilakukan rampung” tegas presiden

Presiden meminta semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan terkait kasus dugaan suap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

“Kalau memang ada yang melompati sistem dan mengambil sesuatu dari situ (sistem lelang pengadaan), ya, kalau terkena OTT (operasi tangkap tangan), ya, hormati proses hukum yang ada,” kata Jokowi di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (27/7).
Jokowi mengatakan pihaknya telah berupaya membenahi sistem pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) di Tanah Air, salah satunya ialah dengan menerapkan e-Katalog.

 

Penetapan tersangka kepada Kabasarnas RI periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator  Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, serta Letkol Adm Afri Budi Cahyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditanggapi oleh Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko.

Marsekal Muda Agung Handoko menilai KPK tidak berkoordinasi dengan penyidik Puspom dalam operasi tangkap tangan (OTT) hingga penetapan tersangka anggota TNI aktif terkait kasus suap di lingkungan Basarnas.

 

Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko menyesalkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak berkoordinasi dengan penyidik Puspom dalam operasi tangkap tangan (OTT) hingga penetapan tersangka anggota TNI aktif terkait kasus suap di lingkungan Basarnas.
Agung mengatakan sebagai sesama aparat penegak hukum, banyak hal yang semestinya bisa dikoordinasikan.

“Dari OTT sampai penetapan tersangka itu tidak ada koordinasi. Itu yang kita sesalkan sebetulnya. Sama-sama aparat penegak hukum, sebetulnya bisa dikoordinasikan dengan baik,” kata Agung dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com, Kamis (27/7) malam.

Menurut dia, penyidik KPK bisa memberi tahu informasi jika mau menangkap perwira TNI aktif. Agung menuturkan penyidik Puspom TNI dan KPK dapat berbagi peran sesuai kewenangannya.

 

Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) Agung Handoko

“Kalau misalkan takut bocor, ya sudah kasih tahu aja, ‘Pak kita mau nangkap orang, ayo ikut’. Itu bisa toh. Nanti begitu di titiknya, ‘itu Pak orangnya silahkan Bapak dari POM menangkap, saya awasi’. Kan bisa seperti itu,” ucapnya.

Agung mengatakan penyidik Puspom TNI hanya dilibatkan saat gelar perkara kasus. Namun, menurut dia, poin dari gelar perkara itu soal peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan.

Puspom beranggapan peningkatan status hanya untuk pihak sipil yang diduga terlibat. Ia menyatakan saat itu tidak dijelaskan bahwa dua anggota TNI aktif akan ditetapkan KPK sebagai tersangka.

“Pikiran kita kan karena ini kaitan urusan KPK, peningkatan itu untuk yang sipil. Jadi kalau dikatakan, sudah koordinasi, kita dilibatkan, ya memang benar tapi hanya untuk tadi, peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan,” kata Agung.

“Karena kewenangan menetapkan tersangka itu ada di kita di militer, di penyidik militer, dalam hal ini salah satunya polisi militer,” imbuhnya.

Agung mengatakan dalam gelar perkara itu alat bukti yang ada memang sudah cukup memenuhi untuk peningkatan status bagi anggota TNI. Namun, ia menyesalkan langkah KPK menetapkan anggota TNI aktif sebagai tersangka. Ia menegaskan penetapan tersangka perwira militer hanya boleh dilakukan oleh penyidik di Puspom TNI.

“Alat buktinya sudah cukup. Cuma yang kita sesalkan kenapa dia yang… misalkan gini ‘yang sipil kita tetapkan sebagai tersangka. Untuk yang militer kita serahkan ke TNI’. Itu kan selesai di situ. Baru nanti mereka secara resmi lapor, buat laporan polisi ke kita, baru kita tetapkan yang bersangkutan militer sebagai tersangka,” ucapnya.

Ia mengatakan Puspom TNI saat ini menunggu laporan resmi dari KPK untuk memulai penyidikan terhadap dua prajurit TNI itu. Agung menjelaskan Puspom tak bisa bergerak tanpa ada laporan polisi.

“Jadi kita Puspom TNI belum bisa memulai proses penyidikan karena belum ada laporan polisi. Belum bisa menetapkan dua orang ini menjadi tersangka,” kata Agung. (bsnn-k12)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button