Literasi Digital Pacu Daya Saing
Pengembangan SDM | Digital Safety Sub-Indicator Indonesia Terendah dari Sejumlah Negara Tetangga

Kesenjangan infrastruktur digital harus secepatnya diatasi dengan meningkatkan literasi digital. Apabila literasi digital rendah maka sumber daya manusia (SDM) suatu negara pun sulit untuk berkompetisi di pasar dunia kerja.
Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menuturkan data menunjukkan masyarakat sudah terbiasa dengan layanan digital seperti perbankan online dan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI) di contact center. Artinya, papar Huda, Indonesia mampu beradaptasi dan memanfaatkan teknologi secara bijak.
Namun, dia juga menekankan pentingnya literasi digital, terutama bagi siswa. Keamanan data dan penggunaan internet yang bertanggung jawab harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan.
“Meskipun Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai, masih terdapat kesenjangan digital, terutamadi daerah pedesaan. Hal ini menjadi tantangan yang harus diatasi agar semua siswa dapat mengakses pendidikan berkualitas dengan memanfaatkan teknologi,” ucapnya dalam dialog virtual FMB9 bertema Literasi Digital Hadapi Artificial Intelligence, Senin (6/5).
Huda membeberkan, berdasarkan data dari Menkominfo, Digital Safety Sub-Indicator Indonesia paling rendah nilainya dibandingkan negara tetangga. Pada 2018 hanya 39 persen, bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 90-92 persen, dan Singapura sudah 100 persen.
Dia melanjutkan salah satu solusi untuk meningkatkan literasi digital adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. “Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam menyediakan infrastruktur digital yang memadai, seperti akses internet yang terjangkau dan berkualitas. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan kepada para pelaku usaha, terutama di daerah pedesaan, untuk memanfaatkan teknologi digital dalam bisnis mereka,” jelasnya.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Anindito Aditomo, menilai salah satu kunci utama mencapai peningkatan mutu dan kecakapan di era digital dengan meningkatkan literasi siswa dan memanfaatkan teknologi dengan cerdas, termasuk AI.
Menanggapi tantangan dan peluang tersebut, Kemendikbudristek telah merumuskan Kurikulum Merdeka yang menekankan pada pengembangan regulasi diri pada siswa.
Salah satu upaya Kemendikbud Ristek adalah dengan kembali memasukkan mata pelajaran informatika ke dalam kurikulum, mulai dari tingkat SMP. Namun berbeda dengan sebelumnya, pembelajaran informatika pada Kurikulum Merdeka bukan hanya soal bagaimana menggunakan perangkat digital, tetapi juga fokus dalam mengembangkan cara berpikir siswa.
“Hal ini bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di era digital,” imbuh Anindito.
“Human Capital Index”
Anindito menambahkan pihaknya juga menjalankan beberapa program lain untuk melengkapi kemampuan calon pemimpin bangsa ini. Program-program tersebut, meliputi Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), serta Praktisi Mengajar.
Tidak hanya menerapkan kurikulum yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, Kemendikbud Ristek juga mengadopsi Program for International Student Assessment (PISA) sebagai salah satu target pencapaian.
“Hal ini penting untuk dapat mengukur perkembangan kualitas SDM kita menghadapi bonus demografi. Kemendikbudristek juga menargetkan Human Capital Index dapat terus naik agar dapat memenuhi target pembangunan jangka panjang,” paparnya. (bsnn)