Menkes: BPJS jangan cover orang kaya, fokus untuk orang miskin

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) mengusulkan agar layanan BPJS Kesehatan hanya diberikan kepada masyarakat miskin, sementara masyarakat mampu atau berpenghasilan tinggi dianjurkan menggunakan asuransi kesehatan swasta.
Menkes menilai kebijakan tersebut diperlukan agar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan bisa tetap berjalan secara berkelanjutan.
“BPJS itu nggak pernah benar-benar sustainable. Surplus hanya karena iuran dinaikkan, tapi biasanya selalu defisit bertahun-tahun,” ungkap BGS dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/11), dikutip dari detikHealth.
BPJS DISEBUT TAK LAGI EFISIEN
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), keuangan BPJS Kesehatan hanya mencatat surplus pada 2016, 2019, 2020, 2021, dan 2022. Sementara di tahun-tahun lain, lembaga tersebut terus mengalami defisit.
Pada 2023, pendapatan iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp151,7 triliun, sedangkan total beban pembayaran JKN mencapai Rp158,9 triliun. Tahun berikutnya, pendapatan naik menjadi Rp165,3 triliun namun beban juga meningkat hingga Rp175,1 triliun.
Kenaikan iuran BPJS terakhir kali dilakukan pemerintah pada 2016 dan 2020. Karena itu, BGS menilai revisi iuran yang telah didengungkan berkali-kali perlu dilakukan agar sistem kesehatan nasional tidak mengalami kebangkrutan.
Menkes berusia 61 tahun itu juga menegaskan iuran BPJS Kesehatan saat ini masih tergolong sangat murah dan menguntungkan masyarakat. Namun, agar keberlanjutan sistem tetap terjaga, pemerintah berencana memfokuskan layanan BPJS bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sementara kelompok kaya diarahkan menggunakan layanan swasta.
“Maksudnya apa, supaya ya sudah BPJS fokus di bawah aja. Saya bilang nggak usah cover yang kaya kaya, yang kaya kelas 1 biarin diambil swasta,” tekannya.
Ia menambahkan, pemerintah juga akan menerapkan sistem kelas rawat inap standar untuk mengendalikan biaya dan mencegah ketimpangan fasilitas antar peserta.
Selain itu, BGS juga menyoroti ketidaktepatan sasaran program Penerima Bantuan Iuran (PBI), di mana masih banyak warga kaya yang justru terdaftar sebagai peserta BPJS gratis dan iurannya ditanggung negara.
Data Kemenkes mencatat ada 10,84 juta peserta PBI dari desil 6 hingga desil 10 yang seharusnya tidak termasuk penerima bantuan.
Terkait wacana pemutihan tunggakan BPJS Kesehatan, Menkes menegaskan langkah tersebut harus diiringi penataan ulang data PBI agar bantuan lebih tepat sasaran.
Pemerintah akan menggunakan Data Terpadu Sistem Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk memastikan penerima bantuan berasal dari kelompok masyarakat berpendapatan rendah (bsnn)




