Opini

Menelikung Hilirisasi Nikel

KEBIJAKAN larangan ekspor bijih nikel dipandang penting sebagai tulang punggung untuk pengembangan industri dan hilirisasi nikel di dalam negeri agar negeri ini lebih berdaya dan berdaulat atas sumber daya alam yang dihasilkan. Hilirisasi ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas, memperkuat struktur industri, dan meningkatkan peluang usaha dalam negeri dengan tersedianya lapangan pekerjaan baru.

Dengan hilirisasi, negeri ini tidak lagi hanya menjual bahan mentah, sedangkan yang mendapat manfaat ekonomi paling besar justru negara lain. Jangan lagi indonesia sebagai pemilik SDA justru hanya jual putus bahan mentah, tidak paham industri dan tansfer teknologinya.

Saat Indonesia masih mengekspor bijih nikel mentah (raw materials), devisa yang diraih hanya US$1,1 miliar. Namun, ketika melakukan hilirisasi tahun 2021, nilai ekspor Indonesia nikel melonjak menjadi US$20,8 miliar, naik 18 kali. Berdasarkan hasil penelitian tahun 2020, Indonesia berkontribusi 27% dari total produksi bijih nikel dunia, sedangkan perkiraan jumlah nikel Indonesia mencapai 52% dari total nikel dunia. Tingginya permintaan di luar negeri inilah yang membuat sejumlah pihak berlaku lancung dengan melakukan perniagaan terlarang.

Mereka mengekspor bijih nikel secara ilegal. Komisi Pemberantasan Korupsi mendeteksi adanya ekspor ilegal 5 juta ton bijih nikel ke Tiongkok. Nilainya ditaksir mencapai Rp14,5 triliun. KPK menyebut ore nikel yang diekspor secara ilegal itu diduga berasal dari tambang yang berada di Sulawesi atau Maluku Utara. KPK mendapati temuan data itu dari website Bea Cukai Tiongkok periode Januari 2020 sampai Juni 2022.

Padahal, Indonesia telah memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Isu kebocoran ekspor nikel ini sebenarnya telah digaungkan ekonom senior Faisal Basri sejak Oktober 2021. Namun, temuan Faisal Basri dibantah ramai-ramai pihak pemerintah, termasuk oleh Badan Pusat Statistik. Jika temuan Faisal Basri 2 tahun silam itu pemerintah tidak sibuk membantah, kerugian negara tidak akan menggunung seperti temuan lembaga antirasuah saat ini.

Kembali lagi soal pelarangan ekspor bijih nikel, di atas kertas aturan Kementerian ESDM sejatinya memang bagus dan berpotensi mendatangkan nilai tambah besar kalau saja benar diimplementasikan di lapangan. Namun, beda praktik lapangan dengan harapan. Indonesia bisa saja bangga karena merupakan penghasil bijih nikel terbesar dunia, tetapi tak ada gunanya bila tak bisa membendung kebocoran yang masih terjadi.

Walaupun menggenggam 27% produksi bijih nikel dunia, Indonesia tak bakal punya daya tawar kalau masih marak dijual nikel mentah secara sembunyi-sembunyi. Menertibkan orang-orang di bawahnya perlu ada pendisiplinan tata niaga sekaligus pejabat publik yang melibatkan lintas sektoral. Tanpa itu semua, hilirasi produk tambang yang selama ini digaungkan Jokowi akan menjadi isapan jempol semata. Hilirisasi akhirnya hanya fatamorgan (bssn)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button