Hari ini saya turut menghadiri buka puasa bersama yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA Unhas) di AAS Building, Makassar. Saya mewakili IKA Unhas Sultra. Atas amanah Bapak Asrun Lio, Ketua IKA Unhas Sultra.
Buka puasa ini sesungguhnya ajang silaturrahmi, curhat, sekaligus ekspresi gagasan-gagasan untuk kemajuan Unhas. Serta yang terpenting pikiran-pikiran untuk kemajuan bangsa (anda bisa membacanya kemajuan bagian timur Indonesia).
Silaturrahmi yang dikemas dalam bentuk buka puasa ini dihadiri langsung oleh Ketua Umum IKA Unhas Bapak Andi Amran Sulaiman. Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, para wakil rektor, belasan dekan, majelis wali amanat Unhas, politisi, dan pemuka masyarakat lainnya.
Saya tiba agak cepat. Masih banyak yang belum datang. Jelang petang, ruangan mulai padat. Banyak sekali. Tokoh semua. Di saat para pendekar itu belum datang, Pak Ketua Umum mendaulat IKA Sultra untuk bicara pertama kali menyampaikan semacam pikiran dan isi hati.
Singkat saja sebenarnya. Namun, saya agak melebarkannya pada catatan ini. Tentang narasi-narasi yang bergulir di WAG alumni selama ini. Yang menurutku masih merefleksikan Unhas yang Sulawesi Selatan. Unhas yang Makassar. Unhas yang kampus.
Diskusi yang terbangun tidak jauh dari persoalan-persoalan ketiga entitas itu. Internal kampus, Kota Makassar, dan Sulsel. Padahal, alumni Unhas menyebar di seluruh pelosok Nusantara. Dari barat hingga timur negeri ini, alumni Unhas ada.
Bagi saya dan barangkali alumni lain yang tidak lagi berkehidupan atau bersentuhan langsung dengan kampus, Makassar, dan Sulsel, dialektika dalam WAG alumni itu hanya sekadar informasi belaka.
Padahal dengan kapasitas yang dimilikinya, baik kuantitas maupun kualitas dari para tokoh, aktivis, dan pemuka IKA Unhas, ruang narasi bisa dibawa pada spektrum yang lebih luas. Semisal, bagaimana memanfaatkan lahan-lahan di kawasan Indonesia timur sebagai kawasan penyangga pangan –di tengah ancaman krisis pangan yang mulai terasa.
Sehingga kritikan mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin terhadap tema silaturrahmi “Merajut Kebersamaan, Merawat Persaudaraan”, saya kira tepat. Bahwa tema itu sesungguhnya bukanlah sesuatu yang penting. Tema itu hanyalah respon dari tengkar-tengkar di WAG. Sesuatu yang sangat kecil.
IKA Unhas harus jauh melampaui itu. Alumni Unhas harus membicarakan Indonesia. Sehingga dari sana, akan lahir alumni-alumni Unhas yang diperhitungkan di kancah nasional. Kita punya pilihan, Unhas Sulsel atau Unhas Indonesia. (**)
Penulis adalah Alumni Unhas, bekerja di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.