Sekilas Perjalanan 55 Tahun PT. Vale Indonesia

PT Vale Indonesia Tbk (dahulu International Nickel Indonesia Tbk) (INCO) didirikan tanggal 25 Juli 1968 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1978. Kantor pusat INCO terletak di Sequis Tower, Lantai 20, Unit 6&7 – Jl. Jend. Sudirman Kav. 71, Jakarta 12190 – Indonesia. Pabrik INCO berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan. Telp: (62-21) 524-9000 (Hunting), Fax: (62-21) 524-9020.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Vale Indonesia Tbk (31-Mei-2021), yaitu: Vale Canada Limited (43,79%), PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (20,00%) dan Sumitomo Metal Mining Co, Ltd. (15,03%).
Vale Canada Limited merupakan induk usaha INCO sedangkan Vale S.A., sebuah perushaaan yang didirikan berdasarkan hukum Republik Federal Brasil merupakan pengendali utama INCO.
Penerima manfaat akhir dari kepemilikan saham (ultimate beneficial ownership) Vale Indonesia Tbk adalah:
Vale S.A., melalui kepemilikan saham 43,79% oleh Vale Canada Limited dan 0,55% oleh Vale Japan Limited;
Pemerintah Republik Indonesia melalui kepemilikan saham 20% oleh PT Indonesia Asahan Alumunium(Persero); dan
Management Funds/Reksadana dan pemegang saham publik melalui kepemilikan saham 15,03% oleh Sumitomo Metal Mining Co. Ltd.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INCO adalah pertambangan, perdagangan besar, pengangkutan, pengadaan listrik, real estate, pengelolaan air limbah, pengelolaan dan daur ulang sampah, dan aktivitas remediasi. Saat ini, INCO menambang bijih nikel dan memprosesnya menjadi nikel dalam matte (produk yang digunakan dalam pembuatan nikel rafinasi) dengan penambangan dan pengolahan terpadu di Sorowako – Sulawesi.
Vale Indonesia Tbk beroperasi dalam naungan KK yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025 dengan luas konsesi seluas 118.017 hektar meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar).
Vale Indonesia Tbk menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte. Rata-rata volume produksi nikel per tahun mencapai 75.000 ton. Dalam memproduksi nikel di Blok Sorowako, menggunakan teknologi pirometalurgi (meleburkan bijih nikel laterit). Nikel yang dihasilkan diekspor seluruhnya kepada Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. dalam kontrak khusus jangka panjang yang dijalin dengan kedua perusahaan tersebut.
Pada tahun 1990, INCO memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham INCO (IPO) kepada masyarakat sebanyak 49.681.694 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp9.800,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16 Mei 1990.
Pendapat Berbeda
Para Menteri pemerintahan saat ini ternyata berbeda pandangan terhadap divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Sebanyak tiga Menteri menegaskan Vale Indonesia harus diakuisisi oleh pemerintah atau BUMN, sedangkan Menteri ESDM Arifin Tasrif mengambil sikap berbeda.
Arifin Tasrif berkali-kali menyebutkan, divestasi Vale akan dilakukan sesuai dengan undang-undang. Vale hanya cukup melakukan divestasi 11% sahamnya untuk mendapatkan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Arifin mengatakan, jika holding pertambangan MIND ID tidak menebus saham INCO, akan dilepas menjadi saham publik. Jika hal tersebut terjadi, negara pun tetap tidak akan menjadi pengendali Vale Indonesia.
“Kalau MIND ID tidak membeli saham Vale, ya mungkin kejadiannya seperti dahulu lagi, yakni dilepas ke bursa,” pernyataan Arifin di pertengahan Juli 2023.
Awalnya divestasi Vale ‘hanya’ 11%, karena perusahaan yang berbasis di Canada ini telah melakukan divestasi 20% melalui saham publik dan 20% melalui MIND ID. Nyatanya, jika hanya 11%, pemerintah hanya menguasai 31% saham perusahaan tambang nikel ini atau tidak menjadi pemegang saham terbesar.
Terakhir, Arifin mengatakan, Vale Indonesia berminat untuk melakukan divestasi 14% saham. Namun, jumlah ini tidak cukup untuk menjadikan Vale Indonesia menjadi milik pemerintah.
Sementara itu, untuk menjadikan Vale menjadi aset pemerintah, diperlukan akuisisi sedikitnya 20% saham, sehingga kepemilikan pemerintah melalui MIND ID menjadi 40%. Dengan jumlah ini, Indonesia menjadi pemegang saham terbesar Vale, melampaui kepemilikan Vale Canada ditambah Sumitomo Metal Mining.
Terbaru, pihak Kementerian ESDM menyebutkan negosiasi dengan Vale Indonesia masih berproses dan telah menemukan titik terang. Hal ini diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif.
Saat ini, menurut dia, proses negosiasi masih belum selesai dan terus berlangsung. Dia juga enggan menjabarkan secara rinci poin-poin yang kini dalam pembahasan, termasuk besaran saham yang dilepaskan Vale Indonesia.
Menteri BUMN Erick Thohir sebagai komando BUMN menegaskan, MIND ID bisa menjadi pemegang saham Vale Indonesia. Dengan begitu hilirisasi nikel bisa terjamin, dan Indonesia tidak lagi menjadi eksportir bahan mentah.
“Ya berapa pun saham yang dilepas Vale, kami siap diambil. BUMN punya duit loh. Jangan dilihat BUMN tidak punya duit sekarang. Kita punya net income saja kurang lebih Rp 250 triliun. Jadi ada uangnya,” kata Erick Thohir.
Menteri lainnya pun menyatakan komitmennya untuk mengambil alih Vale Indonesia. Misalnya saja, Pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang fokus pada pengembangan hilirisasi nikel dan pengelolaan tambang milik negara.
Selain itu, Luhut menegaskan sumber daya, cadangan, dan aset Vale Indonesia pun harus tercatat di buku kekayaan negara. “Kita mau aset dan cadangan tercatat di Indonesia. Selama ini kita suka ngalah-ngalah,” kata Luhut.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun secara tegas menyatakan keterlibatan BUMN dan BUMD harus lebih besar dalam pertambangan, khususnya hilirisasi. Dengan begitu, cita-cita untuk memiliki ekosistem kendaraan listrik, khususnya baterai, bisa tercapai.
“Yang terpenting adalah semua produksi pertambangan, kita dorong kepada hilirisasi. Hilirisasi yang melibatkan BUMN dan BUMD, jadi tidak bisa lagi kita memberikan opsi perpanjangan, jika tidak melibatkan BUMN atau BUMD. Harus negara yang mengambil peran maksimal,” kata Bahlil.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII Nasril Bahar mengaku cemas terkait urgensi divestasi saham Vale Indonesia dan kelangsungan hilirisasi nikel. Dia mengatakan selama ini pencatatan aset Vale Indonesia dilakukan di Kanada, bukan di Indonesia.
Dengan demikian, penting bagi pemerintah untuk bisa mencapai porsi minimal 40% dalam komposisi kepemilikan Vale Indonesia.
Dan undang undang nomor 3 tahun 2020 perubahan undang undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, kontrak karya tambang beralih menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dengan syarat dan ketentuan pemberian izin bagi perusahaan asing adalah pemerintah Indonesia sebagai pengendali dengan saham sebesar 51% sebagai syarat dan ketentuan berlaku nya operasi IUPK di Indonesia. (**)