Berita Nasional

Jadi Pondasi Awal Budaya Literasi Era Digital, Perpusnas Jalankan Berbagai Konsep Penguatan Literasi di Keluarga

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyoroti peran keluarga sebagai pondasi awal dalam meningkatkan budaya literasi di era digital.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan pada Perpusnas, Adin Bondar, dalam program Jawa Pos TV, Bincang-Bincang bertajuk “Literasi Keluarga Berbasis Digital“, Selasa (12/12/2023).

“Keluarga merupakan pranata sosial dan madrasah pertama bagi pertumbuhan serta perkembangan kognitif emosional anak. Sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan upaya menumbuhkan budaya baca ada tiga pilar, yakni keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat,“ beber Adin Bondar.

Adin Bondar menjelaskan, kegemaran membaca di satuan pendidikan sudah berkembang melalui sekolah maupun perguruan tinggi. Kemudian di masyarakat ada program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), di mana perpustakaan jadi ruang terbuka bagi masyarakat.

TPBIS sudah dilakukan di 3.262 desa yang sudah bertransformasi dan melibatkan 3 juta warga termarjinalkan.

Adin Bondar mengungkap indikator tingkat kegemaran membaca sudah lakukan kajian kepada 1.300 respoden di seluruh indonesia menunjukkan ada pertumbuhan yang baik. Tahun 2022 pada nilai 63,9, di 2023 meningkat 66,7.

“Ada  peningkatan sebesar 2,8 poin, dan juga lamanya frekuensi membaca. Hasil riset 10 jam 19 menit masyarakat Indonesia sudah memiliki kebiasaan membaca,“ ungkapnya.

Adin pun membeberkan di masa depan melalui bonus demografi yang diproyeksikan Indonesia Emas 2045, peran keluarga sangat penting dalam menempatkan literasinya. Di mana ada 84 juta anak akan jadi pemegang tongkat estafet di 2045.

“Konsep  penguatan literasi jadi suatu edukasi baru. Perilaku masyarakat berubah dari konvensional jadi digitalisasi, hampir 78 persen terkoneksi dengan internet,“ urainya.

Peningkatan budaya literasi dilakukan melalui tiga cara. Yakni kegemaran membaca masyarakat, penguatan perbuatan dan konten literasi serta peningkatan akses perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Perlu ada satu kesadaran keluarga bagaimana membangun SDM lebih awal yang berbasis kepada keluarga. Yang dilakukan melalui tahapan pra nikah, keluarga yang akan memiliki anak, dan tahap anak usia emas, 0-6 tahun.

Rencana penguatan budaya literasi akan terus dilakukan melalui edukasi dan pembinaan berkelanjutan. Keluarga harus hadir menjadi role model, katalisator bagi upaya penguatan gemeran membaca.

Kesadaran orang tua harus ada. Tentu dengan memanfaatkan budaya literasi yang dikukuhkan sebagai role model kegemaran membaca.

“Pembentukan manusia berkualitas tidak hanya pada satuan pendidikan, tapi ada di orang tua. Akan bentuk keluarga pilihan sebagai role model bagaimana mengakselerasi kegemaran membaca pada keluarga,“ imbuhnya.

Keberpihakan pemerintah kepada perpustakaan juga harus ditunjukkan. Jangan dianggap program literasi tidak penting. (bsnn)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button