Pencabutan IUP dan IPPKH Pertambangan Timbulkan Masalah Hukum
Problem pencabutan perizinan dalam sektor pertambangan mineral dan batu bara (Minerba), kehutanan hingga perkebunan, yang dilakukan pada awal tahun ini oleh pemerintah masih menyisakan sejumlah permasalahan hukum serius. Hal ini mengemukan dalam pembahasan pada pertemuan Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar dengan Budi Riyanto, yang merupakan Inspektur di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode 2012-2017.
Keduanya menyoroti dan mendiskusikan berbagai problem dari adanya pencabutan tersebut. Diketahui sampai saat ini keluhan terhadap masalah itu masih banyak dijumpai. Masalah hukum yang paling serius dari adanya pencabutan tersebut adalah dasar hukum kewenangan Menteri BKPM melakukan pencabutan sejumlah izin usaha pertambangan. Dasar hukum pencabutan tersebut dipandang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Masalah mendasar berikutnya adalah ketiadaan kepastian hukum dalam kegiatan usaha pertambangan. Hal ini dapat merusak tata kelola pertambangan minerba ke depannya.
Perlu diketahui bersama bahwa saat itu, ada sekitar 2.087 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas lahan 3.201.046 hektare serta tambahannya sebanyak 19 IUP, sehingga mencapai total 2.097 IUP yang dicabut. Sementara itu di sektor kehutanan, ada sekitar 192 izin, dalam hal ini adalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dicabut dengan total luas 3.126.439 hektare. Di sisi lain juga terdapat Hak Guna Usaha perkebunan yang dicabut dengan total luas 34.448 hektare.
Terkait pencabutan IUP tersebut, terdapat banyak keluhan dari para berbagai pelaku usaha pertambangan. Apalagi ada dugaan bahwa pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menyalahi kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Alasan pencabutannya karena terdapat izin yang tidak beroperasi, tidak ditindaklanjuti dengan izin usaha, ataupun tidak menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Akibat dari pencabutan tersebut, BKPM kebanjiran mendapat gugatan dari para pengusaha yang tidak terima izin usahanya dicabut. Para pelaku usaha menggugat Keputusan Menteri Investasi/BKPM melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan perkara banyak datang dari permasalahan pencabutan Izin Usaha Pertambangan dan pencabutan Izin Berusaha Pemanfaatan Hutan.
Lebih lanjut, dalam pertemuan tersebut keduanya merasa gelisah dengan keadaan tata kelola pertambangan minerba yang carut marut. Bisman Bhaktir menyampaikan sering mendapat pengaduan masyarakat terkait kasus IPPKH, tumpang tindih dengan Hak kawasan hutan dengan HGU untuk perkebunan maupun konflik antara masyarakat dengan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI). Hal yang sama juga dialami oleh Budi Riyanto.
Lebih jauh Budi Riyanto mengeluhkan masalah terkait dengan tindak lanjut dari pencabutan IUP. Problemnya adalah ketika PTUN telah memutuskan bahwa pencabutan IUP tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, masalah terjadi saat perusahaan yang bersangkutan kembali ingin memproses perizinan dalam sistem Online Single Submission (OSS) Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dan Minerba One Map Indonesia (MODI).