Anggaran Jumbo, Program Makan Bergizi Gratis

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo-Gibran masih menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Selain pembahasan soal anggaran jumbo yang dibutuhkan, menu makan siang hingga efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah juga patut dikaji lebih mendalam. Program MBG diusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam kampanye Pilpres 2024 sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Hal yang sama juga disampaikan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Direktur Penganekaragaman dan Konsumsi Pangan Bapanas Rinna Syawal menilai penting penguatan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui perbaikan gizi khususnya pada generasi Z agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang sehat, aktif dan produktif. Hal tersebut, katanya, diperlukan untuk menyongsong bonus demografi 2045 yang membutuhkan kesiapan generasi emas yang andal untuk membawa Indonesia menuju negara maju.
“Pola konsumsi pangan merupakan perilaku paling penting dalam mempengaruhi keadaan gizi seseorang,” kata Rinna pada sesi diskusi bertajuk ‘Di Balik Dapur Makan Siang Bergizi: Dari Ladang Hingga ke Piring’ di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (28/9/2024) dilansir dari siaran pers. Dia menjelaskan kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia yang diukur dengan indikator skor pola pangan harapan (PPH) pada 2023 mencapai 94,1 dari 100.
Secara umum, kata Rinna, konsumsi beras dan terigu di Indonesia masih tinggi. Sebaliknya, konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, protein, sayur dan buah masih belum memenuhi anjuran yang ditetapkan. Di samping itu, konsumsi makanan dan minuman berkadar gula, garam, dan lemak masih tergolong tinggi, khususnya pada generasi muda.
Menurutnya, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian berbagai pihak dalam program perbaikan konsumsi pangan dan gizi masyarakat adalah pemanfaatan potensi pangan yang bersumber dari produksi lokal untuk menggerakkan ekonomi setempat. Kemudian, pilihan menu konsumsi harus memenuhi prinsip gizi seimbang (Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman atau B2SA) berbasis kearifan lokal, dan edukasi kepada penerima manfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku konsumsi pangan yang lebih sehat serta memerankan ekosistem setempat (kantin sekolah, tenaga didik, orang tua, dan kelompok masyarakat).
Salah satu inisiator dari Nusantara Food Biodiversity, Ahmad Arif mengatakan bahwa Indonesia sejatinya mempunyai sumber pangan dan makanan yang beragam dengan cara tumbuh yang berbeda-beda. Menurutnya, secara kultural dan historis, pangan di Indonesia sangat beragam. Namun, masyarakat di berbagai penjuru Nusantara justru dipaksakan untuk mengonsumsi pangan yang seragam.
“Semakin jauh dari pusat sentral, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat daerah. Prinsip desentralisasi mendorong pemulihan pangan berdasarkan kondisi yang berbeda-beda di setiap daerah. Jika daerah tersebut kaya dengan pangan ikan, masyarakatnya jangan dipaksakan untuk konsumsi daging ayam,” tambahnya.
Dia juga menyoroti bahwa Program Makan Bergizi Gratis yang direncanakan Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu menghindari tren sentralisasi pangan berwujud menu instan. “Desentralisasi menu yang bersumber pada pangan hasil olahan petani lokal dapat menjadi jawaban dalam upaya Negara untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat daerah. Salah satu cara untuk mendukung pemberdayaan masyarakat daerah adalah dengan mengalokasikan anggaran pemerintah daerah untuk lebih menyerap pangan lokal, seperti di Brazil yang menggunakan 30 persen anggarannya untuk membeli pangan dari petani lokal,” imbuhnya.
Pada acara yang sama, Penutur Pangan Lokal Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Ismu Widjaya mengaku memanfaatkan bahan pangan lokal melalui kemitraan dengan para nelayan, petani, dan peladang. Ismu membeli bahan-bahan makanan seperti ikan-ikan, ubi, kacang panjang dari para mitra tersebut. Ismu menerapkan prinsip bisnis yang adil dengan memberikan harga yang pantas bagi para mitra.
Dengan demikian masyarakat setempat juga turut berdaya. “Kami tidak hanya meningkatkan kualitas produk kami, tetapi juga kehidupan mereka,” imbuhnya. Ketika berbicara mengenai pangan lokal, Ismu menyatakan kekagumannya terhadap gastronomi masyarakat Dayak di Kapuas Hulu yang sangat beragam. Mereka memiliki berbagai tanaman yang dapat mereka manfaatkan menjadi bahan-bahan masakan berkualitas. Contohnya adalah tanaman Kandis serta Daun Sekumba yang memberikan rasa asam, atau tanaman Sabi yang memiliki cita rasa seperti Wasabi.
“Saya sudah dua tahun tinggal di Kapuas Hulu dan sampai detik ini belum juga selesai mengidentifikasi bahan pangan yang ada. Karena itu saya sangat percaya pada kekuatan bahan pangan lokal. Setiap hidangan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cerita dan sejarah yang menyertainya,” ujar Ismu. Sementara itu, Stephanie Cindy Wangko, Pegiat Sosial Papua Selatan dan Program Manager Yayasan Dahetok Milah Lestari Papua Selatan menambahkan bahwa pangan lokal tidak hanya dapat menjadi sumber gizi tetapi juga memiliki potensi ekonomi melalui produk olahan.
Anggaran Jumbo Program Makan Bergizi Gratis
Anggaran Badan Gizi Nasional dalam RAPBN 2025 adalah sekitar Rp71 triliun. Uang puluhan triliun itu akan dianggarkan di satu kementerian/lembaga saja, yakni Badan Gizi Nasional. “[Rp71 triliun] menyangkut seluruhnya. Termasuk [untuk gaji pegawai],” ungkap Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2024).
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, dana program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp71 triliun pada tahun depan tidak akan mengambil anggaran pendidikan dari kementerian/lembaga lain. Sri Mulyani menjelaskan Rp71 triliun untuk program MBG memang berasal dari alokasi dana abadi pendidikan (20% APBN). Kendati demikian, dia menjelaskan alokasi program MBG merupakan dana on top sehingga tidak mengambil anggota kementerian/lembaga manapun. Lebih lanjut, pemerintah merancang program MBG melalui pemberian makan bergizi dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita, dan ibu hamil/menyusui dengan risiko anak stunting.
(bsnn)