Injeksi Triliunan ke Himbara: Penyelamat Stabilitas atau Beban Baru Negara?

Injeksi likuiditas ke bank BUMN pada dasarnya merupakan strategi pemerintah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus memastikan fungsi intermediasi perbankan tetap berjalan optimal di tengah tekanan ekonomi.
Dukungan likuiditas ini dapat meringankan tekanan pendanaan bank, memperkuat daya tahan modal, serta menjaga kepercayaan pasar terhadap soliditas bank-bank milik negara. Dari sisi makro, langkah tersebut membantu mencegah potensi pengetatan likuiditas yang bisa berdampak pada naiknya suku bunga kredit dan melemahkan aliran pembiayaan ke sektor riil.
Bank BUMN yang menjadi penopang utama penyaluran kredit nasional akan memiliki ruang lebih besar untuk mendukung pembiayaan prioritas, seperti UMKM, infrastruktur, dan proyek strategis pemerintah. Namun, injeksi likuiditas juga membawa tantangan. Tanpa pengelolaan yang disiplin, ada risiko moral hazard dan ketergantungan bank terhadap dukungan negara. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mencairkan dana pemerintah senilai Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) pada Jumat (12/9) sore ini.
“Kemarin saya janji akan menambahkan Rp200 triliun ke perbankan. Ini sudah diputuskan. Siang ini disalurkan dan sore sudah masuk,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Jumat (12/9).
Kelima bank itu adalah PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) dan PT Bank Mandiri Persero Tbk dengan nilai dana masing-masing sebesar Rp55 triliun. Kemudian, PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) Rp25 triliun dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp10 triliun.
Purbaya menjelaskan dana yang disalurkan ke BSI lebih kecil dibandingkan empat bank lainnya mengingat ukuran bank yang juga relatif lebih kecil. Namun, BSI tetap dilibatkan lantaran menjadi satu-satunya bank yang memiliki akses penyaluran pembiayaan di Aceh. “Supaya dananya bisa juga dimanfaatkan di Aceh sana,” tambah dia. Penempatan uang dilakukan dalam bentuk Deposito On Call konvensional/syariah dengan mekanisme tanpa lelang. Menurut Purbaya, tidak ada pengaturan tenor untuk penyaluran kredit ini.
“Uang pemerintah biasanya ditaruh di Bank Indonesia (BI), yang perbankan tidak bisa akses. Kalau kita pindahkan sebagian, pemerintah nggak bisa belanja pun perbankan bisa akses dan ekonomi bisa jalan. Jadi, nggak harus ada tenor. Bisa kita geser, bisa diambil kapan pun karena On Call,” jelas Purbaya.
Tingkat bunga/imbal hasil ditetapkan sebesar 80,476 persen dari suku bunga acuan BI atau BI-Rate. Purbaya menegaskan penempatan dana itu tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) karena tujuan utamanya adalah mendorong sektor riil. (bsnn)