Pendidikan

Tak Hanya Pandai Baca, Literasi Jadi Kunci Lahirkan SDM Unggul dan Kompetitif

Visi Indonesia Emas 2045 dihadapkan pada tantangan besar yakni rendahnya literasi masyarakat Indonesia. Rendahnya minat baca ini tentu menghambat penciptaan sumber daya manusia (SDM) unggul. SDM unggul sedianya sangat diandalkan untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Tema ini menjadi inti pembahasan dalam diskusi Kepala Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), E. Aminudin Aziz denganmedia di Jakarta, Kamis (16/10). “Masalah literasi ini tentu menjadi tantangan besar bagi kita dalam menciptakan SDM unggul menuju Indonesia emas,” tegasnya.

Dia menuturkan, rata-rata masyarakat di Indonesia hanya membaca enam buku per tahun. Artinya budaya baca warga di Indonesia masih sangat rendah. “Jika setahun ada 365 hari, maka hanya 5,9 hari. Itu berarti hanya 129 jam kita habiskan selama satu tahun untuk membaca buku,”ucapnya. Sedikitnya waktu membaca buku ini berbanding terbalik dengan kecenderungan membuka media sosial (Medsos). Masyarakat Indonesia termasuk aktif. Artinya, lebih gemar membaca tulisan pendek, ketimbang membaca tulisan panjang yang sebenarnya lebih padat isinya dan komperehensif. Dampaknya, informasi yang kita peroleh sepotong sepotong.

Hasil studi dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang menunjukkan posisi Indonesia masih di bawah rata-rata global. “Indonesia berada di peringkat ke-6 dari negara-negara ASEAN. Ini mencerminkan literasi kita masih jauh dari harapan,” tandasnya. Lebih lanjut, dia menyebut Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) nasional baru mencapai angka 73,75 masuk dalam kategori sedang dan sejumlah daerah bahkan berada di bawah rata rata nasional.

Tentu, kata Aminudin, fenomena ini menjadi tantangan serius menuju Visi Indonesia Emas. Ini menjadi tanggung jawab Perpusnas, Pustakawanstakeholder terkait lainnya agar persoalan ini segera diatasi. Muara dari semua itu adalah terciptanya generasi unggul. Dia menggarisbawahi ada enam persoalan mendasar literasi nasional. Peningkatan literasi tegasnya tidak dapat dilakukan secara parsial, namun memerlukan kolaborasi menyeluruh dari berbagai pihak. “Masalah kita adalah komplikasi pemahaman tentang apa itu literasi. Definisinya seringkali dibuat rumit, hingga para pelaku literasi kebingungan sendiri,” ungkapnya. Literasi pada hakikatnya adalah kecakapan dalam memanfaatkan informasi, baik tekstual maupun nontekstual untuk meningkatkan kualitas hidup. Masalah kedua, minimnya sumber bahan bacaan yang relevan dengan minat pembaca. Menurutnya, minat baca masyarakat Indonesia tidak rendah.

Ketiga, masih kurangnya fasilitas pendukung pasca kegiatan membaca, seperti sarana untuk mengimplementasikan hasil bacaan. Keempat, banyak program literasi yang tidak tepat sasaran dan tidak mendukung peningkatan kecakapan hidup secara langsung. Masalah kelima adalah rendahnya kompetensi sebagian penggiat literasi. Terakhir, persoalan komitmen pemerintah daerah yang belum mendukung pembangunan literasi turut memperlambat kemajuan.

Kepala Perpusnas juga memaparkan berbagai program lainnya, seperti KKN Tematik Literasi yang dijalankan di 16 provinsi bekerja sama dengan 22 perguruan tinggi. (bsnn).

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button