Mengumpulkan massa hingga ribuan, namun dengan iming-iming amplop atau sembako, nyaris semua orang bisa melakukan. Tetapi mengumpulkan massa hingga puluhan ribu tanpa iming-iming apapun, luar biasa, dan hanya sedikit orang yang bisa melakukan. Saat ini, di antara yang sedikit itu, Anies termasuk di dalamnya.
Lihat antusiasme massa di berbagai daerah ketika Anies berkunjung. Massa menyambutnya dengan kegembiraan, rebutan jabat tangan, hingga massa histeris. Bukan massa yang datang karena sembako, duduk bergerombol, wajah lesu dengan tatapan kosong, seperti tak punya harapan.
Tetapi massa yang menyambut Anies berbeda. Mereka datang dengan membawa harapan untuk dititipkan pada Anies. Maka jangan heran jika mereka tampak semangat dan gembira. Sebab bagi mereka, Anies adalah harapan masa depan yang lebih menjanjikan.
Apa penggambaran ini berlebihan? Tidak, karena faktanya memang begitu. Bahkan tak cukup kata untuk menggambarkan realitas yang sesungguhnya secara memadai. Tengok kunjungan Anies baru-baru ini di Bandung, misalnya, begitu fenomenal. Suasana di luar stadion Jalak Harupat, berubah menjadi lautan Anies.
Melihat fenomena antusiasme massa menyambut Anies tersebut, seorang kawan yang tak pernah peduli dengan masalah politik, tiba-tiba berkementar, “Jika parpol pengusung cukup, dan konspirasi merompikuningkan Anies tak berhasil, maka Anies sulit dibendung untuk menjadi suksesor Jokowi.”
“Kecuali,” sambungnya tertahan dan tampak sedikit tegang.
“Apa?” desakku.
“Di-Munir-kan,” jawabnya singkat sembari tertawa.
Meski kawan itu hanya berkelakar, tapi tak urung membuatku tersentak, seakan baru menyadari sesuatu yang tak pernah saya pikirkan. “Apa mungkin ada orang sampai tega melakukan hal sekeji itu?” tanyaku dalam hati.
Tetapi tetap saja kepikiran. Karena di negeri ini, konspirasi menghilangkan nyawa manusia untuk tujuan tertentu, bukan hal baru. Contohnya sudah begitu banyak. Munir, misalnya, mati diracun pada 2004 silam. Enam Laskar FPI mati tertembak pada Desember 2020 lalu. Kasus paling mutakhir adalah kematian Brigadir Yoshua Hutabarat pada 2022.
Apatah lagi di dunia politik, menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan, kerap dilakukan. Bayangkan, jika para pembenci Anies sudah kehabisan cara untuk menghentikannya, maka cara di atas, pun tak mustahil mereka akan lakukan.
Benar saja. Kelakar kawan itu seolah mendapat pembenaran tatkala Anies berkunjung di Banten pada 25 Januari 2023 lalu. Anies diteror dengan ular kobra, membuatku terkesiap. Ceritanya, Anies dijadwalkan berkunjung di rumah kediaman Wahidin Halim pada pagi hari. Namun jelang subuh, rumah Gubernur Banten 2017 – 2022 itu, dilempari sekarung ular kobra.
Kejadian itu sontak membuat percakapan di ruang publik menjadi heboh. Muncul spekulasi bahwa itu bukan sekadar teror, tapi memang bertujuan mencelakai Anies. Sebab kalau hanya sekadar teror tanpa maksud mencelakai, cukup dengan ular sawah besar yang tidak berbisa. Untuk apa ular kobra sekarung yang sangat berbisa dan mematikan?
Spekulasi itu cukup masuk akal. Coba kita analisis. Jarak antara pelemparan ular kobra itu dan kadatangan Anies, hanya sekitar 4 jam. Ini cukup membuat kobra belia yang berjumlah 20 ekor itu menyebar tanpa yang ada memperhatikan. Lalu bayangkan pada saat acara berlangsung, tiba-tiba sejumlah orang berteriak karena dipatuk ular. Mau tak mau, pasti terjadi kepanikan.
Lantas, apa kira-kira terjadi jika massa panik dalam ruang sempit? Bukan tidak mungkin “Tragedi Kanjuruhan” kembali terjadi di rumah Wahidin Halim, meskipun skalanya kecil. Bagaimana tidak? Rumah kediaman Wahidin Halim hari itu, sesak dipenuhi massa hingga di halaman. Saat itu, Anies pun bisa celaka.
Tidak hanya itu. Saat terjadi kepanikan, kobra-kobra belia itu menjadi agresif lalu mematuk kiri kanan tanpa henti. Tentu banyak orang kena patuk dan terlambat mendapat pertolongan karena masing-masing menyelamatkan diri. Sebab jangan salah, meskipun masih kobra belia, namun bisanya, tak kurang mematikan dari kobra dewasa.
Amir Hamidy, peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi LIPI menjelaskan bahwa bisa ular kobra dapat mematikan dalam hitungan menit, tergantung jumlah venom (bisa) yang masuk ke dalam tubuh, kemudian menyebar dengan cepat menyerang saraf dan darah. Karena itu, jangankan kobra belia, gigitan baby kobra yang baru saja menetas, menurutnya, sudah cukup mematikan.
Tetapi beruntung Tuhan berkehendak lain. Sebab usai dilemparkan ke halaman rumah Wahidin Halim, ular-ular kobra itu tidak segera keluar dari dalam karung lalu menyebar. Padahal ketika ditemukan, kondisi karung sudah dalam keadaan terbuka.
Hari-hari ini, rasa-rasanya situasi politik di negeri ini makin lucu saja sampai ular kobra juga ikut dilibatkan. Padahal, berpolitik dengan cara itu, sungguh tak lazim dalam tradisi perpolitikan di era modern yang menekankan gagasan. Bahkan malu rasanya, sebab praktek politik yang melibatkan ular, hanya ada dalam tradisi masyarakat primitif.
Makanya, Anies juga harus berhati-hati dengan politik ular.
Makassar, 29 Januari 2023.