Peneliti CSIS :Ada Kelompok yang Ingin Tunda Pemilu 2024

Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Noory Okthariza, menduga ada kelompok yang terorganisir untuk menunda Pemilu 2024.
Menurut Noory, kali ini kelompok tersebut masuk melalui putusan Pengadilan Negeri di Jakarta Pusat.”Kelompok-kelompok ini bisa terorganisir secara rapih, bisa losely organized, tidak terlalu terorganisir, tapi tujuannya sama yaitu Pemilu 2024 ditunda, entah satu tahun, dua tahun, dan seterusnya,” ujar Noory saat konferensi pers di Auditorium CSIS, Gedung Pakarti Center, Tanah Abang, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).
Noory menilai kelompok ini memanfaatkan berbagai instrumen untuk memuluskan langkah penundaan pemilu. Instrumen tersebut antara lain melalui amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945, menghadirkan kembali GBHN, perpanjangan masa jabatan presiden, dan mobilisasi kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan sampai 9 tahun.
“Kemudian terakhir belum lama ini ada yang minta penghapusan jabatan gubernur, supaya gubernur di seluruh provinsi ditunjuk sama DPRD. Dan hari ini isunya adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda pemilu 2024,” ungkap Noory.
Menurut Noory, pergerakan kelompok yang ingin menunda pemilu makin serius jelang Pemilu 2024. Dia menilai kelompok ini mudah dilacak jejaknya melalui media sosial.
“Saya melihat ini digerakkan oleh kelompok yang relatif terorganisir, sistematis, dan semakin ke sini harus dianggap serius. Siapa mereka? Mungkin nggak perlu dibuka di sini. Tapi sebetulnya relatif gampang untuk dilacak jejak sosial medianya,” tandas Noory.
Lebih lanjut, Noory mengatakan kelompok ini kerap menjadikan isu penundaan pemilu sebagai komoditas politik. Apalagi, kata dia, mendekati pelaksanaan pemilu serentak 2024.
“Saya melihat semakin mendekat ke tahun politik, isu itu dijadikan komoditas. Memainkan isu dijadikan komoditas, untuk apa? Untuk political bargain dan itu sepertinya terjadi. Sekali di-stop, munculin isu baru, sekali distop munculin isu baru, dan itu menciptakan dinamika tertentu, dan dinamika itulah yang dijadikan political bargain oleh orang yang memainkan isu ini. Jadi isu dijadikan komoditas,” pungkas Noory. (K13)