PHK Massal Industri Alas Kaki Berlanjut
Industri alas kaki nasional akan kembali menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada semester I-2023, lantaran anjloknya permintaan ekspor hingga 40-50%. Pada akhir tahun lalu, industri padat karya ini telah melakukan PHK terhadap 25.700 pekerja akibat penurunan order ekspor.
Rendahnya order yang masuk akan berimbas menurunkan ekspor alas kaki tahun ini. “Awalnya saya menduga PHK akan berlangsung di kuartal I-2023, tapi permintaan ekspor belum membaik. Belum ada kabar yang baik, termasuk ekonomi tujuan ekspor industri alas kaki, sehingga gelombang PHK kemungkinan terus berlangsung selama enam bulan ke depan,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri kepada Investor Daily, baru-baru ini.
Dia menerangkan, penurunan order sudah mulai dirasakan sejak Juli 2022, namun realisasi ekspor tahun lalu masih tumbuh tinggi. Realisasi ekspor alas kaki masih tumbuh sekitar 25,2%, menjadi sekitar US$ 7,7 miliar.
“Pertumbuhan ekspor itu sebenarnya cukup luar biasa. Namun, pada 2022 sebenarnya kita sudah mulai mengalami penurunan order,” ucap Firman.
Lesunya Pasar Utama
Firman menjelaskan, pada Desember, penurunan ekspor sudah mulai kelihatan. “Perkiraan kami, di kuartal satu dan dua 2023 itu mungkin order akan turun sekitar 40-50%. Kami belum berani memperkirakan berapa ekspor tahun ini, kami tunggu semester satu seperti apa hasilnya,” kata Firman.
Dia mengungkapkan, penurunan order ekspor berasal dari pasar-pasar utama seperti Amerika Serikat. Kalaupun kondisinya ada yang sudah membaik seperti AS, masih belum sepenuhnya pulih.
Menurut Firman, sepinya order tersebut belum sampai membuat pabrik-pabrik alas kaki ditutup. Namun, sebagian besar industri sudah melakukan efisiensi karena order yang masuk kecil sekali.
Dia berharap, pemerintah memiliki kebijakan khusus yang sifatnya temporer dan cepat untuk menyelamatkan industri alas kaki, seperti yang dilakukan saat pandemi Covid-19. Ketika pandemi terjadi, reaksi pemerintah cukup cepat dengan mengadakan rapat tiap minggu dan mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan industri.
“Walaupun sempat terlambat, kita sukses cukup luar biasa soal penanganan pandemi. Namun ketika terkait dengan kondisi sekarang, tidak seresponsif dulu,” kata Firman.
Butuh Peran Pemerintah
Firman menekankan pentingnya peran serta pemerintah untuk menyelamatkan industri alas kaki dan mencegah semakin meluasnya PHK di industri padat karya. Dia menyayangkan masih adanya perdebatan mengenai ada tidaknya PHK di tengah kondisi saat ini.
Padahal, pemerintah mempunyai data yang berasal dari laporan duta besar dan atase perdagangan di luar negeri mengenai kondisi ekonomi di negara-negara tujuan ekspor. Ada juga analistis dari berita-berita di media internasional mengenai pemberitaan merek-merek global mulai menurunkan kapasitas produksinya.
“Lalu, pemberitaan di negara pesaing seperti Vietnam, itu juga sudah ada angka PHK di 2022. Data aktivitas keluar-masuk barang kita di pabrik rata-rata di kawasan berikat dan semua tercatat di Bea Cukai. Artinya, harusnya ada sistem peringatan dini, karena datanya bisa berubah hari per hari,” kata dia.
Firman menambahkan, pemerintah juga mempunyai angka PHK dari dua data. Pertama, data yang sifatnya laporan dari pabrik ke dinas tingkat II, yang dilanjutkan ke provinsi dan kemudian ke kementerian. Kedua, data dari BPJS Ketenagakerjaan.
“Keduanya memiliki metodologi beda. Saya rasa datanya sudah banyak, dan kemudian pakar-pakar ekonomi sudah mengatakan soal kondisi negara tujuan ekspor kita sedang mengalami perlambatan,” ucap dia.
Firman mengatakan, sejak tahun lalu pihaknya berharap ada fleksibilitas supaya bisa menekan PHK. Usulan itu sudah dimasukkan sebagai rekomendasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
“Tetapi kan itu kembali ke Kementerian Tenaga Kerja. Data juga sudah ada semua, tinggal kemauan politik dari Kementerian Tenaga Kerja,” ungkap dia.
Masih Kontraksi
Industri alas kaki tercatat masih mengalami kontraksi berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri atau IKI. Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan menerangkan, industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki mengalami kontraksi akibat stagnasi ekonomi dan inflasi di negara mitra utama ekspor. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya berupaya melakukan perluasan pasar luar negeri dengan percepatan pelaksanaan perjanjian IEU-CEPA.
Selain itu, Kementerian Perindustrian melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengenai masalah impor ilegal dan peningkatan pengawasan barang impor sampai ke pelabuhan terkecil, penyusunan larangan terbatas untuk tekstil dan produk tekstil (TPT), serta mengusulkan penambahan pasal kewajiban pelaku usaha mencantumkan nomor registrasi barang K3L dan NPB atau SNI pada tampilan perdagangan elektroniknya untuk produk TPT dan alas kaki.
“Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 26/2021. Kemenperin juga berupaya melaksanakan kembali program restrukturisasi mesin/peralatan tahun 2023, dan pemberian insentif bahan industri TPT,” ujar Adie.
(Indah Handayani, Investor.Id )