Pemerintah Mengkaji Pembatasan Pembangunan Smelter (RKEF)
Pemerintah tengah mengkaji pembatasan pembangunan smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang memproduksi nickel pig iron (NPI) dan feronikel atau nikel kelas 2. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi euforia eksploitasi nikel secara besar-besaran agar cadangan nikel di Indonesia tidak cepat habis.
“Pembahasan moratorium smelter yang memproduksi nikel kelas dua tersebut sudah dilakukan di tingkat Kemenko Bidang Maritim dan Investasi dan melibatkan empat kementerian. Pembahasan dilakukan Kementerian ESDM untuk masalah pembatasan pembangunan smelter yang berdasarkan proses pirometalurgi, yang produknya kira-kira ke arah NPI dan feronikel,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif, saat workshop Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba bertema “Creating Good News for a Better Minerals Sector” yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), di Jakarta, pekan lalu.
Disebutkan bahwa sumber daya mineral nikel dalam beberapa tahun terakhir menjadi primadona di dunia lantaran posisinya sebagai bahan baku utama kendaraan maupun baterai kendaraan listrik. Indonesia selama ini dikenal sebagai pemasok utama nikel dunia. Indonesia juga tercatat memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yakni 22% dari cadangan dunia. Artinya, Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku supply-demand nikel dunia.
Pembangunan smelter secara besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir juga terus digenjot bahkan jumlahnya berdasarkan rencana yang ada bisa mencapai 121 smelter. Tercatat status pembangunan mmelter nikel pada akhir tahun 2022 masing-masing smelter yang terintegrasi dengan tambangnya (IUP) yang menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM sebanyak 5 yang sudah beroperasi, 2 masih dalam konstruksi dan 2 dalam perencanaan atau total sebanyak 9 smelter. Namun, ada pula smelter yang terpisah dari tambangnya (stand alone) dan menjadi tanggung jawaba Kemenperin yakni 32 sudah beroperasi, 37 dalam proses konstruksi dan 33 dalam rencana, sehingga jumlahnya menjadi 102 smelter.
Serapan bijih nikel untuk memproduksi NPI dan feronikel saat ini mencapai 160 juta ton. Jika semua pembangunan smelter dilakukan, serapannya bisa mencapai 450 juta ton. Di sisi lain, cadangan bijih nikel Indonesia hanya 5,2 miliar ton. “Bisa bayangkan bagaimana cepatnya (cadangan) habis, smelter masih ada tapi tidak ada lagi input bijih kalau eksplorasi dan penemuan cadangan baru tidak ada. Ini cukup kritis kondisinya kalau kita tidak ambil suatu langkah,” ujarnya.
Namun, Irwandy belum bisa membeberkan kapan target kebijakan ini resmi diterapkan, lantaran pemerintah masih menunggu data komprehensif terkait jumlah sumber daya, cadangan, smelter, dan serapan smelter per tahun.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, sumber daya mineral nikel yang dimiliki Indonesia sangat besar, sehingga sayang sekali jika hanya diproduksi menjadi produk nikel kelas dua yang kadarnya rendah. Hal ini juga seiring dengan didorongnya ekosistem industri baterai kendaraan listrik.
Salah satu bahan baku baterai lithium untuk kendaraan listrik adalah nikel sulfat dan kobalt sulfat yang harus diproses menggunakan smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). Sehingga, smelter ini yang nanti akan lebih digenjot pemerintah.
Menurut Irwandy, pihaknya juga mendorong peningkatan eksplorasi untuk cadangan nikel khususnya Saprolite Ore serta pengembangan pasar dan industri domestik Stainless Steel untuk menyerap Produk NPI dan FeNi (k14)