Sastra dan tradisi lokal merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya suatu masyarakat. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya telah membentuk karakter generasi dari masa ke masa.
Menurut jurnal Cultural Sustainability Through Indigenous Literature (IJSRP, 2020), sastra tradisional seperti pepatah, pantun, dan mitos berperan besar dalam menanamkan etika, norma, serta nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu nilai yang banyak ditemukan dalam sastra lokal adalah konsep tanggung jawab sosial dan solidaritas antarwarga. Tradisi seperti tutur lisan dan upacara adat menjadi media transmisi nilai-nilai tersebut dari generasi tua ke generasi muda. Dalam kajian Preserving Intangible Cultural Heritage in the Digital Age (UNESCO, 2016), disebutkan bahwa pelestarian tradisi lisan memerlukan pendekatan adaptif yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Namun, modernisasi dan globalisasi membawa tantangan besar terhadap keberlanjutan sastra dan tradisi lokal. Minimnya ruang di media arus utama dan dominasi budaya pop global membuat generasi muda mulai melupakan akar budayanya, kurangnya integrasi budaya lokal dalam pendidikan formal juga berkontribusi terhadap rendahnya minat terhadap tradisi sendiri.
Upaya pelestarian nilai-nilai lokal dapat dilakukan melalui adaptasi kreatif dan integrasi ke dalam platform digital. Misalnya, penggunaan media sosial untuk membagikan cerita rakyat, puisi tradisional, hingga dokumentasi upacara adat. UNESCO menyarankan pendekatan partisipatif yang melibatkan komunitas lokal, pendidik, dan kreator digital untuk memastikan keberlanjutan budaya takbenda.
Menghidupkan kembali nilai lokal lewat sastra dan tradisi bukan sekadar melestarikan masa lalu, tetapi juga membentuk masa depan yang berakar kuat pada jati diri bangsa. Diperlukan sinergi antara keluarga, sekolah, dan pemerintah untuk memastikan budaya tidak hanya diajarkan, tapi juga dihidupi. Dengan demikian, generasi muda dapat tumbuh dengan karakter kuat yang tetap relevan di tengah dunia modern. (bsnn)
