Berita Nasional

Guru Besar UI Ini Sebut Semua yang Dilakukan dalam Kampanye adalah Perebutan Ruang-Ruang Framing

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Prof Zeffry Alkatiri berpendapat, peran akademisi dalam kampanye pemilu adalah menyadarkan masyarakat bahwa semua yang dilakukan dalam kampanye adalah perebutan ruang-ruang framing.

Menurut Zeffry, tugas akademisi semestinya mengedukasi masyarakat tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam sebuah proses kampanye, dalam apa yang umumnya dibuat oleh tim kampanye calon tertentu untuk menciptakan sebuah framing atau yang dulu dikenal sebagai propaganda yang akan disampaikan kepada masyarakat. “Tujuannya umumnya hanya agar orang memilih mereka. Caranya adalah dengan memberi figura tertentu sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan tim kampanye”, ungkap Zeffry.

Apa yang pernah dilakukan para politikus di masa kolonial, jelas Zeffry,  yang sering menggunakan propaganda dalam mempengaruhi masyarakat, sekarang ini juga dilakukan para juru kampanye atau tim pemenangan calon tertentu. “Metode dan strateginya lebih canggih lagi.

Namun pada intinya sama. Bagaimana mereka menggunakan narasi untuk mempengaruhi masyarakat”, jelasnya dalam acara Diskusi Publik: Bahasa dan Kampanye Pemilu yang diselenggarakan Universitas Prasetiya Mulya dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), di Cilandak 9 November 2023.

Masyarakat perlu lebih sadar dan mencermati lagi bahwa semua framing dalam kampanye sekarang ini terjadi secara masif dan canggih di ruang-ruang narasi yang ada dalam genggaman kita. “Di telepon genggam kita, baik itu merek dari Amerika, China, Korea, Taiwan atau lokal, semua punya aplikasi atau media yang menampung perebutan ruang-ruang narasi itu”, tambahnya.

“Sekarang ini misalnya, di HP kita ada setidaknya tiga perebutan ruang narasi. Pertama kita disuguhi perebutan narasi produk-produk kapitalis, yang sifatnya sangat kompetitif, yang memperebutkan keinginan kita, emosi kita, kerangka pikir kita, agar kita membeli. Kedua, kita juga ditunjukkan perebutan narasi-narasi keyakinan, yang menjelaskan bahwa keyakinan A paling benar dan keyakinan B salah dan sebagainya.

Dan ketiga, kita juga mau tak mau disodori perebutan narasi perang media; yang menyajikan media yang pro dan kontra dengan wacana masyarakat, yang pro dan kontra Barat atau Non-Barat, juga yang pro dan kontra kebijakan pemerintah.

Semua framing itu harus bisa kita tangkal secara kritis, sehingga kita bisa berdiri secara netral dan memilah mana yang baik, mana yang buruk”, pungkasnya di depan sejumlah pemerhati bahasa yang hadir, antara lain Sastrawan dan Rektor IKJ 2016-2020 Seno Gumira Ajidarma, Dosen Desain Komunikasi Visual IKJ  Iwan Gunawan, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Prof Zeffry Alkatiri, dan Guru Besar Ilmu Marketing Prof Agus W. Soehadi. (bsnn-k12)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button