Harus Ada Ketegasan Hukum untuk Atasi Pertambangan Ilegal

PENAMBANGAN ilegal dan liar sudah banyak terjadi sejak lama. Kasus penambangan liar dan ilegal dibarengi dengan kasus yang sedang viral dan ramai dibicarakan masyarakat. Karenanya, Dirjen Minerba Kementerian ESDM menggunakan instrumen hukum yang ada dan melakukan pengawasan sesuai tupoksi yang dimilikinya. “Namun harus difahami ada tupoksi dari pihak lain yakni APH (aparat penegak hukum). Kami sudah menyampaikan sampai bulan ini ada 38 laporan ke polisi. Kita tinggal tunggu follow up dari APH. Apapun yang dilakukan APH dan sudah disampaikan dalam raker di DPR akan dibentuk unit khusus yang menangani penegakan hukum. Kita mungkin bisa berharap ke penegakan hukum tetapi sementara ini kita optimalkan fungsi yang ada dulu,” ujar Plh Dirjen Minerba KESDM M Idris F Sihite dalam keterangan tertulis, Rabu (30/11). Itu disampaikannya pada seminar bertema Tata Kelola Mineral Kritis dan Strategis untuk Mendukung Industri Nasional, Bandung, Jawa Barat, dari kemarin hingga hari ini.
Terkait wacana pelarangan ekspor khususnya timah, Idris memaparkan dalam pelarangan itu ada kebijakan yang dibuat pemerintah agar ada peningkatan tambah dan efek ekonomi lebih optimal di Indonesia. Oleh karena itu, langkah-langkah pelarangan ekspor timah pasti bertujuan meningkatkan pendapatan untuk negara dan memberikan efek ekonomi yang maksimal. “(Wacana pelarangan ekspor timah) mungkin selama ini ada pihak-pihak tertentu yang sudah nyaman atau terbiasa dengan pola-pola seperti itu. Ini supaya kita jangan jadi bangsa yang mengekspor tanah dan air saja tetapi nilai tambah dioptimalkan oleh negara lain,” jelasnya.
Idris menegaskan pelarangan ekspor timah bagian dari strategi memutuskan rantai pasok di hilir. Jika hilirnya diputus dengan pelarangan impor, aktivitas di hulu akan berkurang. Dengan demikian, negara lebih mendukung tata kelola pertambangan yang baik, termasuk dengan mengakomodasi usaha pertambangan yang memiliki izin. Lama proses pelarangan ekspor timah melalui proses dan evaluasi sehingga bisa beroperasional dan memiliki manfaat. Sedangkan terkait dengan BPKP yang didorong untuk mengaudit tata kelola timah, Idris memaparkan hal tersebut dikembalikan kepada fungsi dari BPKP yang mengaudit dari sisi keuangan dan kinerja. Dirjen Minerba ini mengapresiasi BPKP untuk mengaudit tata kelola timah karena meringankan tugasnya sehingga bisa mengidentifikasi bagian-bagian yang perlu diperkuat. “Tujuannya sama (BPKP mengaudit tata kelola timah) untuk Indonesia.
Dirjen Minerba KESDM terbuka untuk menerima kritik yang bersifat kontruktif,” tandasnya. Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan pihaknya akan membuat kebijakan untuk mengatasi pertambangan ilegal dan liar. Dalam aspek kelembagaan perlu ada penguatan untuk mengatasi pertambangan ilegal dan liar. Penguatan itu agar ada lembaga khusus yang menangani pertambangan ilegal dan liar agar memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan di lapangan. “Jika harus ada koordinasi, misalnya inspektur tambang atau koordinasi dengan pihak keamanan tentu prosesnya panjang dan membutuhkan effort dan ekstra keras,” jelasnya. Eddy menuturkan tujuan keberadaan panja pertambangan ilegal di DPR yaitu rencana keberadaan Direktorat Penegakan Hukum di Kementerian ESDM. Apalagi sangat banyak laporan pertambangan ilegal tetapi penindakan di lapangan masih lemah. Oleh karena itu DPR meminta perlu ada penegasan dari APH dan stakeholders terkait dan lainnya agar satu kasus penegakan hukum yang benar-benar ditindak secara tegas dan konsekuen. “Hal itu dilakukan agar ada efek jera terhadap yang lain. Karena bicara pertambangan ilegal di Indonesia ada sekitar ribuan kasus. Pertambangan ilegal terjadi di semua sektor, batu bara, timah, nikel. Jadi biarkan panja pertambagan ilegal bekerja untuk bisa menghasilkan rekomendasi yang tujuannya agar terjadi penegakan hukum di lapangan,” tandasnya. Eddy menuturkan akan ada izin ekspor untuk mineral lain seperti tembaga yang akan berakhir Juni 2023. Namun sampai sekarang belum ada perpanjangan izin ekspor tambaga. Perusahaan-perusahaan tambang seperti Freeport harus ada RKAB. “Bagaimana ada RKAB jika belum ada izin untuk ekspor ke depan. Namun apapun namanya, hasilnya harus cepat di aspek peraturan. Kita tertunda dalam mengeksekusi dalam berbagai hal justru membuat nilai kerugiannya sangat besar. Belum lagi imej bahwa kita ada toleransi permisif yang bersifat ilegal,” tandasnya. (OL-MI)