Berita NasionalTeknologi

Ciptakan Ruang Digital Aman, Literasi Masyarakat Perlu Ditingkatkan

Pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara permainan hiburan dan praktik perjudian yang nyata penting untuk diberikan kepada masyarakat agar dapat membuat keputusan bijak dalam menggunakan ruang digital sekaligus menghindari risiko yang tidak diinginkan. Karenanya, upaya pemberantasan judi online oleh pemerintah dapat berkontribusi positif dalam membangun ruang digital yang aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Namun, seringkali ada kebingungan antara permainan kartu dengan perjudian yang memiliki risiko serius. Esensinya, permainan kartu merupakan hiburan sah dan tidak mencederai pemainnya, baik secara mental maupun finansial. Hal ini berbeda dengan perjudian yang memiliki sifat transaksi dua arah.

Sifat transaksi dua arah dalam perjudian melibatkan pertukaran uang atau barang setara, yang pada akhirnya dapat berujung pada kerugian finansial para pihak yang terlibat.

Sebaliknya, permainan kartu adalah transaksi satu arah yang hanya digunakan untuk bersantai dan hiburan. Di masa kini, permainan kartu tradisional sudah diadopsi ke dalam ranah permainan digital, dengan grafis menarik, simulasi permainan yang variatif, juga chip atau koin yang dapat dimenangkan dalam permainan.

“Sebenarnya, gampang menentukan bahwa suatu game merupakan judi online atau bukan, yakni jika ada uang atau barang senilai uang yang dipertaruhkan di dalamnya. Tetapi, untuk game yang memiliki fitur in-game purchases atau pembelian item berbayar di dalam game, menurut saya bukanlah termasuk aktivitas judi online,” kata Pengamat Ekonomi Digital Heru Sutadi, beberapa waktu lalu.

Permasalahan judi online juga berimbas pada permainan lainnya, baik online maupun offline. Seperti yang biasa ditemui di pusat perbelanjaan, yang dianggap masuk ke daerah abu-abu, apakah termasuk sebagai sebuah judi online atau sebuah permainan biasa.

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Dahlian Persadha menyebut, permainan di pusat perbelanjaan di mana pengguna diharuskan membeli kredit atau koin untuk dapat bermain tapi tidak mendapatkan hadiah tertentu seperti simulasi mobil dan lain-lain, seharusnya tidak dikategorikan sebagai sebuah judi.

“Tapi, bukan berarti bahwa permainan lain yang bisa mendapatkan hadiah seperti capit boneka atau permainan bola basket akan dianggap sebagai kegiatan perjudian, karena untuk melakukan kegiatan tersebut diperlukan strategi serta keahlian untuk dapat memenangkan permainan,” ungkapnya.

Telusuri Fakta

Demikian juga permainan online yang membutuhkan penggunanya membeli sejumlah poin berupa diamond atau chip yang dapat dipergunakan penggunanya untuk membeli fasilitas tertentu seperti skin, senjata, ataupun supaya bisa menjalankan permainan, seharusnya tidak dapat dikategorikan sebagai judi online karena tidak ada hasil nyata berupa uang atau barang yang didapatkan dari permainan tersebut.

“Intinya, jika ada game yang dicurigai memiliki indikasi mengarah ke judi online, maka harus dilakukan recheck dan penelusuran fakta, juga dari laporan masyarakat yang pernah memainkan game tersebut, hingga akhirnya dapat ditentukan bahwa game ini termasuk ke dalam kategori judi online atau tidak,” ujar dia.

Pada 15 September 2023, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengeluarkan instruksi yang bertujuan untuk mempercepat pemberantasan konten judi online di Indonesia. Langkah ini ditempuh untuk menjaga ruang digital Indonesia agar tetap aman, sehat, positif, dan produktif bagi masyarakat.

Instruksi ini merupakan tindak lanjut dari implementasi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selama periode 17 Juli 2023 hingga 17 September 2023, lebih dari 109.090 konten perjudian ditangani oleh Kementerian Kominfo. Langkah-langkah strategis dan terukur diambil untuk membersihkan ruang digital dari konten perjudian yang menjerat dan merugikan masyarakat, sejalan dengan ketentuan hukum yang ada, seperti Pasal 426 dan Pasal 427 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (bsnn)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button