Delapan Investor Kereta Api Berminat Masuk Ke Bali Urban Rail

Masyarakat dan industri pariwisata Bali, lagi berbunga-bunga. Pemicunya, nyanyian merdu dari Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Rabu, 29 Mei 2024. Bersama Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, dan Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Bahlil menjanjikan akan membantu merealisasikan proyek kereta massal di Bali yang disebutnya sebagai Bali Urban Rail (BUR).
BUR, klaim Bahlil, adalah bagian dari hilirisasi pariwisata. Apalagi, Bali merupakan provinsi yang tidak memiliki tambang migas. Sumber pendapatan utama Bali adalah sektor pariwisata. “Oleh karena itu, kita kembangkan sistem angkutan umum massal berbasis kereta,” ucap Bahlil.
Harapannya, dengan terbenahinya sektor transportasi publik ini, para wisatawan akan semakin betah datang dan menghabiskan waktu dan isi kantongnya di Pulau Dewata.
Megaproyek BUR sendiri tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali No. 9/2024. Pergub ini mengatur tentang Penugasan kepada PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Bali (Jamkrida Bali Mandara) untuk Melakukan Kerja Sama dalam Pengembangan, Pembiayaan dan Penyelenggaraan Sistem Angkutan Umum Berbasis Kereta. Pergub ini juga memberi ruang pada PT Jamkrida Bali Mandara untuk bekerja sama BUMD lainnya, yaitu PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) yang merupakan anak perusahaan PT Bali Kerthi Development Fund, dalam merealisasikan BUR.
Bak gayung bersambut. Kementerian Investasi pun, seperti dijanjikan Bahlil, siap memberikan insentif pembebasan pajak (tax holiday) serta master list pembebasan bea masuk bagi perusahaan yang melaksanakan program. Tentu saja, juga memberikan kemudahan terkait percepatan proses perizinan.
Berbagai kemudahan yang disiapkan, atau lebih tepatnya dijanjikan, pemerintah pusat ini jelas menjadi angin segar. Sebab janji dan harapan bakal tersedianya angkutan massal seperti kereta api di Pulau Dewata, sudah sering kali digaungkan pemerintah.
Rencana proyek pembangunan jalur kereta api diumumkan pertama kali pada 2011 oleh Kementerian Perhubungan. Kala itu, pemerintah memperlihatkan rute jalur kereta api dengan total panjang hingga 560 kilometer.
Rencana awalnya, jalur kereta api bawah tanah mengitari pulau Dewata. Selanjutnya, kereta api menuju permukaan di Bandara Bali Utara yang rencananya akan dibangun di atas pulau buatan di perairan Kubutambahan. Letaknya sekitar 18 kilometer dari Singaraja Timur. Namun rezim berganti ke era kepemimpinan Jokowi, proyek kereta api di Bali tak jua mewujud.
Selanjutnya, pada 2021 atau sepuluh tahun berselang, Pembangunan Light Rail Transit (LRT; Kereta Api Ringan) kembali diapungkan. Kali ini lebih detail lagi. Disampaikan bahwa proyek kereta api di Bali akan terbagi dua fase.
Kedua fase dimaksud terdiri atas rute fase 1-A sepanjang 5,3 km meliputi Bandara I Gusti Ngurah Rai-Stasiun Central Parkir Kuta, lalu rute fase 1-B sepanjang 4,6 Km meliputi Stasiun Central Parkir Kuta-Stasiun Seminyak. Berikutnya rute fase 2-A meliputi Stasiun Seminyak-Stasiun Canggu, dan rute fase 2-B meliputi Stasiun Canggu-Stasiun Mengwitani.
Namun sejauh ini, hal itu belum juga terealisasi. Kini, di tengah penantian yang tak kunjung terealisasi, Meninves Bahlil bersama Men-PPN/Kepala Bappenas Suharso datang menawarkan berbagai kemudahan.
Delapan Investor Berminat
Sejauh ini sudah ada delapan Konsorsium Global menyatakan minatnya untuk merealisasikan BUR. Rinciannya, tiga dari Eropa, dua dari China, satu asal Malaysia dan dua tercatat sebagai investor nasional. Salah satunya Konsorsium PT Bumi Indah Prima yang telah menyerahkan dokumen kualifikasi kepada PT SBDJ selaku BUMD yang diberi kewenangan mengembangkan Bali Urban Rail and Associated Facilities.
Kedelapan calon investor tersebut, ditarget menyerahkan berkas kualifikasinya pada bulan ini (Juni 2024). Selanjutnya pengumuman investor mana yang berhak mengembangkan BUR, akan dipublis pada Juli mendatang.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menargetkan peletakan batu pertama atau ground breaking pertama pada September 2024 dengan rute Bandara Ngurah Rai-Mengwitani. Rute ini akan menghubungkan bandara hingga ke Pantai Kuta.
Menhub Budi Karya menyebutkan bahwa pembangunan LRT Bali tahap pertama didukung oleh dana pinjaman dari Korea Selatan. Dana tersebut akan dipakai untuk melakukan feasibility study atau studi kelayakan proyek. Pinjaman tersebut akan ditanggung bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Komposisi sahamnya, Pemerintah Daerah Bali menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 51 persen, dan sisanya menjadi milik pemerintah pusat.
Selanjutnya, rencana jangka panjangnya, LRT Bali akan menghubungkan sejumlah titik yang lalu lintasnya padat dan kerap terjadi kemacetan parah. Antara lain sunset road, Legian dan Canggu. Jangka waktu pengerjaan LRT tahap pertama ini diperkirakan memakan waktu kurang lebih 3-4 tahun.
Lantas, berapa biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan LRT sebagai bagian dari megaproyek BUR? Data menyebutkan bahwa realisasi Investasi di Bali dalam lima tahun terakhir, yakni periode 2019 hingga triwulan pertama 2024 sesungguhnya sudah lumayan besar.
Untuk sektor hotel dan restoran, misalnya, senilai Rp29,63 triliun. Lainnya, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran sebesar Rp19,74 triliun. Selebihnya, sektor jasa lainnya mencapai Rp10,66 triliun. Dan untuk sektor transportasi sebesar Rp6,72 triliun.
Mungkinkah BUR Terealisasi?
BUR adalah proyek ambisius yang menghadapi berbagai tantangan. Namun juga memiliki banyak potensi. Beberapa faktor kunci yang mempengaruhi kemungkinan terwujudnya proyek ini antara lain:
Pertama, kebutuhan transportasi. Bali adalah salah satu destinasi wisata utama di Indonesia, dengan lalu lintas yang semakin padat, terutama di kawasan wisata seperti Kuta, Seminyak, dan Ubud. Kehadiran urban rail dapat mengurangi kemacetan, meningkatkan kenyamanan transportasi bagi penduduk lokal dan wisatawan, serta mengurangi emisi karbon.
Kedua, investasi dan pendanaan. Proyek besar seperti urban rail membutuhkan investasi besar, baik dari pemerintah maupun swasta. Sumber pendanaan bisa berasal dari anggaran pemerintah, investor swasta, pinjaman internasional, atau skema pembiayaan publik-swasta (PPP).
Ketiga, kajian teknis dan ekonomi. Studi kelayakan yang mencakup analisis teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan diperlukan untuk memastikan proyek ini layak. Faktor seperti kepadatan penduduk, pola perjalanan, dan proyeksi pertumbuhan penduduk perlu dipertimbangkan.
Keempat, infrastruktur dan teknologi. Infrastruktur yang ada harus mendukung pembangunan jalur kereta. Ini termasuk lahan, stasiun, dan teknologi perkeretaapian. Adopsi teknologi modern yang efisien dan ramah lingkungan, juga perlu dipertimbangkan.
Kelima, dukungan pemerintah dan regulasi. Dukungan pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk keberhasilan proyek ini. Peraturan dan regulasi yang mendukung, termasuk perizinan dan kebijakan transportasi, harus jelas dan konsisten.
Keenam, dukungan masyarakat. Partisipasi dan dukungan masyarakat lokal sangat penting untuk kesuksesan proyek ini. Sosialisasi dan konsultasi publik harus dilakukan untuk memastikan masyarakat mendukung proyek ini, dan sekaligus memahami manfaatnya.
Ketujuh, tantangan lingkungan. Bali memiliki keindahan alam yang harus dilestarikan. Proyek ini harus dirancang agar tidak merusak lingkungan dan keindahan alam Bali. Studi dampak lingkungan harus dilakukan secara serius, sungguh-sungguh, dan rencana mitigasi harus diterapkan.
Jika semua faktor ini dipertimbangkan dan dikelola dengan baik, BUR bisa menjadi kenyataan dan memberikan banyak manfaat bagi Bali. Karena, mega proyek BUR memiliki potensi besar untuk menjadi solusi transportasi yang efektif dan berkelanjutan. Namun, tantangan besar dalam hal pendanaan, dukungan masyarakat, dan dampak lingkungan, juga harus diatasi secara cermat, serius, dan sungguh-sungguh.
Lantas, seperti apa dampak BUR terhadap bisnis pariwisata di Bali? Berikut beberapa dampak utama yang dapat terjadi jika BUR dalam bentuk LRT terealisasi.
Meningkatkan Aksesibilitas dan Mobilitas
BUR dalam bentuk atau model LRT, akan memudahkan wisatawan mengunjungi berbagai destinasi populer di Bali. Antara lain Kuta, Seminyak, Nusa Dua, dan Ubud. Akses yang lebih mudah dan cepat ini dapat meningkatkan jumlah kunjungan ke tempat-tempat tersebut.
Selain itu, rute LRT yang menghubungkan Bandara Internasional Ngurah Rai dengan pusat-pusat pariwisata utama, akan memudahkan wisatawan untuk langsung menuju hotel atau destinasi wisata tanpa harus terjebak dalam kemacetan. Selama ini, kerap kali wisatawan harus terjebak kemacetan super parah akibat padatnya arus lalu lintas di sejumlah ruas jalan utama.
Kepuasan Wisatawan
Pengalaman perjalanan yang lebih lancar dan tidak stres, akan meningkatkan kepuasan wisatawan. Hal itu dapat mendorong mereka untuk kembali berkunjung dan merekomendasikan Bali kepada orang lain.
Untuk diketahui, jumlah kunjungan wisatawan di Bali pada tahun 2023 mencapai Rp15.163.735 orang. Bandingkan dengan jumlah penduduk Bali yang hanya 4,34 juta orang. Tahun ini, ditargetkan kunjungan wisatawan hingga 20 juta orang.
Nah, keberadaan LRT dapat sekaligus meningkatkan citra Bali sebagai destinasi wisata yang modern dan berkomitmen terhadap keberlanjutan lingkungan. Hal itu jelas menjadi nilai tambah bagi wisatawan, terutama mereka yang peduli terhadap isu lingkungan.
Efek Domino Ekonomi
Dengan akses yang lebih mudah ke berbagai destinasi, wisatawan cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dan uang di berbagai tempat wisata, restoran, dan toko-toko lokal. Belum lagi pembangunan dan operasional LRT akan menciptakan lapangan kerja baru dan peluang bisnis bagi penduduk lokal. Baik selama tahap konstruksi maupun saat LRT beroperasi. (*)