Dahris Aktifis dari Lorong Honda Mandonga
Mestinya kemarin aku menulisnya,karena kelelahan,aku baru menulis malam ini.
Di hari Kamis itu, sebelum aku ke Kampus USN di Tanggetada berjarak 48 kilometer dari Kolaka, saya harus singgah di depan rumah seorang aktifis NGO dan juga politisi partai berlambang Ka’bah.Saya kenal dan akrab dengannya di Tahun 1999 di Kendari.Saat itu dia baru saja selesai kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kendari, di jurusan Tarbiah.Saat itu, dia tinggal di rumah kontrakan di lorong Honda, tidak jauh dari bundaran Mandonga.Lorong Honda di kalangan aktifis mahasiswa di Kendari pasti pernah masuk dan minum kopi disitu, tentunya dengan berbagai diskusi pergerakan politik dan aksi demontrasi turun ke jalan.Dari rumah kawan inilah saya menjalin persahabatan dengan kawan-kawan aktifis di Kendari.Sependek ingatanku, kala itu saya menemani Syaifuddin Mustaming sahabatku yang berteman dengan Dahris Al Djuddawie sosok bertubuh kurus ini sampai sekarang.Dia berdua satu kampus di STAIN Kendari, sementara saya alumni IKIP Ujungpandang, Makasssar.
Pertemananku dengan Dahris, berlanjut usai bertemu pertama kali di rumah kontrakannya, dia dikenal sangat getol mengkritik kebijakan Bupati Kolaka saat itu, masih dijabat Adel Berty.Saya masih ingat sejumlah pernyataan kerasnya soal Rencana dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Kolaka.Jika dia kritis terhadap Pemerintah di zaman itu, menurutku wajar dan memang harus seperti itu, dia anak dari seorang ayah yang terkenal tegas dan disegani di Kabupaten Kolaka di zaman Soeharto.Nama ayahnya H.Dina, di kalangan masyarakat Kolaka di zaman itu pasti mengenal sosok H.Dina ayah dari aktifis Dahris ini.Sebagai wartawan kala itu, memang harus berkongsi dengan sejumlah orang-orang idealis dan berpikiran kritis dan kiri sedikit. Nah salah satunya bernama Dahris Al Djuddawie.Dengan begitu, saya mudah menulis berita yang bisa mempengaruhi opini masyarakat sekaligus dapat merubah keputusan penguasa di Kolaka.
Lorong Honda, dan rumah kontrakan Dahris sejatinya sudah jadi markasnya aktifis pro demokrasi. Saya senang bisa berkumpul akrab disitu, selain ada segelas kopi gratis buatannya Dahris juga ada mesin ketiknya bisa saya gunakan menulis berita,karena di era itu komputer masih jadi barang mahal untuk ukuran wartawan seperti saya.Komputer hanya ada berapa biji di ruangan redaksi Kendari Pos, itupun harus bergantian menggunakannya.
Begitulah pergumulan saya dengan Dahris di Kendari, hingga akhirnya saya harus berpisah ke Kolaka sebagai koresponden Kendari Pos.Pertemuan kami berdua saat kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) KNPI Kolaka, Saat itu Dahris menjadi penentu pucuk pimpinan KNPI di sejumlah kabupaten di Sulawesi Tenggara.Sebagai fungsionaris KNPI Sulawesi Tenggara, dia banyak mengatur strategi pemilihan ketua-ketua KNPI di Sulawesi Tenggara, termasuk Kolaka.Makanya, suksesi kepemimpinan di KNPI Kolaka tidak pernah jauh dari campur tangannya.Semenjak Ketua Syaifudding Mustaming, hingga Anis Pamma.
Setelah saya tak lagi di Kendari, komunikasi masih tetap terjalin lewat telepon.Menjalin komunikasi sesama aktifis sebuah keharusan bagi saya, karena itu saya kerap kali mendapatkan banyak data dan informasi penting terkait bangsa dan negara.
Tulisan ini harus saya jedah, lantaran perutku terasa berdentum pertanda harus keluar cari makanan.Setibanya di warung sari laut di jalan pramuka saya pesan satu potong ikan bandeng tanpa nasi, dibungkus karena kebiasaan saya selalu makannya di rumah.
Sembari menunggu pesanan saya selesai digoreng saya melanjutkan tulisan ini lalu memutar waktu dan ingatanku di hari Kamis saat saya singgah untuk menemui Dahris yang sedang duduk sendiri di depan rumahnya yang letaknya berhadapan Stadion Olah Raga, di Kelurahan Balandete,Kolaka.Sekitar satu jam kami berdua ngobrol santai ditemani segelas kopi hitam.Dia masih seperti dulu, masih kurus dan tetap merokok tapi merek rokok sudah lain terlihat, seingatku rokok kesukaannya merek Surya 16 bungkus besarnya.Saat ini, dia menjadi anggota dewan pakar di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.Tugasnya sebagai pakar tentu dia harus bisa memberikan pertimbangan dengan pikiran jernih untuk merumuskan berbagai produk legislasi di lembaga terhormat itu.Selebih saya berbagi cerita soal calon pemimpin yang sudah mengibarkan baliho besar sampai yang dipaku di pohon.Dasar orangnya kritis dan bicara tanpa tedeng aling-aling saja membicarakan sejumlah kalimat bombastis dan tagline yang terasa tidak jelas maksudnya, hanya slogan tak bermakna menurutnya.Ada benarnya jika semua masih sebatas slogan kosong, bahkan tak membumi.Termasuk sosok calon gubernur yang dianggapnya hanya layak sampai bupati saja, belum cocok untuk jadi pemimpin Sulawesi Tenggara.Dari argumentasinya memang ada yang saya setujui untuk memastikan calon pemimpin di Sulawesi Tenggara dan Kolaka.Sebelum saya pamit saya menyampaikan beberapa catatan buat pimpinannya di DPRD Sulawesi Tenggara.Semoga saja sekembalinya dia dari Kolaka, segera menyampaikan pesan saya itu saja yang penting dari pertemuan saya dengan Dahri, kawan yang masih konsisten dengan sikapnya.
Watuliandu, 23/12/2022.